Agoes Djaja SH
Jakarta, Madina Line Com – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) kembali menggelar acara sidang lanjutan terkait perkara dugaan Tipikor dengan terdakwa mantan Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) Kementerian Energi Sumber Daya Mineral Republik Indonesia (KemenESDM RI) Ridwan Djamaluddin dan mantan Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Minerba Direktorat Jenderal (Ditjen) Minerba KemenESDM RI Sugeng Mujiyanto, didakwa terkait kasus Tipikor pertambangan ore nikel di Blok Mandiodo, Konawe Utara, Sulawesi Tenggara (Sultra), di ruang Prof Dr HM Hatta Ali SH MH, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Jakpus, Selasa (23/04/2024).
Keduanya didakwa terkait kebijakannya di Blok Mandiodo, yang merugikan negara diduga sebesar Rp2,3 triliun. Sidang pembacaan surat dakwaan oleh tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sultra yang dipimpin Asisten Tindak Pidana Khusus (Tipidsus) Iwan Catur dan Asintel Ade Hermawan di Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Jakpus, pada Rabu lalu (06/12/2023).
JPU mendakwa mantan Dirjen Minerba KemenESDM RI Ridwan Djamaluddin serta Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Minerba Ditjen Minerba KemenESDM RI Sugeng Mujiyanto bersama-sama dengan terdakwa lain melakukan korupsi terkait pertambangan ore nikel di Blok Mandiodo. Perbuatan itu dilakukan Ridwan bersama-sama dengan terdakwa lain (dalam berkas terpisah) yaitu Koordinator Pengawasan Usaha Operasi Produksi dan Pemasaran Mineral Yuli Bintoro; Subkoordinator Pengawasan Usaha Operasi Produksi Mineral Henry Julianto; Evaluator Pengawasan Usaha Operasi Produksi dan Pemasaran Mineral Eric Viktor Tambunan; Pelaksana Lapangan PT Lawu Agung Mining (LAM) Glenn Ario Sudarto, Direktur PT LAM Ofan Sofwan, dan Pemegang Saham/Pemilik PT LAM Windu Aji Sutanto.
Kajati Sultra Patris Yusrian Jaya mengatakan, sebanyak 8 (delapan) orang terdakwa tersebut disidangkan di PN Tipikor Jakpus. Sedangkan, 4 (empat) terdakwa lainnya, yaitu Direktur PT Kabaena Kromit Prathama Andi Adriansyah alias Iyan; Direktur PT Tristaco Mineral Makmur Rudy Hariyadi Tjandra; Hendra Wijayanto selaku General Manager (GM) PT Aneka Tambang (Antam) Tbk Unit Bisnis Pertambangan Nikel (UBPN) Konawe Utara; Agussalim Madjid selaku Kuasa Direksi PT Cinta Jaya akan disidangkan di Pengadilan Tipikor Kendari sesuai locus delicti (tempat terjadinya tindak pidana).
“(Para terdakwa) memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara,” kata Iwan Catur.
JPU menyebut Ridwan berperan membuat kebijakan terkait dengan Blok Mandiodo yang menyebabkan kerugian negara Rp2,3 triliun. Perlu diketahui, PT Kabaena Kromit Prathama (PT KKP) selaku pemilik Izin Usaha Pertambangan Operasional Perusahaan (IUP OP) berdasarkan Surat Keputusan (SK) Bupati Konawe Utara tahun 2010 adalah perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan mineral.
Pada 2021, PT KKP pernah dihentikan sementara seluruh kegiatan usahanya oleh terdakwa I yakni Ridwan Djamaluddin dikarenakan proses jual beli ore nikel antara PT KKP dan perusahaan smelter nikel yang ada di Indonesia tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 11 Tahun 2020. Saat itu, PT KKP tidak menggunakan surveyor yang ditunjuk oleh Ditjen Minerba KemenESDM RI serta dokumen kontrak penjualan yang disampaikan oleh PT KKP tidak sesuai dengan ketentuan harga patokan mineral (HPM) sebagaimana yang ditentukan dalam Permen ESDM Nomor 11 Tahun 2020.
Selanjutnya, pada 9 April 2021, terdakwa Ridwan Djamaludin mencabut penghentian sementara seluruh kegiatan usaha PT KKP. Namun, pencabutan penghentian sementara itu dilakukan hanya berdasarkan penyampaian kontrak penjualan PT KKP dengan perusahaan smelter nikel untuk penjualan ore nikel berikutnya, tanpa melakukan verifikasi kebenaran dokumen dan verifikasi fakta di lapangan.
Kemudian, terdakwa Sugeng Mujiyanto telah mengetahui sampai triwulan II tahun 2021, PT KKP telah melakukan penjualan bijih nikel sebanyak 1.399.112 ton dan akan melebihi rencana kuota penjualan yang telah ditetapkan dalam persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) PT KKP tahun 2021 sebesar 1.500.000 ton. Pada akhir 2021, PT KKP telah mengeluarkan kuota produksi sebesar 1,9 juta Metrik Ton (MT).
“Hal ini tidak menjadi pertimbangan Terdakwa I Ridwan Djamaluddin dan Terdakwa II Sugeng Mujiyanto dalam menerbitkan persetujuan RKAB PT KKP tahun 2022,” kata jaksa.
JPU menyebut evaluasi dokumen permohonan persetujuan RKAB tahun 2022 diputuskan hanya menggunakan mekanisme aspek produksi dan penjualan dengan meneliti laporan sumber daya dan cadangan, dokumen feasibility study (FS) serta dokumen izin lingkungan atau Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) saja. Dengan demikian, proses evaluasi dokumen RKAB yang diputuskan dalam rapat itu bertentangan dengan keputusan Menteri ESDM.
“Sehingga tata cara evaluasi dokumen RKAB yang diputuskan tersebut bertentangan dengan Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM RI Nomor : 1806K/30/MEM/2018 tanggal 30 April 2018 karena dalam melakukan evaluasi seharusnya dilakukan dengan meneliti seluruh aspek yakni aspek pengusahaan, aspek teknik, dan aspek lingkungan,” ungkap jaksa.
Agenda sidang pada hari ini adalah pembacaan jawaban tertulis dari masing-masing tim Kuasa Hukum kedelapan terdakwa atau Duplik atas jawaban tertulis dari JPU atau Replik terhadap pembacaan Nota Pembelaan (Pledoi) tim Kuasa Hukum kedelapan terdakwa. Kuasa Hukum terdakwa Koordinator Pengawasan Usaha Operasi Produksi dan Pemasaran Mineral Yuli Bintoro, Agoes Djaja SH mengatakan, isi Duplik yang dibacakannya pada hari ini sesuai dengan Nota Pledoi yang dibacakannya sebelumnya, bahwa pihaknya menyatakan dari saksi-saksi yang dihadirkan di muka persidangan tidak ada satu pun yang mengarah kepada perbuatan RKAB itu.
“Jadi tidak ada hubungannya dengan PT KKP yang diduga menjual dokumen terbang dan PT Tambang Mineral Maju (TMM). Jadi terputus. Karena mereka tidak saling kenal kok,” ujar Agoes Djaja SH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
Dikatakannya, semua selalu memakai surat menyurat. “Di persidangan, pihak yang mengajukan RKAB tidak kenal. Pihak yang membuat RKAB sama juga tidak saling kenal. Terus tidak ada bisa dibuktikan, misalnya, ada feed back atau umpan balik. Misalnya, ada satu saksi seorang konsultan dari PT TMM, saksi Ardiwinata itu diduga dikasih duit Rp1,5 miliar untuk mengurus RKAB. Tapi saksi Ardiwinata itu sendiri mati-matian ditanya sama hakim dan jaksa, pokoknya Rp800 juta diserahkan kepada JPE (contact person) dan sisanya Rp17 juta ke mana? Ya untuk perusahaan dia. Jadi tidak ada satu pun uang yang diserahkan ke klien saya. Nah, itu satu-satunya saksi Ahli dilihat dari Hand Phonenya (HP) atau telpon genggam tidak ada di situ, misalnya, ada aliran dana atau ke mana. Ditanya oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) juga tidak ada. Jadi kira-kira seperti itu,” ungkap Agoes Djaja SH dari Kantor Law Firm Keluarga Besar Purna Adhyaksa yang beralamat di Jalan Tomang ini.
Ia mengharapkan sesuai Nota Pledoi dan Duplik yang dibacakannya di muka persidangan bisa dikabulkan oleh majelis hakim karena semuanya terutama dari tim Kuasa Hukum terdakwa dari Kementerian ESDM RI, semuanya sama. “Mulai dari Nota Pledoi, Duplik, isinya sama semua. Yakni ingin kliennya bebas dari semua tuntutan jaksa,” urainya.
Ia menilai tuntutan yang dibacakan oleh jaksa ragu-ragu terhadap kliennya. “Kenapa? Klien saya dikenakan Pasal 2 Undang-Undang (UU) Pemberantasan Tipikor Nomor 31 tahun 1999 dengan diberikan tuntutan hukuman 4,5 tahun penjara. Padahal, minimal 4 tahun kurungan penjara. Kan cuma dinaikan setengah tahun oleh jjaksa. Itu berarti tuntutan jaksa ragu-ragu. Jaksa tahu, bahwa tuntutannya tidak bisa,” paparnya.
Agenda sidang selanjutnya akan digelar pada Rabu (24/04/2024) dengan pembacaan putusan final majelis hakim untuk kedelapan terdakwa. “Kita tunggu hasil putusan final majelis hakim. Apakah majelis hakim sependapat dengan Nota Pledoi kami dengan rekan-rekan Kuasa Hukum yang lain. Sementara, Duplik ini kan tanggapan atas jawaban jaksa terhadap Nota Pembelaan kami. Tapi kalau majelis hakim sesuai aturan hukum yang ada, tentunya putusan akan memberikan keadilan kepada terdakwa. Putusan seadil-adilnya. Karena isi Nota Pledoi saya ingin klien saya ini bebas ya dibebaskan,” terangnya.
Dijelaskannya, kenapa ia ingin kliennya dibebaskan karena tidak ada saksi-saksi dalam keterangannya di muka persidangan yang memberatkan kliennya. (Murgap)