Kuasa Hukum Terdakwa Dirut PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Ira Puspa Dewi dkk, Dr Soesilo Aribowo SH MH Nilai Banyak Uraian Penuntut Umum di Dalam Surat Tuntutan Tidak Sesuai Fakta di Persidangan

Terdakwa Dirut PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Ira Puspa Dewi dkk saat mendengarkan tuntutan jaksa kepada para terdakwa di ruang Prof Dr Kusumah Atmadja SH MH, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Kamis (30/10/2025). (Foto : Murgap Harahap)
Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menggelar acara sidang lanjutan perkara dugaan Tipikor dengan 3 (tiga) terdakwa petinggi PT Angkutan Sungai Darat dan Penyeberangan (ASDP) Indonesia Ferry (Persero) yang didakwa merugikan negara Rp1,25 triliun dalam kasus dugaan korupsi akuisisi saham PT Jembatan Nusantara (PT JN) pada 2019 hingga 2022 di ruang Prof Dr Kusumah Atmadja SH MH, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Kamis (30/10/2025).
Dalam dakwaannya, Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan, kapal yang diakuisisi para terdakwa sudah tua dan tidak layak karena dalam kondisi karam. Sidang dakwaan digelar di Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, beberapa waktu lalu.
Para terdakwa dalam kasus ini adalah Direktur Utama (Dirut) PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Ira Puspa Dewi, mantan Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Yusuf Hadi, serta mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Harry Muhammad Adhi Caksono. “Yang merugikan keuangan negara sebesar Rp1.253.431.651.169 berdasarkan laporan penghitungan kerugian keuangan negara LHA-AF-08-DNA-05-2025 tanggal 28 Mei 2025,” ujar jaksa KPK Wahyu Dwi Oktavianto saat membacakan surat dakwaan.
Jaksa mengatakan, perbuatan ini dilakukan Ira Puspa Dewi dan kawan-kawan (dkk) bersama Adjie selaku Beneficial Owner PT JN. Para terdakwa didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Juncto (Jo) Pasal 18 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Jaksa mengatakan, perkara ini bermula dari skema kerja sama usaha (KSU) antara PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) dan PT JN pada 2019. Skema KSU itu berubah dalam proses akuisisi pembelian saham PT JN.
Para terdakwa melakukan 2 (dua) keputusan direksi yang bertujuan untuk mempermudah pelaksanaan KSU dengan PT JN. Jaksa mengatakan, para terdakwa juga menambahkan ketentuan pengecualian persyaratan KSU serta melakukan perjanjian KSU pengoperasian kapal antara PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) dan PT JN sebelum adanya persetujuan Dewan Komisaris.
“Juga tidak mempertimbangkan resiko pelaksanaan KSU dengan PT JN yang disusun Vice President (VP), Manajemen Resiko dan Quality Assurance (QA),” ujar jaksa.
Jaksa mengatakan, para terdakwa menyampaikan substansi izin pelaksanaan KSU dengan PT JN ke Dewan Komisaris PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) tapi ternyata substansi izin berbeda dengan yang disampaikan ke Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) saat itu. Para terdakwa juga disebut tidak mempertimbangkan usia kapal milik PT JN dalam menentukan opsi skema transaksi jual beli.
Jaksa menyebut, para terdakwa melakukan pengondisian penilaian sebanyak 53 (lima puluh tiga) unit kapal PT JN oleh Kantor Jasa Penilai Publik Mutaqin Bambang Purwanto Rozak Uswatun dan rekan (KJPP MBPRU). Para terdakwa juga disebut telah mengabaikan hasil uji tuntas teknik engineering (due diligence) PT Biro Klasifikasi Indonesia (PT BKI) dalam proses akuisisi terkait untuk tidak mengakuisisi 9 (sembilan) kapal PT JN yang kondisinya tidak layak.
“Bahwa berdasarkan laporan uji tuntas engineering (due diligence) PT BKI menyebut, terdapat 2 (dua) unit kapal yang belum siap beroperasi yaitu Kapal Motor Penyeberangan (KMP) Marisan Nusantara karena dari status, kelas, dan sertifikat perhubungan lainnya telah tidak berlaku dan KMP Jembatan Musi II karena kapal saat inspeksi dalam kondisi karam,” ujar jaksa.
Jaksa mengatakan, para terdakwa melakukan penundaan docking rutin tahunan 12 (dua belas) kapal milik PT JN dengan tujuan untuk mengalihkan beban pemeliharaan rutin terjadwal tahun 2021 kepada PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) sebagai pemilik baru PT JN. Jaksa menambahkan, para terdakwa mengondisikan valuasi perusahaan PT JN oleh KJPP Suwendho Rinaldy dan Rekan (KJPP SRR) berdasarkan penilaian KJPP MBPRU tanpa verifikasi dan review ulang serta memilih menggunakan Discount of Lack Marketability (DLOM) yang lebih rendah 20% kepada opsi DLOM 30% yang diusulkan KJPP SRR.
Jaksa mengatakan, perbuatan para terdakwa telah memperkaya Adjie selaku Beneficial Owner PT JN sebesar Rp1,25 triliun. Jaksa menerangkan, nilai ini menjadi kerugian keuangan negara yang terdiri dari tiga komponen yaitu dari nilai pembayaran atas akuisisi saham PT JN sebesar Rp892 miliar; pembayaran 11 (sebelas) kapal afiliasi PT JN sebesar Rp380 miliar; serta dari nilai bersih yang dibayar PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) kepada Adjie, PT JN, dan perusahaan afiliasi sebesar Rp1,272 triliun.
“Perbuatan terdakwa Ira Puspa Dewi, terdakwa Muhammad Yusuf Hadi, terdakwa Harry Muhammad Adhi Caksono telah memperkaya Adjie selaku pemilik atau penerima manfaat PT JN Group sebesar Rp1.253.431.651.169,” ujar jaksa
Agenda sidang hari ini, pembacaan tuntutan oleh jaksa untuk ketiga terdakwa di hadapan majelis hakim dan tim Kuasa Hukum terdakwa. Dirut PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Ira Puspa Dewi dituntut 8,5 tahun penjara.
Jaksa meyakini terdakwa Ira bersalah melakukan korupsi secara bersama-sama dalam kasus tersebut. “Menyatakan terdakwa Ira terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tipikor secara bersama-sama sebagaimana diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sebagaimana dakwaan pertama,” kata jaksa saat membacakan tuntutan di Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Kamis (30/10/2025).
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Ira dengan pidana penjara selama 8 tahun dan 6 bulan,” imbuh jaksa.
Jaksa juga menuntut Ira membayar denda Rp500 juta. Jika denda tidak dibayar, diganti dengan pidana 4 bulan kurungan.
“Menghukum terdakwa Ira membayar denda sebesar Rp500 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 4 bulan,” ujar jaksa.
Dalam sidang ini, jaksa juga membacakan tuntutan untuk 2 (dua) terdakwa lainnya. Mereka ialah mantan Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Yusuf Hadi, serta mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Harry Muhammad Adhi Caksono.
Terdakwa Yusuf Hadi dituntut 8 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 4 bulan kurungan. Terdakwa Harry Muhammad Adhi Caksono dituntut 8 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 4 bulan kurungan.
Kuasa Hukum terdakwa Dirut PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Ira Puspa Dewi dkk, Dr Soesilo Aribowo SH MH mengatakan, tuntutan jaksa dibacakan sebanyak 2.000 halaman. “Memang kami selaku Kuasa Hukum terdakwa Ira Puspa Dewi dkk sedih dan kecewa. Kenapa? Pertama, banyak uraian yang disampaikan oleh Penuntut Umum di dalam surat tuntutan itu tidak sesuai dengan fakta-fakta yang ada di persidangan. Diambilkan dari Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Sementara, kita tahu sendiri, bahwa penyampaian atau keterangan yang berlaku yang di dalam persidangan. Tapi banyak keterangan yang tidak diambil di dalam persidangan itu kebanyakan yang ada di dalam BAP. Kalau BAP lurus dengan surat dakwaan. Berarti surat dakwaan lurus juga dengan surat tuntutan,” ujar Dr Soesilo Aribowo SH MH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
“Kemudian, menjadi pertanyaan besar saya, fakta dari persidangan apa? Kedua, tadi juga sudah kita dengar bersama-sama ada kalimat berbelit-belit. Sama sekali sebenarnya, tiga direksi PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) ini tidak pernah akan mempersulit persidangan karena justru mereka ingin menegakan, bahwa apa yang dilakukan itu adalah benar. Jadi sangat tipis mengatakan berbelit-belit dengan jaksa tidak bisa membuktikan. Jadi seharusnya tidak dulu berbicara berbelit-belit kalau itu sesuai dengan fakta-fakta persidangan,” ungkap Dr Soesilo Aribowo SH MH dari Kantor Hukum Soesilo Aribowo (KHSA) yang beralamat di Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan (Jaksel) ini
Ketiga, sambungnya, tuntutan pidana supaya hakim menjatuhkan hukuman 8 tahun penjara, cukup berat. “Karena delapan tahun hukuman kurungan penjara itu kalau mereka itu mendapatkan uang dari apa yang dibuat ini, kita juga tidak bisa maklumi. Tapi kalau ini karena mereka sama sekali tidak ada interest (tidak ada kepentingan) dan niat jahat (mensrea) untuk melakukan akuisisi itu dan tidak mendapat satu rupiahpun dengan tuntutan 8 tahun, saya kira tidak bijaksana dan tidak adil. Itu saya kira yang penting,” paparnya.
“Kita akan melakukan pledoi atau pembelaan pekan depan,” tegasnya
Terkait amicus curae, imbuhnya, tadi sudah disampaikan dan bareng dengan pembacaan pembelaan. “Mudah-mudahan itu menjadi pertimbangan yang baik,” harapnya.
Ia menjelaskan, nilai-nilai dari kapal itu, ini semua menggunakan fakta-fakta atau bahkan BAP sebenarnya mereka itu tidak punya kewenangan. “Pledoi kami nanti akan membabat semua mengenai 10 (sepuluh) perbuatan melawan hukum (PMH) yang dituduhkan oleh Penuntut Umum, itu yang pertama. Kedua, soal kerugian negara. Kita tidak melihat adanya kerugian negara dalam perkara ini. Paling tidak begini loh kalau dipikir, kalau kita mengeluarkan uang kurang lebih Rp1,272 triliun oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) dibayar. Kemudian, dituduhkan ada kerugian negara Rp1,253 triliun. Sementara, saham dan perusahaan itu sekarang digunakan oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) dan menguntungkan serta menghasilkan uang. Berarti kalau Rp1,272 dikurangi Rp1,253 cuma Rp19 miliar nilainya. Kira-kira kalau ada perusahaan sebesar itu dijual Rp19 miliar, saya kira seribu orang juga akan beli. Jadi satu hal yang tidak logis saya kira di dalam tuntutan jaksa ditemukan seperti itu,” ungkapnya.
Ia mengharapkan dalam pledoinya nanti akan menyampaikan fakta-fakta persidangan termasuk sepuluh PMH itu akan dibantah. (Murgap)
