Kuasa Hukum Terdakwa Pemilik EO GR Pro GAR, Misfuryadi Basrie SH : Kalau Laporan Hasil Audit Kerugian Negara Dari BPK RI Maupun BPKP RI tidak Ada Berarti Sidang Perkara Kliennya tidak Jelas

Kuasa Hukum terdakwa pemilik EO GR Pro Gatot Arif Rahmadi (GAR), Misfuryadi Basrie SH (pertama dari kiri) foto bersama anggota tim Kuasa Hukumnya Barens Damanik SH di luar ruang Wirjono Projodikoro 2, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Kamis (14/08/2025). (Foto : Murgap Harahap)

Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menggelar acara sidang lanjutan perkara terdakwa pemilik Event Organizer (EO) Gerai Production (GR Pro) Gatot Arif Rahmadi (GAR) yang diduga melakukan penyimpangan kegiatan-kegiatan pada Dinas Kebudayaan (Disbud) Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota (Pemprov DKI) Jakarta yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) bersama 2 (dua) terdakwa lainnya berinisial Iwan Henry Wardhana (IHW) selaku Kepala Dinas (Kadis) Disbud Pemprov DKI Jakarta dan terdakwa Mohamad Fairza Maulana (MFM) selaku Pelaksana tugas (Plt) Kepala Bidang (Kabid) Pemanfaatan Disbud Pemprov DKI Jakarta senilai Rp36,3 miliar, di ruang Wirjono Projodikoro 2, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Kamis (14/08/2025).

Agenda sidang kali ini, jaksa menghadirkan 9 saksi dari Disbud Pemprov DKI Jakarta yakni Cucu Rita Sary selaku mantan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Disbud Pemprov DKI Jakarta, Lori, AA Rukanda, Rokito, Muhammad Rifai, Rahma Awira, Kusmantoro selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Disbud Pemprov DKI Jakarta, Imam dan lainnya untuk memberikan keterangan di hadapan majelis hakim, jaksa dan tim Kuasa Hukum terdakwa. Di akhir persidangan, majelis hakim meminta kepada jaksa agar pada sidang berikutnya melampirkan berkas laporan hasil audit kerugian negara dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Republik Indonesia (BPKP RI) dalam bentuk copyan dan memberikannya kepada majelis hakim dan para tim Kuasa Hukum terdakwa.

Dalam dakwaan jaksa, terdakwa IHW selaku Kadisbud DKI Jakarta periode 2020 hingga 2024, terdakwa MFM selaku Plt Kabid Pemanfaatan, dan terdakwa GAR, diduga bersepakat untuk menggunakan tim EO miliknya dalam kegiatan-kegiatan pada bidang Pemanfaatan Disbud Provinsi DKI Jakarta. Terdakwa MFM dan terdakwa GAR diduga bersepakat untuk menggunakan sanggar-sanggar fiktif dalam pembuatan Surat Pertanggung Jawaban (SPJ) guna pencairan dana kegiatan Pergelaran Seni dan Budaya.

Bahwa perbuatan terdakwa IHW, MFM, dan GAR bertentangan antara lain Undang-Undang (UU) Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), Peraturan Presiden (Perpres) Republik Indonesia (RI) Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Perpres RI Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Kemudian, melanggar Peraturan Daerah (Perda) Provinsi DKI Jakarta Nomor 5 Tahun 2007 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah, Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 8 Tahun 2018 tentang Pedoman Swakelola.

Pasal yang didakwakan untuk para terdakwa adalah Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 Juncto (Jo) Pasal 18 ayat (1) UU RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. Jaksa meyakini terdakwa IHW menikmati uang korupsi dalam kasus ini sebesar Rp16,2 miliar.

Sidang dakwaan IHW digelar di Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Selasa (17/06/2025). Dua terdakwa lain yang diadili dalam kasus ini adalah MFM selaku Plt Kabid Pemanfaatan sejak 27 Juni 2023 hingga 5 Agustus 2024 dan Kabid Pemanfaatan sejak 5 Agustus 2024 hingga 31 Desember 2024 sekaligus sebagai Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) pada Disbud Kebudayaan DKI Jakarta.

Kemudian, terdakwa GAR selaku pemilik EO GR Pro sekaligus pelaksana kegiatan Pergelaran Kesenian Terpilih (PKT), Pergelaran Seni Budaya Berbasis Komunitas (PSBB Komunitas) dan keikutsertaan mobil hias pada event Jakarnaval. Jaksa mengatakan, terdakwa IHW dan kawan kawan (dkk) diduga merekayasa bukti pertanggung jawaban pengelolaan anggaran yang melebihi dari pengeluaran pada kegiatan PSBB Komunitas, PKT dan Jakarnaval.

Dalam dakwaannya, jaksa merincikan aliran uang yang dinikmati para terdakwa dan pihak lain dalam kasus ini adalah pertama, memperkaya terdakwa IHW sebesar Rp16.200.000.000, kedua, memperkaya terdakwa MFM sebesar Rp1.441.500.000. Ketiga, memperkaya terdakwa GAR sebesar Rp13.520.345.212,6.

Keempat, memperkaya saksi Imam Hadi Purnomo sebesar Rp150.000.000. Kelima, memperkaya Cucu Rita Sary sebesar Rp150.000.000.

Keenam, memperkaya Moch Nurdin sebesar Rp300.000.000, ketujuh, memperkaya Tonny Bako sebesar Rp50.000.000. Kedelapan, memperkaya Feni Medina sebesar Rp100.000.000, kesembilan, memperkaya Ni Nengah Suartiasih sebesar Rp100.000.000 dan kesepuluh, digunakan untuk pemberian uang tahun baru, Tunjangan Hari Raya (THR), acara munggahan, kegiatan refreshing, uang saku dan pembelian bunga staf/pegawai di Bidang Pemanfaatan sebesar Rp4.307.199.844 sesuai dengan arahan terdakwa IHW dan MFM.

Jaksa mengatakan, dugaan persengkongkolan ini bermula dari penyimpangan yang dilakukan pada kegiatan milad Bang Japar. “Bahwa dalam pelaksanaan kegiatan PSBB Komunitas Tahun Anggaran (TA) 2022 sampai dengan 2024, terdakwa GAR bekerjasama dengan terdakwa MFM untuk merekayasa bukti-bukti pertanggung jawaban pengelolaan anggaran yang melebihi dari pengeluaran yang sebenarnya, sehingga atas kelebihan pembayaran yang diperoleh dapat memenuhi kesepakatan untuk memberikan kontribusi berupa uang yang diserahkan kepada terdakwa IHW,” ujar jaksa.

Jaksa mengatakan, terdakwa GAR selaku pemilik GR Pro terlebih dahulu menentukan data sanggar yang akan digunakan dan dimintakan persetujuan ke terdakwa MFM. Kemudian, membuat proposal seolah-olah dari pelaku seni atau sanggar, disposisi dan nota dinas dari Disbud Pemprov DKI Jakarta, surat permohonan dari Disbud Pemprov DKI Jakarta kepada sanggar, surat jawaban kesediaan dari sanggar, surat tugas dari Disbud Pemprov DKI Jakarta kepada pelaku seni atau sanggar, daftar hadir dan daftar honorarium serta bukti foto-foto dokumentasi pelaksanaan kegiatan.

“Menyusun bukti pembayaran kepada pelaku seni atau sanggar fiktif atau sanggar yang dipinjam identitasnya dan membuat bukti pembayaran honorarium yang melebihi dari pembayaran yang sebenarnya (mark-up),” ujar jaksa.

Selain bukti pembayaran yang dibuat fiktif dan di mark-up, jaksa mengatakan, terdakwa IHW dkk juga menyusun foto dokumentasi yang tidak sesuai dengan pelaksanaan kegiatan melalui proses editing foto. Lalu, membuat bukti pembayaran sewa alat peraga kesenian (ondel-ondel) yang tidak sesuai dengan kenyataan.

“Menyusun bukti pembayaran berupa kwitansi dan invoice pemesanan nasi kotak, snack dan air mineral kepada Dulu Kala Catering dan Gerai Catering Jakarta yang merupakan perusahaan catering milik terdakwa GAR, dengan cara seolah-olah pihak Disbud Pemprov DKI Jakarta dan melalui aplikasi e-order telah membuat pesanan belanja makan dan minuman kepada perusahaan katering Dulu Kala Catering dan Gerai Catering Jakarta,” kata jaksa.

“Namun pelaksanaannya, saksi GAR memesan nasi kotak, snack dan air mineral kepada vendor katering lain yaitu Arya Catering dengan nilai pemesanan sesuai perhitungan sebenarnya di lokasi acara yang lebih rendah dibandingkan nilai pemesanan melalui aplikasi e-order,” ungkap jaksa.

Jaksa mengatakan, para terdakwa juga menyusun bukti pembayaran sewa peralatan acara yang nilainya lebih besar dibandingkan dengan biaya riil yang dikeluarkan melalui perusahaan peralatan yang dipinjam identitasnya oleh terdakwa GAR. Kemudian, diserahkan datanya ke Disbud Pemprov DKI Jakarta untuk diproses seolah-olah telah mengikuti proses pengadaan langsung dan ditunjuk sebagai pelaksana kegiatan sesuai arahan terdakwa MFM.

Jaksa mengatakan, penyimpangan juga dilakukan para terdakwa pada kegiatan PKT secara swakelola. Jaksa menuturkan, bukti pertanggung jawaban kegiatan itu juga diduga direkayasa dan dibuat fiktif

“Bahwa dalam pelaksanaan kegiatan PKT secara swakelola TA 2022 sampai dengan 2024, terdakwa MFM memerintahkan saksi AA Rukanda Hadipriana untuk merekayasa bukti-bukti pertanggung jawaban pengelolaan anggaran, dengan cara menambahkan komponen tampilan yang sebenarnya tidak digelar (fiktif) dan atau menaikkan pembayaran honorarium pelaku seni yang secara riil melaksanakan pentas melalui mark-up biaya pembayaran honorarium,” tutur jaksa.

Jaksa mengatakan, bukti pendukung lainnya seperti daftar hadir, biodata, dan dokumentasi foto kegiatan agar seolah-olah pelaku seni tampil dalam kegiatan PKT disiapkan oleh staf Bidang Pemanfaatan, sedangkan stempel kwitansi tanda terima, menggunakan stempel sanggar palsu. Terdakwa MFM juga disebut memerintahkan saksi AA Rukanda Hadipriana untuk membuat bukti pertanggung jawaban PKT Disbud DKI Jakarta secara swakelola atas komponen tampilan yang sebenarnya tidak digelar.

“Dengan menggunakan dokumen pelaku seni atau sanggar yang sebelumnya pernah digunakan untuk pertanggung jawaban kegiatan PKT yang lain atau dengan cara meminjam identitas pelaku seni,” papar jaksa.

Jaksa mengatakan, bukti pertanggung jawaban berupa pembayaran honorarium kepada pelaku seni fiktif yang telah di-mark-up juga digunakan untuk mencairkan anggaran kegiatan PKT secara swakelola Disbud Provinsi DKI Jakarta TA 2022 hingga 2024. Jaksa mengatakan, selisih pembayaran yang dikembalikan oleh pelaku seni dari pelaksanaan dan pertanggung jawaban kegiatan PKT secara swakelola TA 2022 hingga 2024 digunakan untuk kepentingan pribadi terdakwa IHW, MFM dan Ni Nengah Suartiasih serta pejabat Disbud Pemprov DKI Jakarta lainnya.

“Bahwa selisih pembayaran tidak sah yang dikembalikan oleh pelaku seni baik kepada terdakwa GAR maupun kepada staf Disbud Pemprov DKI Jakarta sebagai akibat dari pelanggaran yang terjadi dalam pelaksanaan dan pertanggung jawaban kegiatan PSBB Komunitas, PKT, dan Jakarnaval TA 2022 hingga 2024 pada Disbud Pemprov DKI Jakarta dan Suku Dinas (Sudin) Kebudayaan digunakan untuk memberikan kontribusi berupa uang yang diserahkan kepada terdakwa IHW, MFM dan untuk terdakwa GAR sendiri serta pihak lain,” tutur jaksa.

Kuasa Hukum terdakwa pemiliki EO GR Pro Gatot Arif Rahmadi, Misfuryadi Basrie SH mengatakan, kalau bersidang tidak ada laporan hasil audit yang menyatakan kerugian negara dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI maupun dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) RI berarti sidang perkara kliennya ini tidak jelas atau abu-abu. “Kalau sudah jelas perhitungan kerugian negaranya dan itu pun klien kami (terdakwa GAR) sebenarnya belum diberikan hak untuk memberikan sanggahan terhadap angka yang dikeluarkan oleh BPK RI. Padahal, itu hak terdakwa Gatot. Terdakwa dua kali diberi kesempatan untuk diberikan sanggahan,” ujar Misfuryadi Basrie SH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.

“Sanggahan untuk memastikan apakah BPK RI benar-benar melakukan pemeriksaan. Kalau memang sanggahan itu diberikan kerugian yang dibebankan kepada klien kami tidak sebesar angka yang disebutkan oleh BPK RI itu,” ungkap Misfuryadi Basrie SH dari kantor law firm Misfuryadi yang beralamat di Jatirahayu, Kompleks Televisi Republik Indonesia (TVRI), Jakarta ini.

Ia berpikir apakah angka yang dikeluarkan itu benar atau tidak. “Kata ibu jaksa laporan hasil audit kerugian negara itu dikeluarkan oleh BPK RI tapi saya bilang BPKP RI,” ungkapnya.

“Laporan hasil audit kerugian negara mau yang dikasihkan ke kami yang asli atau copyannya itu dasar pembelaan kita kepada klien,” tegasnya.

Pada sidang ini, hakim juga mengatakan, bahwa permintaan laporan hasil audit kerugian negara kepada jaksa untuk diserahkan kepada majelis hakim dan tim Kuasa Hukum terdakwa tidak diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) due process of the law. “Due process of the law itu artinya, bahwa walaupun tidak diatur dalam KUHAP tapi semua itu harus mendapat pemberitahuan yang jelas tentang tuduhan atau kasus, kesempatan untuk membela diri, berkeadilan dan tidak memihak, hak untuk memiliki perwakilan hukum, perlindungan, dan nanar atau penindakan yang usaha itu namanya due process of the law adalah konsep hukum yang memastikan, bahwa setiap individu memiliki hak untuk diperlakukan secara adil dan sesuai prosedur hukum yang berlaku,” urainya.

Kuasa Hukum terdakwa pemilik EO GR Pro Gatot Arif Rahmadi (GAR), Misfuryadi Basrie SH (pertama dari kiri) foto bersama anggota tim Kuasa Hukumnya di luar ruang Wirjono Projodikoro 2, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Kamis (14/08/2025). (Foto : Murgap Harahap)

“Artinya, kita punya hak untuk meminta laporan hasil audit kerugian negara kepada jaksa. Tanpa meminta, harusnya diberikan karena setiap perkara Tipikor wajib diberikan laporan hasil audit kerugian negara,” ucapnya.

Dijelaskannya, kalau hingga sidang selanjutnya jaksa belum bisa memberikan hasil audit tentang kerugian negara,, ketua majelis hakim yang akan berkoordinasi apakah sidang dilanjutkan atau ditunda atau dilanjutkan, itu hak majelis hakim. “Laporan hasil audit tentang kerugian negara itu hak kami dan klien kami untuk mendapatkannya,” pintanya

“Jadi laporan audit kerugian negara due process of the law adalah konsep hukum yang memastikan setiap individu memiliki hak untuk diperlakukan secara adil dan sesuai prosedur hukum yang berlaku. Artinya, setiap orang itu perlu mendapatkan data yang otentik dan data yang benar. Karena perkara Tipikor ini artinya, bahwa ada kerugian negaranya. Kalau tidak ada laporan hasil audit kerugian negara, berarti bukan Tipikor. Catatan penting bagi hakim, bukan lagi Kuasa Hukum terdakwa yang meminta laporan hasil audit kerugian negara tapi hakim langsung yang meminta ke jaksa,” tandasnya.

Kuasa Hukum terdakwa pemiliki EO GR Pro Gatot Arif Rahmadi, Barens Damanik SH menambahkan, laporan audit kerugian negara oleh BPK RI itu tidak wajib diberikan kepada majelis hakim dan tim Kuasa Hukum terdakwa tapi karena mementingkan kepentingan kliennya atau orang-orang yang dirasa merugikan atau dianggap merugikan negara seharusnya laporan audit kerugian negara itu boleh diberikan oleh BPKP RI atau BPK RI. “Itu saja sih tambahan dari saya,” ujar Barens Damanik SH kepada wartawan Madina Line.Com menambahkan. (Murgap)

Tags: