Kuasa Hukum terdakwa Direktur Keuangan PT TEP Eko Wardoyo, Muhammad Anwar SH (ketiga dari kiri) foto bersama anggota tim Kuasa Hukumnya usai mendengarkan putusan hakim kepada kliennya di ruang Prof Dr Kusumah Atmaja SH MH, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Rabu (25/06/2025). (Foto : Murgap Harahap)
Jakarta, Madina Line.Com – Tok! Akhirnya, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menjatuhkan hukuman kurungan penjara 4 (empat) tahun kepada terdakwa Direktur Keuangan PT Totalindo Eka Persada (TEP) Eko Wardoyo, di ruang Prof Dr Kusumah Atmadja SH MH, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Rabu (25/06/2025).
Kuasa Hukum terdakwa Direktur Keuangan PT TEP Eko Wardoyo, Muhammad Anwar SH mengatakan, sebenarnya kalau melihat substansi hukum dan keadilan, Undang-Undang Pemberantasan Tipikor Nomor 31 tahun 1999, salah satu unsur yang paling penting itu adalah kerugian keuangan negara pada Pasal 2 ayat (1). “Sekarang kerugian keuangan negara itu simpelnya, tanah-tanah yang dibeli dijual putus itu kan sudah dimiliki oleh Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Pembangunan Sarana Jaya (PPSJ). Di mana kerugian negaranya? Sekarang begini deh, berani gak aset tanah itu di-aphresal (dihitung) ulang? Berapa sekarang nilainya? Lah itu kan eventory (aset). Istilahnya atau persediaan yang siap sedia dipergunakan dan tidak ada masalah dipergunakan sesuai dengan tujuan atau fungsi daripada Peraturan Daerah (Perda) atau Peraturan Gubernur (Pergub) itu tentang Pengadaan Rumah Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) itu,” ujar Muhammad Anwar SH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
Muhammad Anwar SH
Ia mempertanyakan di mana kerugian keuangan negaranya. “Jadi kita tadi juga sedikit di dalam ruang sidang, agak kurang sepakat soal perhitungan kerugian keuangan negara karena masih memakai sistem deteksi akuntansi forensik yang ada di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),” katanya.
Menurutnya, hal itu bertentangan dengan Putusan Mahkamah Agung (MA) dan Surat Edaran MA (SEMA) Nomor 4 dan ada Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait dengan siapa yang berhak menghitung kerugian keuangan negara itu. “Itu kan adalah haknya Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI). Itu harusnya menuju ke sana kalau mau bicara soal kepastian hukum. Itu sebenarnya. Kalau mau obyektif, seharusnya begitu,” terangnya.
“Sikap kita 7 (tujuh) hari ke depan, ambil sikap pikir-pikir dulu lah karena memang perkara ini secara fakta hukum, yuridis, dan segalanya, kita masih beranggapan, bahwa memang klien saya (terdakwa Eko Wardoyo) tidak layak untuk dihukum,” ungkapnya.
Dikatakannya, cuma pihaknya tidak tahu apa pertimbangan majelis hakim karena perkara ini dipersoalkan tentang kerugian negara dan sebagainya. “Soal perhitungan kerugian negara itu sangat abu-abu. Itu bukan menurut saya tapi itu menurut UU BPK RI, UU Badan Pengawasan dan Pembangunan Pemerintah (BPKP) RI. Kemudian, diperkuat dengan SEMA Nomor 4,” ungkapnya.
Muhammad Anwar SH
“Kemudian, diperkuat dengan Putusan MK, yang intinya itu kerugian negara yang berhak menghitung adalah BPK RI bukan BPKP RI,” tegasnya.
Ia mengharapkan tujuh hari ke depan, pihaknya akan mengambil sikap yang terbaik untuk kliennya. “Harapan kita, klien saya (terdakwa Eko Wardoyo) bisa lepas (onslag) dan bebas. Kalau kita konsisten secara hukum, harusnya klien saya ini bisa onslag. Karena aset tanah itu kan sudah dibeli oleh PPSJ,” tandasnya. (Murgap)