Pasang Haro Rajagukguk SH MH
Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menggelar acara sidang dugaan Tipikor dengan 4 terdakwa yakni mantan Direktur Pengembangan Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Pembangunan Sarana Jaya (PP SJ) Indra Sukmono Arharris, mantan Direktur Utama (Dirut) PT Totalindo Eka Persada (TEP) Donald Sihombing, Komisaris PT TEP dan Kuasa Hukum PT TEP Saut Irianto Rajagukguk dan mantan Direktur Corporate Finance TEP Eko Wardoyo, di ruang Prof Dr Kusumah Atmadja SH MH, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Rabu (11/03/2025).
Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU), keempatnya didakwa terlibat dalam dugaan Tipikor dalam pembelian lahan di Rorotan, Cilincing, Jakarta Utara (Jakut) oleh Perusahaan Perumda Pembangunan Sarana Jaya pada 2019 hingga 2020 yang merugikan negara sebesar Rp223 miliar dan dikenakan Pasal 2 dan 3 Undang-Undang (UU) Pemberantasan Tipikor Nomor 31 tahun 1999 terkait dugaan secara bersama-sama melakukan dugaan Tipikor. Jaksa pada sidang kali ini menghadirkan 7 orang saksi yakni Rani, Siska, Lukman, David, Dedi Sihombing, Hanif Arif dan lainnya untuk memberikan keterangan di hadapan majelis hakim, JPU dan tim Kuasa Hukum dari keempat terdakwa.
Kuasa Hukum terdakwa Komisaris dan Kuasa Hukum PT TEP Saut Irianto Rajagukguk, Pasang Haro Rajagukguk SH MH mengatakan, keterangan saksi menyangkut PT Nusa Kirana dengan PT TEP terkait transaksi jual beli.
“Jadi intinya, bahwa di situ akan ada transaksi jual beli tanah di Rorotan, Jakut, sebenarnya. Jadi sebenarnya itu business to business (B to B) dan hal yang wajar. Belum bisa dikatakan hal itu korupsi karena memang mereka B to B, karena harga juga ditentukan oleh apphresal,” ujar Pasang Haro Rakagukguk SH MH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
“Harga bukan ditentukan sepihak. Harga itu ditentukan oleh badan independen yang bisa menilai harga berapa per meternya,” ungkapnya.
Dijelaskannya, kapasitas terdakwa Saut Irianto sebagai Kuasa Hukum PT TEP dan mantan Komisaris PT TEP. “Tentu dia mengikuti bagaimana aspek hukum yang dilalui atau melalui proses transaksi jual beli tanah itu. Terdakwa Saut Irianto sebenarnya kan selaku Komisaris PT TEP diminta atau tidak diminta sebenarnya kan direksi memberi laporan. Terdakwa Saut Irianto sebagai pengawas. Jadi dia di situ tidak terlibat dalam kasus ini karena yang dilakukan adalah konteksnya sebagai pengacara atau advokat,” paparnya.
Dikatakannya, hingga saat ini dakwaan jaksa belum bisa dibuktikan bagaimana dan siapa yang dapat menikmati hasil kerugian negara tersebut. “Karena memang di situ menjual aset PT Nusa Kirana ke PT TEP karena mereka punya hutang. PT Nusa Kirana punya hutang Rp65 miliar atas jasa konstruksi yang telah dikerjakan oleh PT TEP,” ucapnya.
“Pada perkara ini, Perumda Pembangunan Sarana Jaya membutuhkan lahan untuk membangun Rumah Susun Sewa Seferhana Murah (Rusunawa) dengan Usng Muka atau Down Payment (DP) 0% itu program Pemerintah Provinsi (Pemprov) Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta. Jadi mereka sebenarnya butuh,” jelasnya.
Butuh dalam hal ini, sambungnya, lahan. “Jadi mereka meminta atau mendapat lahan dari PT TEP dan PT TEP langsung ke PT Nusa Kirana. Atas hutangnya itu menjadi dikonversi lah. Hutangnya Rp65 miliar ditambah kekurangannya nanti berapa ratus miliar rupiah,” tuturnya.
Ia menilai keterangan ketujuh saksi obyektif, apa yang mereka lihat, mereka dengar, mereka ketahui atau alami, saksi yang mendengarkan langsung. “Klien saya akan membawa saksi atau Ahli di bidang advokat. Advokat itu sebenarnya ada UU Nomor 18 tahun 2003. Jadi advokat tidak bisa dipidana karena advokat melakukan kerjaannya sesuai dengan surat kuasa,” ungkap Pasang Haro Rajagukguk dari kantor law firm Pasang Haro and Partner yang beralamat di Rawamangun, Jakarta Timur (Jaktim) ini. (Murgap)