Kuasa Hukum Terdakwa Komisaris PT IAE Iswan Ibrahim, Layung Purnomo SH MH Jelaskan Memang Benar Ada Voucher yang Dikeluarkan 500.000 Dolar Singapura

Kuasa Hukum terdakwa Komisaris PT IAE Iswan Ibrahim, Layung Purnomo SH MH (pertama dari kanan) foto bersama anggota tim Kuasa Hukumnya Ismail SAM SH di teras Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Senin (03/11/2025). (Foto : Murgap Harahap)
Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menggelar acara sidang lanjutan perkara dugaan Tipikor dengan terdakwa Direktur Komersial PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Persero periode 2016-2019, Danny Praditya dan terdakwa Komisaris PT Inti Alasindo Energy atau PT IAE periode 2006 hingga 2024 Iswan Ibrahim, yang didakwa menerima aliran uang kasus korupsi jual beli gas PT PGN (Persero) periode 2017 hingga 2021, di ruang Prof Dr Kusumah Atmadja SH MH, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Senin (03/11/2025).
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan, Iswan Ibrahim bersama dengan Danny Praditya, selaku Direktur Komersial PT PGN (Persero) periode 2016-2019, telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum (PMH). Keduanya melakukan kegiatan untuk memperoleh dana dari PT PGN (Persero) dalam rangka menyelesaikan utang PT Isargas Group.
“Dengan cara memberikan advance payment (pembayaran di muka adalah pembayaran yang dilakukan oleh pembeli kepada penjual sebelum barang atau jasa diterima). Metode ini bisa dilakukan untuk seluruh nilai transaksi (full payment) atau sebagian (partial payment) dalam kegiatan jual-beli gas,” kata jaksa saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Senin (01/09/2025).
Padahal, sambung jaksa, PT PGN (Persero) bukan perusahaan financing atau pembiayaan. Selain itu, terdapat larangan jual-beli gas secara berjenjang.
Keduanya juga dituding mendukung rencana akuisisi PT PGN (Persero) dengan PT Isargas Group. Jaksa menyebut, tidak ada due diligence (uji tuntas) atas rencana akuisisi tersebut.
Jaksa menilai, perbuatan tersebut telah memperkaya sejumlah pihak. “Memperkaya Iswan Ibrahim sebesar US$3.581.348,75,” ujarnya.
Selain itu, memperkaya Arso Sadewo selaku Komisaris Utama (Komut) PT IAE sebesar US$11.036.401,25, mantan Direktur Utama (Dirut) PT PGN (Persero) Hendi Prio Santoso (HPS) sejumlah US$500.000, dan Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Waketum Kadin) Yugi Prayanto sebanyak US$20.000. “Yang merugikan keuangan negara sebesar US$15 juta dolar Singapore atau dalam jumlah tersebut,” kata jaksa.
Ini sebagaimana laporan hasil pemeriksaan investigatif Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) nomor 56/LHP/XXI/10/2024 berwarkat 15 Oktober 2024. Apabila dikonversi, US$15 juta dolar setara dengan Rp247.050.000.000 atau Rp247 miliar.
Ini berdasarkan asumsi Rp16.470 per dolar Amerika Serikat (AS). Atas perbuatannya, Iswan Ibrahim didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Juncto (Jo) Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Agenda sidang kali ini, jaksa KPK menghadirkan 5 (lima) saksi yakni Sofyan dari Direktur PT IAE, Indah Paramitha selaku Manager Keuangan PT Isar Arya Guna, Jerry selaku stafnya Sofyan di bagian Manager Keuangan PT IAE dan PT Isargas Group, Asep selaku sopir Arso Sadewo dan HPS selaku mantan Dirut PT PGN (Persero) untuk memberikan keterangan di hadapan majelis hakim, jaksa dan tim Kuasa Hukum terdakwa. Pada sidang kali ini, jaksa KPK kembali menanyakan kepada saksi Sofyan, apakah tahu terkait voucher senilai 500.000 dolar Singapura, dan saksi Sofyan menjawab voucher tersebut dikeluarkan oleh PT Isar Arya Guna ke PT Isargas Group.
Kuasa Hukum terdakwa Komisaris PT IAE Iswan Ibrahim, Layung Purnomo SH MH mengatakan, memang benar ada voucher yang dikeluarkan 500.000 dolar Singapura kalau dikurskan ke mata uang rupiah sekitar Rp5 miliar. “Kalau versi saksi Sofyan uang itu sebagai komitmen fee (pembayaran uang komitmen) atas apa adanya advance payment,” ujar Layung Purnomo SH MH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
Dikatakannya, keterangan saksi Jerry, uang itu diambil secara tunai. “Itu memang tidak pernah terjadi di PT IAE diambil dalam jumlah yang besar. Tapi itu karena perintah,” terang Layung Purnomo SH MH dari kantor Law Firm Layung dan Rekan beralamat di Apartemen Oasis, Jalan Senen Raya, Jakpus ini.
Ketika ditanya wartawan, voucher 500.000 dolar Singapura apakah dipotong dari 15 juta dolar Amerika Serikat (AS), Layung Purnomo SH MH menjawab menurut versi keterangan saksi Sofyan mengatakan, voucher 500.000 dolar Singapura itu diambil dari PT Isar Arya Guna yang merupakan salah satu perusahaan yang tergabung dalam PT Isargas Group. “Harapannya dengan mendengarkan keterangan saksi bisa akan lebih mengungkapkan fakta-fakta yang terjadi seperti apa. Jadi akan lebih bagus kalau semua saksi itu ini memberikan keterangan tidak perlu diabaikan ataupun dikurangi, sehingga benar-benar memberi fakta sebenarnya,” katanya.
Ia menjelaskan, pihaknya tidak bicara keterangannya saksi meringankan atau memberatkan buat terdakwa Iswan Ibrahim. “Jumlah saksi cukup banyak. Jadi harapan kita, saksi bisa menjelaskan sesuai faktualnya saja,” tandasnya. (Murgap)
