Terdakwa dugaan korupsi e-KTP Dirut PNRI Isnu Edhi Wijaya (baju batik warna pink berdiri) dan Ketua Tim Teknis TI Penerapan e-KTP Husni Fahmi (baju kemeja lengan panjang warna putih berdiri) sedang berkomunikasi dengan tim pengacaranya masing-masing usai mendengarkan tuntutan JPU terhadap kedua terdakwa di ruang Wirjono Projodikoro 2, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Senin siang (17/10/2022). (Foto : Murgap Harahap)
Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) kembali menggelar acara sidang lanjutan perkara Tipikor dengan terdakwa Direktur Utama Perum Percetakan Negara Republik Indonesia (Dirut PNRI) Isnu Edhi Wijaya (IEW) dan Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi (TI) Penerapan elektronik-Kartu Tanda Penduduk (e-KTP) Husni Fahmi di ruang Wirjono Projodikoro 2, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Senin siang (17/10/2022).
Kedua terdakwa diadili terkait kasus korupsi pengadaan e-KTP. Pada sidang kali ini, agendanya adalah pembacaan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap kedua terdakwa.
JPU KPK menuntut Majelis Hakim agar menjatuhkan hukuman 5 (lima) tahun penjara terhadap dua terdakwa kasus korupsi pengadaan e-KTP. Mereka adalah mantan Dirut Perum PNRI Isnu Edhi Wijaya dan Pegawai Negeri Sipil (PNS) Badan Pengkajian dan Penerapan Tekhnologi (BPPT) Husni Fahmi.
JPU KPK meyakini Isnu Edhi Wijaya dan Husni Fahmi terbukti bersalah dalam perkara rasuah e-KTP. “Terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tipikor sebagaimana dalam dakwaan ke-2 (dua) Penuntut Umum melanggar Pasal 3 Undang- Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor juncto (jo) Pasal 55 ayat (1) ke-1 (satu) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP),” papar jaksa dalam amar tuntutannya, Senin (17/10/2022).
Selain pidana badan, Isnu Edhi Wijaya dan Husni Fahmi juga dituntut agar dijatuhi pidana denda sejumlah Rp300 juta, subsider 6 (enam) bulan kurungan penjara. Dalam melayangkan tuntutan, JPU KPK mempertimbangkan hal yang memperberat dan meringankan.
Untuk hal memberatkan, Husni Fahmi dan Isnu Edhi Wijaya dianggap tidak mendukung program Pemerintah Republik Indonesia (RI) dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Kemudian, perbuatan keduanya, dianggap telah menyebabkan kerugian negara yang besar.
Sementara itu, untuk hal meringankan, Isnu Edhi Wijaya dan Husni Fahmi belum pernah dihukum, memiliki tanggungan keluarga dan mengembalikan uang hasil korupsi yang diperolehnya sejumlah US$20 ribu. “Terdakwa II Isnu Edhi Wijaya belum sempat menikmati hasil korupsi hasil keuntungan atas proyek e-KTP karena uang yang berada di rekening Manajemen Bersama (MB) sudah disita oleh KPK,” papar jaksa.
Adapun, Isnu Edhi Wijaya dan Husni Fahmi didakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp2,3 triliun terkait proyek e-KTP. JPU KPK juga mengatakan, Husni Fahmi memperkaya sejumlah pihak, salah satunya mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Setya Novanto.
“Bahwa Terdakwa I Husni Fahmi dan Terdakwa II Isnu Edhi Wijaya memperkaya diri sendiri yaitu memperkaya terdakwa I Husni Fahmi sejumlah US$20 ribu atau orang lain yaitu memperkaya Andi Agustinus alias Andi Narogong, Setya Novanto, Irman, Sugiharto, Diah Anggraeni, Drajat Wisnu Setyawan, Wahyudin Bagenda, Johanes Marliem, atau suatu korporasi yaitu memperkaya korporasi Perum PNRI dan perusahaan anggota konsorsium PNRI lainnya yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara yaitu merugikan keuangan negara sejumlah Rp2,3 triliun,” seperti dalam surat dakwaan JPU KPK yang dibacakan pada hari ini di hadapan Majelis Hakim dan tim pengacara kedua terdakwa.
Atas dasar itu, Husni Fahmi dan Isnu Edhi Wijaya didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (Murgap)