Tris Hariyanto SH MH
Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menggelar acara sidang Perdata Khusus perkara Hak Kekayaan Intelektual (HKI) tentang Merek LB Skin Co by Anastasia Adinda dengan Nomor perkara 96/Pdt.Sus-HKI/Merek/2023/PN Niaga Jkt.Pst dengan penggugat PT Labelle Global Utama dan pihak tergugat yakni PT Estetindo Global Indonesia dan PT Beliv Indonesia Grup di ruang Oemar Seno Aji 2, Pengadilan Niaga pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Rabu (21/02/2024).
Agenda sidang hari ini adalah mendengarkan tanggapan dari pihak tergugat terkait keberatan atau tidak dan pihak penggugat mengajukan saksi di hadapan majelis hakim. Kuasa Hukum PT Labelle Global Utama, Tris Hariyanto SH MH mengatakan, kliennya pemilik klinik kecantikan dan mempunyai merek LB Skin Co by Anastasia Adinda dan mereknya dipakai oleh owner klinik kecantikan lain.
“Jadi diketahuinya sejak tahun 2023. Kita baru masukan gugatan ke Pengadilan Niaga pada PN Jakpus pada tahun 2023. Pihak penggugat adalah dari klien kami dan pihak tergugatnya ada 2 orang,” ujar Tris Hariyanto SH MH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui di sela-sela acara sidang ini.
Dikatakannya, kerugian materi dan imateri belum bisa memberitahukan secara konkret karena yang namanya merek itu Hak Cipta dan kliennya sudah mendaftarkan dan ada Undang-Undang (UU) Merek yang melindungi. “Kalau bicara soal kerugian ada. Baik kerugian materi dan imateri karena ketika mengajukan merek itu kan tidak mungkin gratis. Tentunya menyita waktu dan pikiran. Tentunya juga ada biaya,” terang Tris Hariyanto SH MH dari kantor Tris Hariyanto and Partner ini.
“Sidang dari awal, pihak yang datang ke persidangan adalah partner saya yang datang dan ikut sidang. Tapi saya lihat sidang perkara ini sangat lucu. Jadi saya hanya menduga lah adanya ketidakprofesionalan, dan berat sebelah,” paparnya.
Dijelaskannya, kliennya sebagai pihak penggugat yang seharusnya sidang ini adalah acara berbagai pihak tapi yang namanya berperkara bersidang itu ada tahapan-tahapannya dan menjadi kewajiban bagi majelis hakim untuk memimpin jalannya sidang. “Ada yang namanya memasukan gugatan, dan ada jawaban tergugat. Ada replik dan duplik dan ada pembuktian dari pihak penggugat dan tergugat. Setiap pihak punya hak untuk menghadirkan saksi,” terangnya.
“Cuma lucunya kemarin itu, klien kami ini antara Desember 2023 atau Januari 2024, agenda sidangnya bukti dari pihak tergugat. Pihak penggugat berbenturan dengan kegiatan yang lain. Jadi ada 4 (empat) kegiatan yang berbenturan. Ada pemeriksaan di kepolisian, ada sidang PN Bekasi tepatnya di Cikarang, yang tadinya jadwal sidang di PN Jakpus pada hari Selasa dipindah jadi hari Rabu. Maka berbenturan. Jadi kami tidak bisa hadir,” sesalnya.
“Sebagai bentuk kooperatif kami, memberitahukan kepada pihak panitera karena pihaknya tidak bisa hadir dan kami mengikuti jadwal sidang selanjutnya. Seharusnya kalau misalkan yang tadinya agenda sidangnya pembuktian dari para tergugat, kalaupun kami selaku Kuasa Hukum dari pihak penggugat sekali tidak hadir, tentunya sidang selanjutnya masih masuklah ke agenda pembuktian dari pihak tergugat. Anehnya dan lucunya, pihak penggugat belum menghadirkan saksi, masa di jadwal e-court karena kami tidak hadir langsung ditinggalkan dan terus tiba-tiba masuk ke agenda kesimpulan. Nah, ini lah yang buat kami kesal dan kecewa,” ungkapnya.
Menurutnya, hak pihak penggugat tidak diberikan oleh pihak pengadilan. “Justru malah agenda sidang hari ini, hakim harus minta izin dari pihak tergugat? Kira-kira keberatan gak si penggugat menghadirkan saksi. Jadi lucu seperti sidang dagelan,” katanya.
“Makanya di sini nanti karena saya sekarang ini yang akan masuk sidang di situlah nanti pada saat jalannya sidang, saya akan memberitahukan apa yang menjadi keberatan saya. Namanya saya sebagai Kuasa Hukum dari pihak penggugat dan sebagai seorang advokat kalau sudah melihat kejanggalan seperti sidang perkara klien saya ini menjadi kewajiban saya untuk memberitahukan di muka persidangan,” ucapnya.
Justru, sambungnya, ia menduga adanya ketidakprofesionalan hakim dalam menjalankan persidangan perkara merek milik kliennya. “Intinya, terlepas perkara kliennya yang nanti endingnya (akhirnya) tidak dikabulkan, ditolak atau tidak diterima oleh majelis hakim, tapi jangan terlalu mencolok lah menghilangkan apa yang menjadi haknya untuk menghadirkan saksi,” imbaunya.
“Kalau pengajuan barang bukti (bb) sudah terlewati. Kami sudah memberitahuan pada saat sidang sebelumnya. Kira-kira seperti itu,” jelasnya.
Ia mengatakan, hakim harus netral, obyektif, profesional dan sesuai dengan tahapan persidangan. “Jangan sampai dikurang-kurangi dan sampai dihilang-hilangkan. Meskipun hakim yang memutus perkara tapi jangan terlalu mencolok seperti itu lah,” katanya.
“Walaupun saya sudah bisa menganalisa arah putusan hakim ke mana dan itu yang menjadi dilema kami saat ini,” tuturnya.
Dikatakannya, pihak tergugat dari kalangan pengusaha biasa dan bukan dari kalangan publik figur. “Pihak tergugat sudah ada menggunakan merek milik klien kami selama 1 tahun lebih dan itu pun juga dari klien kami mengetahui sejak klien kami dengan tidak sengaja melihat di media sosial (medsos) di Instagram (IG) dan TikTok milik pihak tergugat. Melihat ada merek LB Skin Co by Anastasia Adinda yang dipakai oleh pihak tergugat, otomatis klien kami mengambil langkah hukum,” terangnya.
“Langkah mediasi tidak ada dilakukan pihak tergugat kepada pihak penggugat,” tandasnya. (Murgap)