Terdakwa eks Anggota III BPK RI Achsanul Qasasi (berdiri) mendengarkan pembacaan putusan final vonis Majelis Hakim kepada dirinya yang dijatuhi hukuman kurungan penjara selama 2,5 tahun di ruang Prof Dr HM Hatta Ali SH MH, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Jakpus, Kamis (20/06/2024). (Foto : Murgap Harahap)
Jakarta, Madina Line.Com – Tok! Akhirnya, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menjatuhkan hukuman kurungan penjara 2,5 tahun kepada terdakwa eks Anggota III Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) Achsanul Qosasi dan Sadikin Rusli yang merupakan kawan dari terdakwa Achsanul Qosasi dijatuhi hukuman kurungan penjara selama 2,5 tahun pada perkara kasus dugaan Tipikor pengadaan tower Based Transeiver Station (BTS) 4G Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) di ruang Prof Dr HM Hatta Ali SH MH, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Jakpus, Kamis (20/06/2024).
Sebelumnya, terdakwa Achsanul Qasasi dituntut oleh jaksa dengan hukuman 5 (lima) tahun kurungan penjara dalam kasus dugaan korupsi BTS 4G 2021 BAKTI (Kominfo). Selain itu, eks Anggota III BPK RI nonaktif itu juga dituntut membayar denda sebesar Rp500 juta, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan penjara selama 6 (enam) bulan.
Akibat perbuatannya, dalam dakwaan pertama, terdakwa eks Anggota III BPK RI Achsanul Qosasi (AQ) dijerat Pasal 12 huruf e Undang-Undang (UU) Pemberantasan Tipikor Nomor 31 tahun 1999. Dakwaan kedua yakni Pasal 5 Ayat (2) UU Pemberantasan Tipikor juncto (jo) Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Dakwaan ketiga yakni Pasal 11 UU Pemberantasan Tipikor Nomor 31 tahun 1999. Dakwaan keempat yakni Pasal 12 B UU Pemberantasan Tipikor.
Sedangkan, Sadikin Rusli dijerat dengan Pasal 12 huruf e subsidair Pasal 5 Ayat (2) subsidair Pasal 11 subsidair Pasal 12 B jo Pasal 15 UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 56 butir ke-1 KUHP. Kuasa Hukum terdakwa eks Anggota III BPK RI Achsanul Qosasi, Soesilo Aribowo SH mengatakan, tadi sudah didengarkan bersama-sama tentang putusan terdakwa Prof Dr Achsanul Qasasi.
“Perlu kita sampaikan, kami sebenarnya masih berpendapat, bahwa dari keempat pasal yang menjadi alternatif dari penuntutan jaksa itu tidak ada sebenarnya yang pas dan relevan. Tapi dari keempat pilihan pasal itu, Majelis Hakim memutuskan ada yang relevan yaitu Pasal 11 UU Pemberantasan Tipikor Nomor 31 tahun 1999,” ujar Soesilo Aribowo SH kepada wartawan ketika ditemui usai acara sidang ini.
Pihaknya untuk sementara ini menerima mengenai pemahaman dari putusan Majelis Hakim itu menjadi Pasal 11 UU Pemberantasan Tipikor Nomor 31 tahun 1999. “Dari yang sebelumnya kami bantah Pasal 12 huruf e UU Pemberantasan Tipikor Nomor 31 tahun 1999.yang diajukan oleh JPU yang tadi juga sudah dikatakan, bahwa tidak ada unsur memaksa untuk meminta sesuatu dari terdakwa Achsanul Qasasi kepada Anang Latief pada waktu itu,” ungkap Soesilo Aribowo SH dari Kantor Hukum Soesilo Aribowo (KHSA) yang beralamat di Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan (Jaksel) ini
Kemudian, sambungnya, sikap yang ia ambil hingga 7 hari ke depan pasca pembacaan putusan Majelis Hakim hari ini adalah masih pikir-pikir. “Dari keempat pasal itu, Majelis Hakim memilih pasal yang relevan dikenakan kepada klien saya adalah Pasal 11 UU Pemberantasan Tipikor Nomor 31 tahun 1999. Artinya, adanya pemberian-pemberian hadiah atau pemberian janji yang diberikan oleh terdakwa Achsanul Qasasi kepada saudara Anang Latief,” katanya.
“Walaupun ketika pemberian-pemberian itu dilakukan, terdakwa Achsanul Qasasi tidak melakukan apa pun. Tidak melakukan apa pun yang berkaitan dengan jabatannya. Itu saja sebenarnya yang menjadi inti dari putusan hakim,” paparnya.
Dikatakannya, mengambil sikap pikir-pikir ini dari pihak tim Kuasa Hukum dan terdakwa Achsanul Qasasi karena memang sejak awal Pasal 12
huruf e UU Pemberantasan Tipikor Nomor 31 tahun 1999 jauh sebenarnya. “Anang Latief sendiri mengatakan, tidak ada pemaksaan dan sebagainya. Tapi saya tidak mengerti tuntutan JPU masih di Pasal 12 huruf e UU Pemberantasan Tipikor Nomor 31 tahun 1999. Itu saja saya agak merasa lega. Tapi ada pilihan-pilihan Pasal 11 UU Pemberantasan Tipikor Nomor 31 tahun 1999,” tuturnya.
Menurutnya, putusan majelis hakim kepada kliennya menjatuhkan hukuman penjara 2,5 tahun, kalau itu Pasal 11 UU Pemberantasan Tipikor Nomor 31 tahun 1999 minimal hukuman kurungan penjara 1 tahun. “Tapi kalau dijatuhi hukuman penjara 2,5 tahun, masih agak berat. Tapi ini kan masih dalam pemikiran kita. Masih pikir-pikir apakah putusan hakim ini mau dijalankan atau tidak,” ucapnya.
“Hukumannya masih terlalu berat. Tapi ini harus banyak berdiskusi juga dengan terdakwa Achsanul Qasasi dan keluarga, bagaimana nanti mau mengupayakan hukum atau tidak,” terangnya.
Dikatakannya, selama 7 hari ke depan ambil sikap pikir-pikir apakah menerima atau banding. “Hukumam 2,5 tahun ini dipotong masa tahanan terdakwa Achsanul Qasasi sejak November 2023 hingga Juni 2024 sekitar 8 bulan,” tandasnya. (Murgap)