Terdakwa Dirjen Anggaran Kemenkeu RI Isa Rachmatarwata Tegaskan Dirinya Tidak Pernah Dapatkan Keuntungan Apapun Dari Perusahaan Reasuransi Maupun PT AJS
Terdakwa Dirjen Anggaran Kemenkeu RI Isa Rachmatarwata saat memberikan keterangan di hadapan majelis hakim, jaksa dan tim Kuasa Hukum terdakwa Dirjen Anggaran Kemenkeu RI Isa Rachmatarwata di ruang Wirjono Projodikoro 2, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Jum’at (12/12/2025). (Foto : Murgap Harahap)
Jakarta, Madia Line.Com – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menggelar acara sidang lanjutan perkara dugaan Tipikor perkara kasus pengelolaan keuangan dan investasi PT Asuransi Jiwasraya Securitas (PT AJS) Persero dengan terdakwa Isa Rachmatarwata selaku mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Anggaran Kementerian Keuangan Republik Indonesia (Kemenkeu RI), di ruang Wirjono Projodikoro 2, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Jum’at (12/12/2025).
Sidang yang dipimpin oleh Hakim Ketua Sunoto ini, agenda sidang hari ini adalah pemeriksaan terdakwa Dirjen Anggaran Kemenkeu RI Isa Rachmatarwata untuk memberikan keterangan di hadapan majelis hakim, jaksa dan tim Kuasa Hukum terdakwa. Terdakwa Dirjen Anggaran Kemenkeu RI Isa Rachmatarwata menegaskan, bahwa dirinya tidak pernah mendapatkan keuntungan apapun dari perusahaan reasransi maupun PT AJS.
Terdakwa Isa mengatakan, dirinya mempunyai tanggungan seorang istri dan seorang ayah. Dia mengaku pensiun jadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) sejak tahun 2004.
Kuasa Hukum terdakwa Dirjen Anggaran Kemenkeu RI Isa Rachmatarwata bertanya apakah terdakwa Isa selaku Aktuaris juga, terdakwa Isa menjawab sebagai Ahli Aktuaris Indonesia. Ketika kembali ditanya oleh tim Kuasa Hukumnya tentang solvabilitas, terdakwa Isa menjawab solvabilitas adalah kemampuan perusahaan asuransi untuk memenuhi kewajiban jangka panjang dan jangka pendek di perusahaan juga termasuk aset.
“Kewajibannya berupa aset- aset,*.kata Isa.
Ketika ditanya siapa pihak yang kompeten menilai soal solvabilitas suatu perusahaan asuransi, terdakwa Isa menjawab pihak tertinggi yang kompeten menilai solvabilitas adalah Menteri Keuangan (Menkeu) Ri. “Solvabilitas perusahaan yang mengetahui adalah perusshaan asuransi.
Pemerintah RI mengecek, menghitung dan produk yang diperkenalkan sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Pasal 6 Ayat 1 tentang Solvabilitas,” ungkapnya.
Ia menjelaskan, PT AJS memberikan laporan bulanan dan tahunan. Ketika ditanya kenapa tidak memakai Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk menilai solvabilitas suatu perusahaan asuransi, terdakwa Isa menjawab siapa pun pihak yang menilai solvabilitas suatu perusahaan asuransi informasi akan pihaknya manfaatkan dan mengkonfirmasi kepada pihak manajemen perusahaan asuransi.
“Kalau tidak ada yang benar laporan suatu perusahaan asuransi akan kami evaluasi perusahaan asuransi tersebut,” tegasnya.
Ketika ditanya Kuasa Hukumnya terkait perusahaan reasuransi dan setelah PT AJS melaporkan laporan keuangan pada tahun 2009, apakah dari tim terdakwa Isa ada concern (perhatian) terkait penggunaan akun-akun perusahaan reasuransi tersebut, terdakwa Isa menjawab tidak ada lagi karena laporan audit itu terkait reasuransi. “Tidak ada secara concern soal reasuransi,” paparnya.
Ketika ditanya Kuasa Hukumnya lagi soal kerugian negara, apakah terdakwa Isa terlibat dalam proses penetapan premi asuransi atau perusahaan reasuransi, terdakwa Isa menjawab dengan tegas tidak. Ketika ditanya kembali oleh tim Kuasa Hukumnya, sejauhmana terdakwa Isa mengenal sosok Rudolfo dalam perkara ini secara pribadi, terdakwa Isa menjawab kenal sosok Rudolfo secara profesional saja tidak secara pribadi.
Ketika ditanya oleh tim Kuasa Hukumnya, apakah terdakwa Isa menerima uang suap atau gratifikasi dari perusahaan asuransi maupun perusahaan reasuransi, terdakwa Isa menjawab tidak. Hakim ketua meminta ketegasan dari terdakwa Isa soal dana PT AJS terkait nama Hari Prasetyo dan konsultan World Bank, terdakwa Isa menjawab hanya mengenal sosok Rudolfo dan tidak kenal yang lain.
Ketika hakim ketua bertanya kembali kepada terdakwa Isa, siapa yang menginisiasi perusahaan asuransi PT AJS, terdakwa Isa menjawab dari direksi. Hakim bertanya terkait perkara ini soal audit Kejaksaan Agung (Kejagung) RI kepada PT AJS insolven (tidak baik-baik saja) -58, permasalahan insolven dapat teratasi melewati reasuransi melalui solvabilitas katagori sehat, hasil laporan berdasarkan laporan, terdakwa Isa menjawab posisi laporan PT AJS membaik karena berdasarkan laporan pada triwulan ke-4 (empat) PT AJS. “Bukti yang jelas, bahwa laporan keuangan tahun 2009, 2010 dan 2011, yang diserahkan ke jaksa tentang laporan keuangan dari perusahaan reasuransi,” terangnya.
Hakim bertanya perusahaan reasuransi memberi progres membaik kah, terdakwa Isa menjawab memberikan efek baik. Hakim bertanya soal perusahaan reasuransi dengan menjual produk baru yang diatur di Pasal 21 Keputusan Menteri Keuangan (KMK) 22, terdakwa Isa menjawab dengan tegas produk baru perusahaan reasuransi tidak diatur dalam KMK 22 tapi diatur dalam Pasal 21 dan 22 dan tidak ada peraturan ketentuan perusahaan asuransi itu harus ada persetujuan produk yang diatur dalam Pasal 22.
“Pelaporan produk baru diatur dalam Pasal 145 perusahaan asuransi harus melapor kepada regulator. Pasal 6 menyebutkan, perusahaan asuransi dilarang memasarkan produk baru kalau perusahaan asuransi itu insolven. Pasal 6 itu bukan jadi syarat pelaporan saja,” paparnya.
Menurunnya, perusahaan asuransi insolven tidak boleh memasarkan produk. Hakim ketua bertanya kembali kepada terdakwa Isa, soal pencatatan produk baru dan pemasaran produk menjadi tangung jawab siapa, terdakwa Isa menjawab termasuk dalam pengawasan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI.
Hakim ketua bertanya lagi kepada terdakwa Isa, bahwa dalam dakwaan jaksa disebut terdakwa Isa telah merugikan keuangan negara sebesar Rp90 miliar, namun dalam laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI reasuransi mampu solvabilitas ketika terdakwa Isa memberikan persetujuan exchange Rp90 miliar itu biaya jasa atau bukan karena merugikan keuangan negara Rp90 miliar, terdakwa Isa menjawab ketika melihat laporan Kejagung RI memberi nilai 0 pada perusahaan reasuransi, ia tidak yakin karena memberi nilai manfaat tapi nol, biaya yang dikeluarkan Rp90 miliar tapi memberi nilai nol untuk manfaat. “Harapannya dengan nilai Rp90 miliar, PT AJS bisa mengalihkan hutang sekian triliun rupiah atau 80% sesuai perjanjian reasuransi,” tuturnya.
“Akibat dari pengalihan itu, PT AJS bisa membuat laporan keuangan sah secara akuntansi dan mencatat laba miliaran rupiah karena ada yang menerima resiko atau menggaransi,” katanya.
Ia mengatakan, Kantor Akuntan Publik (KAP) dan BPK RI sudah mengaudit bahwa PT AJS untung dan hasil audit tersebut juga sudah diumumkan di koran. Hakim bertanya lagi kepada terdakwa Isa, apakah laporan keuangan PT AJS positif, terdakwa Isa menjawab laporan PT AJS menjadi sah dan itu solven (baik-baik saja), sehingga PT AJS bisa menjual produk barunya.
“Akhirnya, PT AJS menerima revenue (pengembalian) premi,” urainya.
Hakim bertanya berapa orang yang menjadi terpidana pada perkara PT AJS, terdakwa Isa menjawab ada 3 (tiga) orang terpidana dalam perkara PT AJS di antaranya Syahnirwan dan Benny Tjokro. Hakim menanyakan ketika mereka diproses hukum, apakah terdakwa Isa pernah dipanggil menjadi saksi, terdakwa Isa menjawab tidak pernah.
“Saya dipanggil oleh jaksa pada 7 Februari 2025 saat diperiksa. Saat itu saya masih menjadi Dirjen Anggaran Kemenkeu RI. Namun, pada tanggal tersebut juga saya diberhentikan karena usia saya sudah di atas 57 tahun. Saya sudah pensiun. Saya sempat pulang ke Jombang pada tahun 2024,” terangnya.
Majelis hakim bertanya kepada terdakwa Isa, soal pencatatan produk ketika puncaknya di tahun 2018 dari tahun 2008, dari catatan terdakwa Isa bagaimana, terdakwa Isa menjawab tidak ingat. Hakim kembali bertanya apakah terdakwa Isa punya kewenangan tentang pencatatan produk asuransi, terdakwa Isa menjawab akan dicatat.
Ketika ditanya oleh hakim kepada terdakwa Isa, soal laporan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait menjual produk baru, terdakwa Isa menjawab ada beberapa produk yang diterbitkan oleh PT AJS pada tahun 2012 dan usahanya masih jalan. Hakim kembali bertanya kepada terdakwa Isa, terkait pengajuan perusahaan reasuransi, terdakwa Isa menjawab bukan dirinya yang mengajukan.
“Kalau reasuransi tidak dilakukan, maka laporan triwulan keempat mereka tidak akan ada reasuransi,” jelasnya.
Ketika hakim bertanya lagi kepada terdakwa Isa, dengan kondisi PT AJS insolven kenapa tidak dihentikan saja, terdakwa Isa menjawab bicara insolven harus dilihat secara utuh. “PT Jiwasraya itu asetnya banyak sekali, ada dalam bentuk property yang jumlahnya banyak sekali. Cuma property itu tidak dikelola dengan baik. Banyak aset PT Jiwasraya saat ini itu nasih ada produk PT Jiwasraya yang masih dikuasai oleh pihak lain,” ucapnya.
“Kalau hal ini bisa diselesaikan, maka PT Jiwasraya akan naik nilai asetnya. Kenaikan itu lah yang sah,” ungkapnya.
Hakim bertanya kembali soal penilaian aset sampai peningkatan kekayaan PT AJS mencapai Rp6 triliun, realisasi tidak dilakukan, terdakwa Isa menjawab nilai kekayaan itu bukan semu. “Cuma effort (dukungan) realisasi lebih besar daripada menyewa jasa penilaian publik karena kalau menurut jasa penilaian publik, tidak akan naik aset PT AJS dalam penilaiannya,” tandasnya. (Murgap)
