Christophorus Harno SH
Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) kembali menggelar acara sidang lanjutan dengan Nomor: 60/Pid.Sus-TPK/2023/PN.Jkt.Pst dengan 3 terdakwa atas kasus dugaan Tipikor pada PT PGAS Solution untuk pembayaran pengadaan dan sewa alat pembuatan sumur geothermal tahun 2018 di ruang Wirjono Projodikoro 1, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Kamis (19/10/2023).
Adapun ketiga terdakwa dalam perkara Tipikor ini adalah Yoga Trihono ST MT selaku Direktur Teknik dan Pengembangan PT PGAS Solution periode 2016 hingga 2019, Yuzat selaku Direktur Utama (Dirut) PT Taruna Aji Kharisma (PT TAK) dan Andrean selaku Dirut PT Adhidaya Nusaprima Tekhnindo (PT ANT). Pada sidang kali ini, agendanya adalah pembacaan Nota Pledoi (Pembelaan) tim Kuasa Hukum dari ketiga terdakwa di hadapan majelis hakim dan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Kuasa Hukum terdakwa Dirut PT TAK Yuzat, Christophorus Harno SH mengatakan, isi Nota Pledoi (Pembelaan) yang dibacakannya, bahwa memang terbukti di dalam suatu persidangan, bahwa terdakwa Dirut PT TAK Yuzat, dalam rangka untuk memenuhi segala kebutuhannya untuk pekerjaan yang diberikan oleh PT Sabang Geothermal Energy (SGE) itu dengan membuat Purchase Order (Pemesanan Barang) atau PO ke PT PGAS Solution.
“Artinya, hal ini berhubungan dengan pengadaan barang dan jasa. PT PGAS Solution menyetujui. Berapa pun itu. Dengan jaminan-jaminan yang telah disepakati,” ujar Christophorus Harno SH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
“Kemudian, PT PGAS Solution, oleh karena PT PGAS Solution harus menunjuk vendor menunjuklah PT ANT. PT ANT merupakan bagian dari kelompok mereka. Kelompok mereka yang sudah diakui oleh mereka. Artinya, kredibilitas PT ANT sudah diketahui oleh PT PGAS Solution untuk pengadaan barang-barang sesuai dengan PO-nya terdakwa Yuzat, baik PO Nomor 6 mengenai Pengadaan Barang maupun PO Nomor 67 mengenai alat-alat yang untuk penyedotan,” ungkap Christophorus Harno SH dari Kantor Law Firm Samin Samiaji yang berlokasi di Kota Tangerang ini.
Dijelaskannya, semua pihak sudah disepakati untuk pembelian barang pengeboran sumur geothermal. “Hakim maupun JPU itu kan menduga, bahwa proyek pengadaan barang untuk pengeboran sumur geothermal fiktif. Ternyata, terbukti ada proyeknya. Dari semua keterangan saksi, baik saksi yang dihadirkan oleh JPU maupun saksi Ad-Charge atau saksi meringankan dari tim Kuasa Hukum terdakwa Yuzat, menyatakan, bahwa barang itu ada. Cuma memang di administrasi sebelumnya,” katanya.
“Dalam hal ini, kesalahan mungkin kalau dianggap kesalahan ya, kesalahan administrasi bukan kesalahan yang sifatnya pidana. Kecuali kalau barang-barang yang di dalam list (daftar) PO itu tidak ada. Baru ini merupakan hal yang fiktif dan baru itu bisa dipidana karena telah melakukan perbuatan melawan hukum (PMH) dan merugikan negara,” jelasnya.
Menurutnya, terkait hal merugikan negara dan tidaknya itu harus berkaitan dengan keuangan negara. “Apakah ini keuangan negara, harus terbukti. Tetapi JPU dari point pertama hingga point terakhir dalam konteks perspektif apa saja, JPU tidak pernah membuktikan, bahwa itu pernah terjadi. Dengan kata lain, bahwa memang ada peristiwa. Ada kejadian hutang piutang dan kejadian, bahwa meminta membeli barang itu ada,” paparnya.
“Meminta membeli barang, kemudian ternyata belum mampu membayar. Tetapi perlu diketahui, bahwa si pemberi barang yaitu PT PGAS Solution juga mengetahui, bahwa si peminta barang juga punya piutang dari PT SGE. Nah, PT PGAS Solution juga sudah tahu, bahwa ada piutang PT TAK dari PT SGE. Mereka sudah tahu semua. Maka, dilakukan sidang Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU),” ucapnya.
Dikatakannya, sidang PKPU ini sudah melakukan suatu penelitian dan melakukan penghitungan terkait berapa jumlah barangnya yang ada di terdakwa Yuzat dan berapa barang yang harus dibayar dan segala macam. “Semuanya sudah jelas. Jumlah PO ada dua. Jadi tidak ada proyek fiktif,” tegasnya.
Menurutnya, dakwaan JPU kalau ada mengatakan, bahwa proyek pengadaan barang untuk pengeboran sumur geothermal ini fiktif, itu ngawur banget. “Tadinya, JPU berpikir proyek ini fiktif tapi sebenarnya tidak fiktif. Kalau saya katakan, gegabah ya kenapa dakwaan JPU mengatakan, proyek pengadaan barang untuk pengeboran sumur geothermal ini fiktif. Karena perkara ini menyangkut kemerdekaan orang lain. Menyangkut harkat hidup orang lain. Nah, kalau JPU gegabah seperti itu dan tidak cukup bukti, kok yang dikatakan proyek tidak fiktif, namun dikatakan fiktif,” pungkasnya.
“Oleh karena anggapan itu, orang bisa masuk penjara. Kasihan kan. Kasihan anak istrinya dan familinya. Artinya, JPU tidak bisa membuktikan atas dakwaannya. Nah, karena JPU tidak bisa membuktikan dakwaannya hanya bertumpu dan berlandaskan kepada dakwaannya saja, JPU membuat tuntutan,” ungkapnya.
Dikatakannya, semua keterangan saksi yang dihadirkan di muka persidangan mengatakan, semua barang ada dan barang yang dibeli ada dan untuk wujud perbuatannya ada. “Ada semuanya. Masalah belum bisa membayar itu kan menjadi piutang perusahaan. Jadi perkara ini adalah peristiwa perdata. Iya memang peristiwanya ada dan kejadiannya ada serta para pihaknya ada dan peristiwa ini bukan peristiwa pidana tetapi peristiwa perdata. Itu jelas sekali,” tuturnya.
Ia mengharapkan majelis hakim melihat kondisi perkara ini. “Saya berharap majelis hakim mau bicara tentang kebenaran. Jangan bicara tentang suudzon (berprasangka tidak baik) dan jangan bicara tentang suatu hal yang skeptis, bahwa orang itu ketika diajukan ke pengadilan pasti salah,” ujarnya.
Agenda sidang selanjutnya akan digelar pada Kamis (02/11/2023) dengan pembacaan putusan final atau vonis yang dibacakan oleh majelis hakim kepada ketiga terdakwa. “Saya berharap majelis hakim tidak memutus perkara ini di luar pengadilan. Hakim harus memutus perkara ini berdasarkan keterangan saksi yang ada. Dalam arti, semua saksi dalam keterangannya di muka persidangan menerangkan tentang kebenaran. Memang perkara ini peristiwa perdata,” tandasnya. (Murgap)