Kuasa Hukum Terdakwa Dirut PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Ira Puspa Dewi dkk, Dr Soesilo Aribowo SH MH Jelaskan Dilakukan BPK RI Terhadap PT ASDP Adalah Audit Kepatuhan

Dr Soesilo Aribowo SH MH

Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menggelar acara sidang lanjutan perkara dugaan Tipikor dengan 3 (tiga) terdakwa petinggi PT Angkutan Sungai Darat dan Penyeberangan (ASDP) Indonesia Ferry (Persero) yang didakwa merugikan negara Rp1,25 triliun dalam kasus dugaan korupsi akuisisi saham PT Jembatan Nusantara (PT JN) pada 2019 hingga 2022, di ruang Prof Dr Kusumah Atmadja SH MH, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Selasa (21/10/2025).

Dalam dakwaannya, Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan, kapal yang diakuisisi para terdakwa sudah tua dan tidak layak karena dalam kondisi karam. Sidang dakwaan digelar di Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, beberapa waktu lalu.

Para terdakwa dalam kasus ini adalah Direktur Utama (Dirut) PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Ira Puspa Dewi, mantan Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Yusuf Hadi, serta mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Harry Muhammad Adhi Caksono. “Yang merugikan keuangan negara sebesar Rp1.253.431.651.169 berdasarkan laporan penghitungan kerugian keuangan negara LHA-AF-08-DNA-05-2025 tanggal 28 Mei 2025,” ujar jaksa KPK Wahyu Dwi Oktavianto saat membacakan surat dakwaan.

Jaksa mengatakan, perbuatan ini dilakukan Ira Puspa Dewi dan kawan-kawan (dkk) bersama Adjie selaku Beneficial Owner PT JN. Para terdakwa didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 juncto (Jo) Pasal 18 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Jaksa mengatakan, perkara ini bermula dari skema kerja sama usaha (KSU) antara PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) dan PT JN pada 2019. Skema KSU itu berubah dalam proses akuisisi pembelian saham PT JN.

Para terdakwa melakukan 2 (dua) keputusan direksi yang bertujuan untuk mempermudah pelaksanaan KSU dengan PT JN. Jaksa mengatakan, para terdakwa juga menambahkan ketentuan pengecualian persyaratan KSU serta melakukan perjanjian KSU pengoperasian kapal antara PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) dan PT JN sebelum adanya persetujuan Dewan Komisaris.

“Juga tidak mempertimbangkan resiko pelaksanaan KSU dengan PT JN yang disusun Vice President (VP), Manajemen Resiko dan Quality Assurance (QA),” ujar jaksa.

Jaksa mengatakan, para terdakwa menyampaikan substansi izin pelaksanaan KSU dengan PT JN ke Dewan Komisaris PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) tapi ternyata substansi izin berbeda dengan yang disampaikan ke Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) saat itu. Para terdakwa juga disebut tidak mempertimbangkan usia kapal milik PT JN dalam menentukan opsi skema transaksi jual beli.

Jaksa menyebut, para terdakwa melakukan pengondisian penilaian sebanyak 53 (lima puluh tiga) unit kapal PT JN oleh Kantor Jasa Penilai Publik Mutaqin Bambang Purwanto Rozak Uswatun dan rekan (KJPP MBPRU). Para terdakwa juga disebut telah mengabaikan hasil uji tuntas teknik engineering (due diligence) PT Biro Klasifikasi Indonesia (PT BKI) dalam proses akuisisi terkait untuk tidak mengakuisisi 9 (sembilan) kapal PT JN yang kondisinya tidak layak.

“Bahwa berdasarkan laporan uji tuntas engineering (due diligence) PT BKI menyebut, terdapat 2 (dua) unit kapal yang belum siap beroperasi yaitu Kapal Motor Penyeberangan (KMP) Marisan Nusantara karena dari status, kelas, dan sertifikat perhubungan lainnya telah tidak berlaku dan KMP Jembatan Musi II karena kapal saat inspeksi dalam kondisi karam,” ujar jaksa.

Jaksa mengatakan, para terdakwa melakukan penundaan docking rutin tahunan 12 (dua belas) kapal milik PT JN dengan tujuan untuk mengalihkan beban pemeliharaan rutin terjadwal tahun 2021 kepada PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) sebagai pemilik baru PT JN. Jaksa menambahkan, para terdakwa mengondisikan valuasi perusahaan PT JN oleh KJPP Suwendho Rinaldy dan Rekan (KJPP SRR) berdasarkan penilaian KJPP MBPRU tanpa verifikasi dan review ulang serta memilih menggunakan Discount of Lack Marketability (DLOM) yang lebih rendah 20% kepada opsi DLOM 30% yang diusulkan KJPP SRR.

Jaksa mengatakan, perbuatan para terdakwa telah memperkaya Adjie selaku Beneficial Owner PT JN sebesar Rp1,25 triliun. Jaksa menerangkan, nilai ini menjadi kerugian keuangan negara yang terdiri dari tiga komponen yaitu dari nilai pembayaran atas akuisisi saham PT JN sebesar Rp892 miliar; pembayaran 11 (sebelas) kapal afiliasi PT JN sebesar Rp380 miliar; serta dari nilai bersih yang dibayar PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) kepada Adjie, PT JN, dan perusahaan afiliasi sebesar Rp1,272 triliun.

“Perbuatan terdakwa Ira Puspa Dewi, terdakwa Muhammad Yusuf Hadi, terdakwa Harry Muhammad Adhi Caksono telah memperkaya Adjie selaku pemilik atau penerima manfaat PT JN Group sebesar Rp1.253.431.651.169,” ujar jaksa

Agenda sidang hari ini, hadirkan 2 (dua) Ahli dari Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) yang dihadirkan oleh Majelis Hakim yakni Dian Kartikasari Widyaningrum, dan Ahli Laporan Pemeriksaan dan Kepatuhan Pengelolaan Kegiatan Investasi, dan Teguh Siswanto selaku Ahli Metodologi Penghitungan Kerugian Negara untuk memberikan keterangan di hadapan majelis hakim, jaksa dan tim Kuasa Hukum terdakwa. Ahli Dian Kartikasari menjelaskan, bahwa pemeriksaan yang dilakukan BPK RI terhadap PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) merupakan audit kepatuhan pengelolaan investasi tahun buku 2022, yang tujuannya adalah menguji kesesuaian pengelolaan investasi dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Ia menegaskan, audit tersebut bukan merupakan audit perhitungan kerugian negara, melainkan untuk menilai kepatuhan administratif dan operasional. .Dari hasil audit tersebut, BPK RI menemukan dua temuan utama, pertama, perjanjian pengambilalihan saham bersyarat terkait KMP Marisan Nusantara belum sepenuhnya melindungi kepentingan PT ASDP Indonesia Ferry (Persero karena keterlambatan perbaikan kapal.

Kedua, 2 (dua) kapal hasil akuisisi, KMP Marisan Nusantara dan KMP Mahkota Nusantara, belum dapat beroperasi sesuai jadwal yang telah ditetapkan. Keterlambatan tersebut menyebabkan potensi kehilangan pendapatan (opportunity loss) dengan nilai mencapai Rp4,8 miliar.

Rinciannya, opportunity loss dari dua kapal sebesar Rp1,3 miliar, sedangkan biaya perbaikan yang belum diganti oleh manajemen PT JN lama mencapai Rp3,49 miliar. Berdasarkan laporan pemantauan hingga semester I tahun 2024, tindak lanjut atas rekomendasi audit kepatuhan PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) baru mencapai 91,6%, dengan sebagian masih berstatus belum sesuai.

Ahli BPK RI Teguh Siswanto menjelaskan, secara rinci metodologi penghitungan kerugian negara. Ia menyebutkan, untuk menghitung kerugian negara secara resmi harus ada permintaan tertulis dari aparat penegak hukum (APH), seperti KPK, Polisi Republik Indonesia (Polri) atau Kejaksaan Agung (Kejagung) RI. Tanpa adanya permintaan tersebut, BPK RI tidak berwenang melakukan perhitungan kerugian negara.

Ia menambahkan, proses penghitungan dilakukan melalui tahapan perencanaan, pelaksanaan, pengujian bukti, hingga penyusunan laporan hasil pemeriksaan investigatif. Hasil akhir harus menunjukkan adanya penyimpangan yang menimbulkan kerugian negara yang nyata dan pasti, bukan sekadar potensi kehilangan pendapatan.

Kuasa Hukum terdakwa Dirut PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Ira Puspa Dewi, mantan Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Yusuf Hadi, serta mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Harry Muhammad Adhi Caksono, Dr Soesilo Aribowo SH MH menilai masih ada inkonsistensi dalam pemahaman mengenai kewenangan BPK RI dan penegasan makna kerugian negara.“Saya sayangkan, Ahli dari BPK RI tidak memahami Putusan Mahkamah Konstitusi (MK), yang jelas menyatakan, bahwa hanya BPK RI yang berwenang mendeklarasikan adanya kerugian negara. Yang lain boleh menghitung, tapi yang menyatakan atau mendeklarasikan tetap BPK RI,” ujar Dr Soesilo Aribowo SH MH kepada wartawan saat jumpa pers usai acara sidang ini.

“Melihat fakta persidangan hari ini, unsur kerugian negara tidak terpenuhi secara hukum, sehingga dakwaan jaksa KPK terhadap terdakwa Ira Puspa Dewi, Yusuf Hadi dan Harry Muhammad Adhi Caksono menjadi tidak berdasar. Fakta bahwa selama penyidikan tidak pernah ada surat permintaan resmi dari KPK kepada BPK RI untuk melakukan audit penghitungan kerugian negara dalam kasus ini,” ungkap Dr Soesilo Aribowo SH MH dari Kantor Hukum Soesilo Aribowo (KHSA) yang beralamat di Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan (Jaksel) ini.

Tadi terungkap dalam persidangan, sambungnya, KPK tidak pernah bersurat ke BPK RI untuk meminta audit kerugian negara. “Jadi, BPK RI tidak pernah melakukan audit investigatif atau perhitungan resmi kerugian negara. Artinya, tidak ada dasar hukum yang menyatakan telah terjadi kerugian negara dalam kasus ini,” tegasnya.

Dijelaskannya, temuan audit BPK RI bersifat administratif dan tidak menunjukkan adanya kerugian negara yang nyata dan pasti. “Hasil audit BPK RI justru menunjukkan 91,9% kepatuhan, dan potensi kerugian atau opportunity loss bukan bagian dari perhitungan kerugian negara, yang dilakukan BPK RI terhadap PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) adalah audit kepatuhan, bukan audit perhitungan kerugian negara. Audit kepatuhan itu hanya menilai sejauh mana tata kelola dan administrasi sesuai ketentuan, bukan menghitung kerugian yang nyata,” ungkapnya.

Ia berharap Majelis Hakim dapat mempertimbangkan fakta-fakta ini secara obyektif dalam menilai perkara, selain hal tersebut, fakta itu justru menguatkan pembelaan kliennya dan membuka ruang bagi Majelis Hakim untuk menilai ulang validitas dakwaan jaksa. “Kami percaya Majelis Hakim akan melihat, bahwa perkara ini tidak memenuhi unsur kerugian negara sebagaimana disyaratkan undang-undang. Karena tanpa kerugian negara, tidak bisa disebut korupsi,” terangnya.

“Sidang hari ini menegaskan, perbedaan mendasar antara audit kepatuhan dan audit kerugian negara, serta memperjelas posisi hukum, bahwa tidak ada perhitungan resmi kerugian negara oleh BPK RI dalam kasus PT ASDP Indonesia Ferry (Persero),” tandasnya. (Murgap)

Tags: