Kuasa Hukum terdakwa Manager Keuangan PT Indofarma Bayu Pratama Erdiansyah,
Adhetya Mareza Syaputera SH (pertama dari kiri) foto bersama anggota tim Kuasa Hukumnya Yoza Phahlevi SH (tengah) dan Fikar Eslamy SH di luar ruang Wirjono Projodikoro 2, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Senin (24/03/2025). (Foto : Murgap Harahap)
Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) kembali menggelar acara sidang lanjutan perkara dugaan Tipikor dengan terdakwa mantan Direktur Utama (Dirut) PT Indofarma Tbk, Arief Pramuhanto, yang didakwa oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) merugikan keuangan negara Rp377 miliar di kasus dugaan korupsi pengelolaan keuangan PT Indofarma dan anak perusahaan tahun 2020 hingga 2023, Arief juga diduga menerima uang dari kasus tersebut dan terdakwa lainnya yakni Gigik Sugiyo Raharjo selaku Direktur PT Indofarma Global Medika (PT IGM) periode 2020 hingga 2022, Cecep Setiana Yusuf selaku Head of Finance PT IGM periode 2019 hingga 2022, dan Bayu Pratama Erdiansyah selaku Manager Akuntansi PT IGM periode 2022 hingga 2023 di ruang Wirjono Projodikoro 2, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Senin (24/03/2025).
Sidang dakwaan Arief digelar bersama 3 (tiga) terdakwa lainnya di Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Senin (17/03/2025). “Bahwa akibat dari perbuatan terdakwa Arief Pramuhanto selaku Dirut PT Indofarma dan Komut PT IGM bersama-sama dengan Gigik Sugiyo Raharjo, Cecep Setiana Yusuf, dan Bayu Pratama Erdhiansyah telah merugikan keuangan negara pada PT Indofarma dan anak perusahaan atas pengelolaan keuangan pada PT Indofarma, anak perusahaan dan instansi terkait lainnya yaitu sebesar Rp377.491.463.411,23 (Rp377,4 miliar),” kata jaksa saat membacakan surat dakwaan.
Jaksa membagi kerugian negara dalam kasus ini dalam 2 (dua) ketegori yakni pertama, pengeluaran suatu sumber atau kekayaan negara dalam bentuk uang atau barang yang seharusnya tidak dikeluarkan; Kedua, kategori hilangnya suatu hak negara yang seharusnya dimiliki atau diterima. Kerugian negara Rp377,4 miliar ini didasarkan pada laporan hasil pemeriksaan investigatif oleh auditorat utama investigasi Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan Republik Indonesia (BPKP RI) Nomor 74/LHP/XXI/12/2024 tertanggal 20 Desember 2024.
Jaksa merinci kerugian negara Rp377,4 miliar ini berasal dari pengeluaran dana PT Indofarma untuk pembayaran bahan baku masker dan masker jadi kepada perusahaan perantara SWS (Hk) Ltd sebesar Rp12.392.458.720,33. Pengeluaran dana PT IGM untuk pembayaran produk TeleCTG yang lebih besar dari nilai invoice sebesar Rp4.500.000.000.
Pengeluaran dana PT IGM kepada PT MMU untuk uang muka pembelian Alat Pelindung Diri (APD) Hazmat sebesar Rp18.000.000.000. Pengeluaran dana seolah-olah salah transfer kepada PT Indogenesis Medika, PT MMU dan PT HNTI sebesar Rp24.350.000.000, pengeluaran dana melalui transaksi fiktif pada FMCG sebesar Rp135.293.909.733.
Kemudian, pengeluaran dana PT IGM dalam bentuk simpanan berjangka pada Koperasi Nusantara sebesar Rp35.000.000.000, deposito PT IGM di Bank OK! yang dijaminkan untuk kredit PT Promedik di Bank OK! sebesar Rp12.035.377.315, pengeluaran dana PT IGM untuk membayar bunga pinjaman Bank OK! atas nama PT Promedik sebesar Rp1.530.000.000. Dengan demikian, sub total kerugian negara dari kategori pertama ini sebesar Rp243.101.745.768,33.
Lalu, kerugian negara dari kategori kedua, berupa sisa persediaan bahan baku masker INAmask yang tidak diproduksi sebesar Rp6.418.478.533,90. Piutang macet PT IGM atas penjualan Rapid Test Panbio kepada PT Promedik sebesar Rp56.679.197.982.
Kemudian, piutang PT IGM atas penjualan Rapid Test Panbio kepada PT Promedik yang hilang karena dibuat seolah-olah lunas menggunakan dana dari fasilitas kredit Bank OK! dan pinjaman PT CTI sebesar Rp68.250.000.000. Pendapatan yang seharusnya menjadi hak PT IGM, namun tidak diterima atas kegiatan TeleCTG sebesar Rp1.650.000.000.
Ada juga imbal jasa simpanan berjangka pada Koperasi Nusantara yang tidak diserahkan kepada PT IGM sebesar Rp1.392.041.127. Dengan demikian, sub total kerugian negara dari kategori kedua ini sebesar Rp134.389.717.642,90.
Jaksa mengatakan, kontrak kerja sama pengadaan alat kesehatan (alkes) yang dilakukan PT Indofarma juga dilakukan tanpa Feasibility Study (FS) atau Uji Kelayakan, tanggal pembukuan dibuat mundur (back date), hingga akal-akalan agar seolah-olah mencapai target keuntungan tahunan. Persekongkolan ini juga diduga memperkaya Arief dan kawan-kawan (dkk) serta sejumlah korporasi terkait.
“Perbuatan terdakwa Arief Pramuhanto selaku Dirut PT Indofarma dan Komut PT IGM bersama-sama dengan Gigik Sugiyo Raharjo, Cecep Setiana Yusuf, dan Bayu Pratama Erdhiansyah telah memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi,” ujar jaksa.
Jaksa mengatakan, kasus ini diduga telah memperkaya SWS (Hk) Ltd sebesar Rp12.392.458.720,33 atas pengeluaran dana PT Indofarma untuk pembayaran bahan baku masker dan masker jadi. Memperkaya Arief bersama Gigik, Cecep dan Bayu atas kelebihan pembayaran pada transaksi pembayaran produk TeleCTG kepada PT ZTI sebesar Rp4.500.000.000.
Memperkaya Arief bersama Gigik, Cecep dan Bayu sebesar Rp18.000.000.000 atas kelebihan pembayaran uang muka pembelian APD Hazmat kepada PT MMU. Memperkaya Arief bersama Gigik, Cecep dan Bayu sebesar Rp24.350.000.000 atas kesalahan transfer kepada PT Indogenesis Medika sebesar Rp13.000.000.000, PT Harmoni Nasional Teknologi Indonesia (PT HNTI) sebesar Rp3.000.000.000 dan PT MMU sebesar Rp8.350.000.000.
Memperkaya Arief bersama Gigik, Cecep dan Bayu yang berasal dari transaksi pengeluaran dana Unit Bisnis Fast Moving Consumer Good (FMCG) dan PT IGM sebesar Rp135.293.909.733. Memperkaya Koperasi Nusantara atas pencairan simpanan berjangka senilai Rp35.000.000.000 yang bersumber dari pengeluaran dana PT IGM dalam bentuk simpanan berjangka.
Memperkaya PT Promedik sebesar Rp12.035.377.315 atas pencairan deposito PT IGM sebagai jaminan kredit PT Promedik di Bank OK! yang digunakan untuk pembayaran utang PT Promedik kepada PT IGM dan operasional PT Promedik, memperkaya PT Promedik sebesar Rp1.530.000.000 atas pembayaran bunga pinjaman PT Promedik di Bank OK!. Memperkaya SWS (Hk) Ltd sebesar Rp 6.418.478.533,90 atas sisa persediaan bahan baku masker INAmask yang tidak diproduksi.
Lalu, memperkaya PT Promedik sebesar Rp56.679.197.982 atas piutang macet PT IGM dari penjualan produk rapid test Panbio kepada PT Promedik. Memperkaya PT Promedik sebesar Rp 68.250.000.000 atas piutang PT IGM dari penjualan rapid test Panbio kepada PT Promedik yang hilang karena dibuat seolah-olah lunas, dengan menggunakan dana dari fasilitas kredit Bank OK! dan pinjaman PT CTI.
Memperkaya Arief bersama Gigik, Cecep dan Bayu sebesar Rp1.650.000.000 yang berasal dari fee marketing atas produk TeleCTG yang tidak diterima oleh PT IGM. Memperkaya Arief bersama Gigik, Cecep, dan Bayu sebesar Rp1.392.041.127,00 atas imbal jasa simpanan berjangka pada Koperasi Nusantara yang tidak diserahkan kepada PT IGM.
Jaksa meyakini Arief dkk melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Juncto (Jo) Pasal 18 ayat 1 huruf b UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Jo Pasal 64 ayat 1 KUHP. Agenda sidang kali ini adalah pembacaan Nota Eksepsi (Nota Keberatan) dari tim Kuasa Hukum terdakwa Manager Keuangan PT Indofarma Bayu Pratama atas pembacaan Surat Dakwaan dari JPU.
Kuasa Hukum terdakwa Manager Keuangan PT Indofarma Bayu Pratama Erdiansyah, Adhetya Mareza Syaputera SH mengatakan, setelah membaca surat dakwaan JPU, penasehat hukum terdakwa Bayu Pratama Erdiansyah merespon dengan menanggapi melalui Nota Eksepsi
“Dalam Nota Eksepsi kita menyampaikan, menerangkan dan menjelaskan, bahwa kerugian yang dialami oleh PT Indofarma ataupun PT IGM bukan merupakan kerugian keuangan negara,” ujar Adhetya Mareza Syaputera SH dari Thalib Daryan and Partners Law Firm yang beralamat di Jakarta Selatan (Jaksel) ini kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
“Kenapa hal seperti itu? Karena jelas semenjak lahirnya Undang-Undang (UU) Nomor 1 tahun 2025 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) itu jelas tegas bukan merupakan keuangan negara lagi. Kerugian ataupun keuntungan BUMN bukan keuntungan ataupun kerugian negara lagi, itu yang pertama,” terangnya.
Kedua, sambungnya, jatuhnya putusan pailit Nomor 114 terhadap PT IGM. “Hal tersebut secara otomatis membuktikan, bahwa PT IGM bukan merupakan perusahaan yang mengelola aset negara karena akan bertentangan dengan Pasal 50 UU Perbendaharaan Negara ketika asetnya dapat disita dan dilelang. Faktanya putusan pailit turun dan proses kepailitan sudah berjalan dan sudah mulai pemberesan oleh kurator,” katanya.
“Kemudian, terkait pemeriksaan investigatif oleh BPKP RI, Itu pun dinyatakan tidak sah secara hukum. Kenapa? Pasca lahirnya UU Nomor 1 tahun 2025 tentang BUMN, BPKP RI boleh untuk melakukan audit dengan perintah dengan permohonan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI terlebih dahulu, sehingga dengan tidak adanya perintah dari DPR RI, maka dianggap pemeriksaan yang dilakukan oleh BPKP RI tidak sah dan tidak berdasar,” terangnya.
Dakwaan jaksa kepada terdakwa Manager Keuangan PT Indofarma Bayu Pratama Erdiansyah, dikenakan pasal 2 dan 3 dan pasal 9 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor dengan nilai kerugian negara Rp377 miliar. “Terkait pengadaan masker dalam dakwaan jaksa, itu sebenarnya menyangkut bisnis. Seolah-olah masker itu menyebabkan kerugian keuangan negara. Faktanya, namanya orang sedang berbisnis, ketika barang tidak laku, sisa stok masa menjadi kerugian negara?” tanyanya heran.
Agenda sidang selanjutnya akan digelar pada Rabu (09/04/2025). JPU akan menanggapi Nota Eksepsi dari tim Kuasa Hukum terdakwa Manager Keuangan PT Indofarma Bayu Pratama Erdiansyah.
“Setelah tanggapan dari JPU, baru masuk kepada putusan sela majelis hakim,” tuturnya.
Dijelaskannya, pihaknya akan menghadirkan saksi yang meringankan (saksi Ad-Charge) dan Ahli Kepailitan, Ahli Hukum Pidana dan Ahli Pidana Khusus (Pidsus). “Saya mengharapkan majelis hakim dapat menyikapi perkara ini secara bijaksana. Bisa mengakomodir apa yang termuat di dalam Nota Eksepsi kami karena itu merupakan hal-hal yang berdasarkan hukum. Khususnya terkait dengan adanya dan lahirnya UU Nomor 1 tahun 2025 tentang BUMN. Kita berharap perkara ini bisa diputus, bahwa menyatakan kerugian yang dialami oleh PT Indofarma dan PT IGM bukan kerugian negara sesuai amanat UU Nomor 1 tahun 2025 tentang BUMN,” terangnya.
“Terdakwa Manager Keuangan PT Indofarma Bayu Pratama Erdiansyah yang dipekerjakan di PT IGM,” tandasnya. (Murgap)