Kuasa Hukum Terdakwa Pemilik EO GR Pro GAR, Misfuryadi Basrie SH Terangkan Kliennya Tidak Pernah Bertemu dengan Seseorang Berinisial E Dari Kejati DKI Jakarta
Kuasa Hukum terdakwa Pemilik EO GR Pro GAR, Misfuryadi Basrie SH (pertama dari kiri) foto bersama anggota tim Kuasa Hukumnya Barens Damanik SH, di ruang Wirjono Projodikoro 3, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Kamis (02/10/2025). (Foto : Murgap Harahap)
Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menggelar acara sidang lanjutan perkara terdakwa Pemilik Event Organizer (EO) Gerai Production (GR Pro) Gatot Arif Rahmadi (GAR) yang diduga melakukan penyimpangan kegiatan-kegiatan pada Dinas Kebudayaan (Disbud) Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota (Pemprov DKI) Jakarta yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) bersama 2 (dua) terdakwa lainnya Iwan Henry Wardhana (IHW) dan terdakwa Mohamad Fairza Maulana (MHM) atau akrab disapa Keta senilai Rp36,3 miliar, di ruang Wirjono Projodikoro 3, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Kamis (02/10/2025).
Dalam dakwaan jaksa, terdakwa IHW selaku Kepala Dinas Kebudayaan (Kadisbud) DKI Jakarta periode 2020 hingga 2024, terdakwa MFM selaku Pelaksana tugas (Plt) Kepala Bidang (Kabid) Pemanfaatan, dan terdakwa GAR, diduga bersepakat untuk menggunakan tim EO miliknya dalam kegiatan-kegiatan pada bidang Pemanfaatan Disbud Provinsi DKI Jakarta. Terdakwa MFM dan terdakwa GAR diduga bersepakat untuk menggunakan sanggar-sanggar fiktif dalam pembuatan Surat Pertanggung Jawaban (SPJ) guna pencairan dana kegiatan Pergelaran Seni dan Budaya.
Bahwa perbuatan terdakwa IHW, MFM, dan GAR bertentangan antara lain Undang-Undang (UU) Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), Peraturan Presiden (Perpres) Republik Indonesia (RI) Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Perpres RI Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Kemudian, melanggar Peraturan Daerah (Perda) Provinsi DKI Jakarta Nomor 5 Tahun 2007 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah, Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 8 Tahun 2018 tentang Pedoman Swakelola. Pasal yang didakwakan untuk para terdakwa adalah Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 Juncto (Jo) Pasal 18 ayat (1) UU RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Jaksa meyakini terdakwa IHW menikmati uang korupsi dalam kasus ini sebesar Rp16,2 miliar. Sidang dakwaan IHW digelar di Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Selasa (17/06/2025).
Dua terdakwa lain yang diadili dalam kasus ini adalah MFM selaku Plt Kabid Pemanfaatan sejak 27 Juni 2023 hingga 5 Agustus 2024 dan Kabid Pemanfaatan sejak 5 Agustus 2024 hingga 31 Desember 2024 sekaligus sebagai Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) pada Disbud Kebudayaan DKI Jakarta. Kemudian, terdakwa GAR selaku pemilik EO GR Pro sekaligus pelaksana kegiatan Pergelaran Kesenian Terpilih (PKT), Pergelaran Seni Budaya Berbasis Komunitas (PSBB Komunitas) dan keikutsertaan mobil hias pada event Jakarnaval.
Jaksa mengatakan, terdakwa IHW dan kawan kawan (dkk) diduga merekayasa bukti pertanggung jawaban pengelolaan anggaran yang melebihi dari pengeluaran pada kegiatan PSBB Komunitas, PKT dan Jakarnaval. Dalam dakwaannya, jaksa merincikan aliran uang yang dinikmati para terdakwa dan pihak lain dalam kasus ini adalah pertama, memperkaya terdakwa IHW sebesar Rp16.200.000.000, kedua, memperkaya terdakwa MFM sebesar Rp1.441.500.000.
Ketiga, memperkaya terdakwa GAR sebesar Rp13.520.345.212,6. Keempat, memperkaya saksi Imam Hadi Purnomo sebesar Rp150.000.000.
Kelima, memperkaya Cucu Rita Sary sebesar Rp150.000.000. Keenam, memperkaya Moch Nurdin sebesar Rp300.000.000, ketujuh, memperkaya Tonny Bako sebesar Rp50.000.000.
Kedelapan, memperkaya Feni Medina sebesar Rp100.000.000, kesembilan, memperkaya Ni Nengah Suartiasih sebesar Rp100.000.000 dan kesepuluh, digunakan untuk pemberian uang tahun baru, Tunjangan Hari Raya (THR), acara munggahan, kegiatan refreshing, uang saku dan pembelian bunga staf pegawai di Bidang Pemanfaatan sebesar Rp4.307.199.844 sesuai dengan arahan terdakwa IHW dan MFM.
Jaksa mengatakan, dugaan persengkongkolan ini bermula dari penyimpangan yang dilakukan pada kegiatan milad Bang Japar. “Bahwa dalam pelaksanaan kegiatan PSBB Komunitas Tahun Anggaran (TA) 2022 sampai dengan 2024, terdakwa GAR bekerjasama dengan terdakwa MFM untuk merekayasa bukti-bukti pertanggung jawaban pengelolaan anggaran yang melebihi dari pengeluaran yang sebenarnya, sehingga atas kelebihan pembayaran yang diperoleh dapat memenuhi kesepakatan untuk memberikan kontribusi berupa uang yang diserahkan kepada terdakwa IHW,” ujar jaksa.
Jaksa mengatakan, terdakwa GAR selaku pemilik EO GR Pro terlebih dahulu menentukan data sanggar yang akan digunakan dan dimintakan persetujuan ke terdakwa MFM. Kemudian, membuat proposal seolah-olah dari pelaku seni atau sanggar, disposisi dan nota dinas dari Disbud Pemprov DKI Jakarta, surat permohonan dari Disbud Pemprov DKI Jakarta kepada sanggar, surat jawaban kesediaan dari sanggar, surat tugas dari Disbud Pemprov DKI Jakarta kepada pelaku seni atau sanggar, daftar hadir dan daftar honorarium serta bukti foto-foto dokumentasi pelaksanaan kegiatan.
“Menyusun bukti pembayaran kepada pelaku seni atau sanggar fiktif atau sanggar yang dipinjam identitasnya dan membuat bukti pembayaran honorarium yang melebihi dari pembayaran yang sebenarnya (mark-up),” ujar jaksa.
Selain bukti pembayaran yang dibuat fiktif dan di mark-up, jaksa mengatakan, terdakwa IHW dkk juga menyusun foto dokumentasi yang tidak sesuai dengan pelaksanaan kegiatan melalui proses editing foto. Lalu, membuat bukti pembayaran sewa alat peraga kesenian (ondel-ondel) yang tidak sesuai dengan kenyataan.
“Menyusun bukti pembayaran berupa kwitansi dan invoice pemesanan nasi kotak, snack dan air mineral kepada Dulu Kala Catering dan Gerai Catering Jakarta yang merupakan perusahaan catering milik terdakwa GAR, dengan cara seolah-olah pihak Disbud Pemprov DKI Jakarta dan melalui aplikasi e-order telah membuat pesanan belanja makan dan minuman kepada perusahaan katering Dulu Kala Catering dan Gerai Catering Jakarta,” kata jaksa.
“Namun pelaksanaannya, saksi GAR memesan nasi kotak, snack dan air mineral kepada vendor katering lain yaitu Arya Catering dengan nilai pemesanan sesuai perhitungan sebenarnya di lokasi acara yang lebih rendah dibandingkan nilai pemesanan melalui aplikasi e-order,” ungkap jaksa.
Jaksa mengatakan, para terdakwa juga menyusun bukti pembayaran sewa peralatan acara yang nilainya lebih besar dibandingkan dengan biaya riil yang dikeluarkan melalui perusahaan peralatan yang dipinjam identitasnya oleh terdakwa GAR. Kemudian, diserahkan datanya ke Disbud Pemprov DKI Jakarta untuk diproses seolah-olah telah mengikuti proses pengadaan langsung dan ditunjuk sebagai pelaksana kegiatan sesuai arahan terdakwa MFM.
Jaksa mengatakan, penyimpangan juga dilakukan para terdakwa pada kegiatan PKT secara swakelola. Jaksa menuturkan, bukti pertanggung jawaban kegiatan itu juga diduga direkayasa dan dibuat fiktif
“Bahwa dalam pelaksanaan kegiatan PKT secara swakelola TA 2022 sampai dengan 2024, terdakwa MFM memerintahkan saksi AA Rukanda Hadipriana untuk merekayasa bukti-bukti pertanggung jawaban pengelolaan anggaran, dengan cara menambahkan komponen tampilan yang sebenarnya tidak digelar (fiktif) dan atau menaikkan pembayaran honorarium pelaku seni yang secara riil melaksanakan pentas melalui mark-up biaya pembayaran honorarium,” tutur jaksa.
Jaksa mengatakan, bukti pendukung lainnya seperti daftar hadir, biodata, dan dokumentasi foto kegiatan agar seolah-olah pelaku seni tampil dalam kegiatan PKT disiapkan oleh staf Bidang Pemanfaatan, sedangkan stempel kwitansi tanda terima, menggunakan stempel sanggar palsu. Terdakwa MFM juga disebut memerintahkan saksi AA Rukanda Hadipriana untuk membuat bukti pertanggung jawaban PKT Disbud DKI Jakarta secara swakelola atas komponen tampilan yang sebenarnya tidak digelar.
“Dengan menggunakan dokumen pelaku seni atau sanggar yang sebelumnya pernah digunakan untuk pertanggung jawaban kegiatan PKT yang lain atau dengan cara meminjam identitas pelaku seni,” papar jaksa.
Jaksa mengatakan, bukti pertanggung jawaban berupa pembayaran honorarium kepada pelaku seni fiktif yang telah di-mark-up juga digunakan untuk mencairkan anggaran kegiatan PKT secara swakelola Disbud Provinsi DKI Jakarta TA 2022 hingga 2024. Jaksa mengatakan, selisih pembayaran yang dikembalikan oleh pelaku seni dari pelaksanaan dan pertanggung jawaban kegiatan PKT secara swakelola TA 2022 hingga 2024 digunakan untuk kepentingan pribadi terdakwa IHW, MFM dan Ni Nengah Suartiasih serta pejabat Disbud Pemprov DKI Jakarta lainnya.
“Bahwa selisih pembayaran tidak sah yang dikembalikan oleh pelaku seni baik kepada terdakwa GAR maupun kepada staf Disbud Pemprov DKI Jakarta sebagai akibat dari pelanggaran yang terjadi dalam pelaksanaan dan pertanggung jawaban kegiatan PSBB Komunitas, PKT, dan Jakarnaval TA 2022 hingga 2024 pada Disbud Pemprov DKI Jakarta dan Suku Dinas (Sudin) Kebudayaan digunakan untuk memberikan kontribusi berupa uang yang diserahkan kepada terdakwa IHW, MFM dan untuk terdakwa GAR sendiri serta pihak lain,” tutur jaksa.
Agenda sidang kali ini, pemeriksaan ketiga terdakwa sebagai terdakwa dan saksi untuk memberikan keterangan di hadapan majelis hakim, jaksa dan tim Kuasa Hukum terdakwa. Di muka persidangan, terdakwa IHW menerangkan, bahwa terdakwa GAR bertemu dan melihat orang dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta berinisial E.
Namun, dalam pengakuannya di muka persidangan, terdakwa GAR menerangkan dirinya tidak pernah bertemu dengan orang berinisial E dari Kejati DKI Jakarta seperti apa yang diterangkan oleh terdakwa IHW. Kuasa Hukum terdakwa Pemilik EO GR Pro Gatot Arif Rahmadi (GAR), Misfuryadi Basrie SH mengatakan, dari keterangan sebagai saksi dan terdakwa GAR di muka persidangan menerangkan, bahwa awalnya ada intel dari Kejati DKI Jakarta berinisial E.
“Jadi intel dari Kejati DKI Jakarta berinisial E ini datang dan mau menggeledah rumah dan saudara E menawarkan kepada terdakwa IHW untuk perkaranya diselesaikan oleh Penasehat Hukum (PH) yang saudara E kenal. PH itu beralamat di Jalan Hang Lekir, Jakarta Selatan (Jaksel). Supaya semua terdakwa yang terlibat dalam perkara ini menggunakan jasa PH itu semua ” ujar Misfuryadi Basrie SH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
Dijelaskannya, supaya tidak menyolok, supaya itu bisa dikondisikan, itu arahan dari saudara E yang dari intel itu dan terdakwa IHW mengikuti arahan saudara E. “Akhirnya, terdakwa GAR dan terdakwa MFM disuruh menguasakan hukum kepada PH yang diajukan oleh terdakwa IHW, ” terang Misfuryadi Basrie SH dari kantor law firm Misfuryadi yang beralamat di Jatirahayu, Kompleks Televisi Republik Indonesia (TVRI), Jakarta ini.
“Terdakwa IHW ini sudah menunjuk PH yang ada di Jalan Hang Lekir itu agar menjadi PH terdakwa GAR dan MFM. Sementara, terdakwa IHW pakai bendera lain dengan alasan tidak enak kalau satu PH dengan terdakwa GAR dan MFM. Harus misah,” ungkapnya.
Dijelaskannya, tapi di dalam perjalanannya, semua terdakwa disuruh jadi korban, para terdakwa mengakui, bahwa uang semua itu diterima oleh terdakwa GAR dan MFM. “Akhirnya, terdakwa GAR tidak mau. Seluruh kegiatan di Disbud Pemprov DKI Jakarta, disuruh mengakui, bahwa terdakwa GAR dan MFM yang melakukan. Kalau keterangan di Hotel Gran Alia, Cikini, Jakpus, Cafe Tador di Pasar Minggu, Jakarta Selatan (Jaksel), semua uang -uang itu untuk kontribusinya ke terdakwa IHW,” paparnya.
“Terdakwa GAR dan MFM disuruh mengakui uang-uang yang sudah diaudit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI diserahkan ke kejaksaan itu, mereka akhirnya berpikir kalau mereka dijadikan korban dan dijanjikan ini dan itu, itu kan akhirnya mereka menolak lah. Mereka mau melakukan kebenaran bukan pembenaran. Makanya, saya bilang kalau misalnya terdakwa GAR itu berbohong memberikan keterangan yang tidak benar terhadap kami sebagai Kuasa Hukum, kami akan mengundurkan diri dan kami tidak lagi akan mendampingi terdakwa GAR,” tegasnya.
Artinya itu, sambungnya, bahwa untuk mengurus perkara di Kejati DKI Jakarta. “Tapi oknumnya siapa, kita tidak tahu tapi inisialnya dibilang E saja,” terangnya.
“Dibilang terdakwa IHW, bahwa terdakwa GAR pernah bertemu dan melihat saudara E, tapi di muka persidangan terdakwa GAR bilang dia tidak pernah bertemu dengan saudara E,” paparnya.
Makanya, imbuhnya, tadi di muka persidangan ia bertanya dan mengkonfrontir terdakwa GAR mengatakan pertemuan terdakwa GAR dan saudara E tidak pernah terjadi. “Kalau dilihat dari keterangan terdakwa IHW, bahwa handphone (hp) atau telpon genggamnya sudah disita oleh kejaksaan sebelum 14 Desember 2024 pertemuan di Cafe Tador, Pasar Minggu, Jaksel. Itu saya melihat kejanggalan, bahwa di situ ada keterangan yang tidak benar dari terdakwa IHW karena penggeledehan kejaksaan itu serentak pada 18 Desember 2024. Sedangkan, pertemuan di Cafe Tador, Pasar Minggu, Jaksel, itu pada 14 Desember 2024. Terdakwa IHW bilang sebelum pertemuan di Cafe Tador, Pasar Minggu, Jaksel, itu hp-nya sudah disita oleh kejaksaan, itu bohong. Jadi yang betul itu 18 Desember 2024 dan sudah diakui juga oleh kejaksaan, bahwa penggeledahan itu serentak dilakukan pada 18 Desember 2024. Pertemuan di Cafe Tador, Pasar Minggu, Jaksel, terjadi pada 14 Desember 2024. Sedangkan, penggeledahan oleh kejaksaan terjadi pada 18 Desember 2024. Pertemuan di Cafe Tador, Pasar Minggu, Jaksel, pada 14 Desember 2024. Tapi dikatakan terdakwa IHW sebelum pertemuan di Cafe Tador, Pasar Minggu, Jaksel, 14 Desember 2024, hp-nya sudah disita oleh kejaksaan,” terangnya.
“Artinya itu, bahwa keterangan terdakwa IHW tidak benar dan bohong. Bahwa penggeledahan oleh kejaksaan terjadi pada 18 Desember 2024. Kalau bohong itu ada saja yang tidak sinkron keterangannya,” urainya.
Terdakwa IHW, GAR dan MFM ketika memberikan keterangan di hadapan majelis hakim, jaksa dan tim Kuasa Hukum terdakwa, di ruang Wirjono Projodikoro 3, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungut, Kemayoran, Kamis (02/10/2025). (Foto : Murgap Harahap)
Ia mengaku sudah mengecek ke kejaksaan, penggeledahan serentak ke rumah terdakwa MFM disita pada 18 Desember 2024. “Terdakwa IHW pun disita oleh kejaksaan harta bendanya pada 18 Desember 2024,” ungkapnya.
Ia mengharapkan semoga Ketua Majelis Hakim dan Anggota Majelis Hakim yang menyidangkan perkara kliennya (terdakwa GAR) bisa berpikir jernih dan menilai mana yang benar dan salah. “Klien kami (terdakwa GAR) mengaku bersalah dan menyesal tapi terdakwa GAR tidak menikmati semua apa yang dituduhkan kepadanya. Paling menikmati sedikit. Terdakwa GAR hingga hari ini tidak punya rumah. Mobil tua pun merk Evalia dan Ertiga juga disita oleh kejaksaan,” ucapnya.
Agenda sidang selanjutnya akan digelar pada Kamis (09/10/2025), jaksa akan membacakan tuntutan kepada ketiga terdakwa. Kuasa Hukum terdakwa Pemilik EO GR Pro GAR, Barens Damanik SH menambahkan, dalam menghadapi tuntutan jaksa, ia dan terdakwa GAR, mental harus disiapkan karena mau apa pun tuntutan jaksa, rencana jaksa berapa tahun tuntutan hukuman penjara kepada terdakwa GAR, pihaknya belum tahu.
“Tapi sebagai Kuasa Hukum terdakwa GAR, kita tetap semangat menerima apa pun tuntutan jaksa nanti. Kalau klien kita keberatan akan kita bantah di pembelaan atau pledoi,” ujar Barens Damanik SH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
Terungkap dalam persidangan ini juga, bahwa terdakwa GAR menjelaskan, adanya pertemuan di Cafe Tador, Pasar Minggu, Jaksel, dengan ia membawa koper berisikan uang sejumlah Rp2.480.000.000 untuk diserahkan kepada PH terdakwa GAR yang sebelumnya (bukan pengacara terdakwa GAR saat persidangan ini, Red), ketika itu nilainya malah menjadi Rp3 miliar. “Terdakwa GAR menjadi kaget. Terdakwa GAR sempat bertanya angka Rp3 miliar itu dari mana? Kan itu menjadi pertanyaan juga buat terdakwa GAR. Menurut keterangan terdakwa IHW di muka persidangan, koper berisikan uang itu dikembalikan ke PH dan PH mengembalikan koper itu ke terdakwa GAR. Ternyata faktanya tidak ada. Nah, bahwa klien kami (terdakwa GAR) menyatakan pengembalian koper berisikan uang itu tidak ada diterima oleh terdakwa GAR. Jadi sampai hari ini hal itu masih misteri. Di mana keberadaan koper dengan uangnya yang menjadi Rp3 miliar?” tanya Barens Damanik SH.
Dalam persidangan ini, Ketua Majelis Hakim juga menginstruksikan agar jaksa menelusuri keberadaan koper dan uang Rp3 miliar tersebut karena ada uang negara juga. (Murgap)