Tim Penasehat Hukum terdakwa Laksamana Muda (Purn) Agus Purwoto, Forum Advokat Spesialist Tipikor (FAST) yang diketuai oleh RM Tito Hananta Kusuma SH MM (kedua dari kiri) foto bersama Hasan Basri SH (pertama dari kiri), Ida Rajaguguk SH MH (kedua dari kanan) dan lainnya, saat jumpa pers di teras PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Senin siang (17/07/2023). (Foto : Murgap Harahap)
Jakarta, Madina Line.Com – Tok! Akhirnya, hakim menjatuhi hukuman kurungan penjara selama 12 tahun kepada mantan Direktur Jenderal Kekuatan Pertahanan Kementerian Pertahanan Republik Indonesia (Dirjen Kuathan Kemenhan RI) Laksamana Muda (Laksda) Tentara Nasional Indonesia (TNI) Purnawirawan (Purn) Agus Purwoto pada kasus Tipikor proyek pengadaan satelit slot orbit 123 derajat Bujur Timur (BT) Kemenhan RI tahun 2012 hingga 2021 di ruang Prof Dr HM Hatta Ali SH MH, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Jakpus, Senin siang (17/07/2023).
Hakim menyatakan, terdakwa Agus Purwoto terbukti bersalah melakukan Tipikor secara bersama-sama dengan terdakwa Arifin Wiguna dan terdakwa Surya Cipta Witoelar. “Mengadili menyatakan terdakwa satu, Laksda TNI (Purn) Agus Purwoto, terdakwa dua, Arifin Wiguna, terdakwa tiga, Surya Cipta Witoelar, telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tipikor secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan primer penuntut koneksitas,” kata Ketua Majelis hakim Fahzal Hendri saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Jakpus, Senin (17/07/2023).
“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa satu, Laksda TNI (Purn) Agus Purwoto, dengan pidana penjara selama 12 tahun,” katanya.
Selain itu, hakim juga meminta terdakwa Agus Purwoto membayar denda sebesar Rp500 juta. Apabila, denda tidak dibayar, akan diganti dengan pidana hukuman kurungan badan selama 3 bulan.
“Pidana denda sebesar Rp500 juta, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar akan diganti dengan pidana kurungan badan selama 3 bulan,” katanya.
Hakim juga meminta terdakwa Agus Purwoto membayar uang pengganti sebesar Rp153.094.059.580,68. Apabila, Agus Purwoto tak mampu membayar biaya pengganti tersebut, diganti dengan pidana hukuman kurungan badan selama 3 tahun.
“Menjatuhkan pidana tambahan berupa pembayaran biaya pengganti kepada terdakwa sebesar Rp 153.094.059.580,68, jika terpidana tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu 1 bulan setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap (inchraat), maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti. Kemudian, dalam hal terpidana tidak memiliki harta yang mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut, maka dipidana dengan pidana penjara selama 3 tahun,” katanya.
Terdakwa Arifin Wiguna selaku Komisaris Utama (Komut) PT Dini Nusa Kusuma (PT DNK) dan Surya Cipta Witoelar selaku Direktur Utama (Dirut) PT DNK dengan hukuman kurungan penjara selama 12 tahun dan membayar denda Rp500 juta subsider 3 bulan. Hakim meminta terdakwa Arifin Wiguna dan Surya Cipta Witoelar membayar uang pengganti masing-masing Rp100 miliar atau diganti dengan pidana hukuman kurungan badan selama 3 tahun.
“Menjatuhkan pidana tambahan berupa pembayaran biaya pengganti kepada terdakwa sebesar Rp100 miliar, jika terpidana tidak membayar biaya pengganti paling lama dalam waktu 1 bulan setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap (inchraat), maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti. Kemudian, dalam hal terpidana tidak memiliki harta yang mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut, maka dipidana dengan pidana penjara selama 3 tahun,” ujarnya.
Hakim mengatakan hal memberatkan putusan itu adalah para terdakwa tidak membantu program pemberantasan korupsi pemerintah. Kemudian, perbuatan terdakwa juga menimbulkan kerugian keuangan negara melalui Kemenhan RI.
“Hal-hal yang memberatkan para terdakwa tidak membantu program pemerintah dalam pemberantasan Tipikor, terdakwa satu, selaku anggota TNI dalam bertindak kurang memahami ketentuan yang berlaku dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah, sehingga menimbulkan kerugian keuangan negara di Kemenhan RI. Terdakwa kedua, Arifin Wiguna, terdakwa tiga, Surya Cipta Witoelar dalam bertindak hanya ingin mendapatkan keuntungan dari PT DNK, sehingga kurang hati-hati dalam bertindak dan menimbulkan kerugian keuangan negara di Kemenhan RI,” ungkap hakim.
Sementara itu, hal meringankan putusan adalah para terdakwa bersikap sopan dan kooperatif. Kemudian, para terdakwa merupakan tulang punggung keluarga.
Para terdakwa dinyatakan melanggar Pasal 2 ayat 1 juncto (jo) Pasal 18 Undang-Undang (UU) Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Sebelumnya, mantan Dirjen Kuathan Kemenhan RI Laksda TNI (Purn) Agus Purwoto dituntut 18 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider 6 bulan penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Jaksa meyakini Agus Purwoto bersalah melakukan Tipikor dalam kasus korupsi proyek pengadaan satelit slot orbit 123 derajat BT Kemenhan RI tahun 2012 hingga 2021. Jaksa menuntut Arifin Wiguna selaku Komut PT DNK, Surya Cipta Witoelar selaku Dirut PT DNK dan Thomas Anthony Van Der Heyden (Warga Negara Amerika Serikat) selaku Senior Advisor PT DNK dengan pidana penjara 18 tahun penjara.
Jaksa menuntut masing-masing dari para terdakwa membayar denda sebesar Rp 1 miliar. Apabila tidak dibayar, diganti dengan pidana badan selama 6 bulan.
Hakim memvonis Senior Advisor PT DNK yang merupakan Warga Negara Amerika Serikat (AS) Thomas Anthony Van Der Heyden dengan hukuman 12 tahun penjara di kasus korupsi pengadaan satelit untuk mengisi slot satelit orbit 123 derajat BT di Kemenhan RI periode 2012 hingga 2021. Selain itu, hakim juga menghukum Thomas membayar denda Rp500 juta subsider 3 bulan.
“Mengadili, menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan Tipikor secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan primer,” kata hakim.
Hakim meyakini Warga Negara AS itu terlibat dalam kasus korupsi yang merugikan negara Rp453 miliar ini. Karena itu, Thomas juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 100 miliar.
Tim Penasehat Hukum terdakwa Laksda TNI (Purn) Agus Purwoto, Forum Advokat Spesialist Tipikor (FAST) yang diketuai oleh RM Tito Hananta Kusuma SH MM menegaskan, bahwa kliennya adalah seorang ksatria yang tegar. “Saya belum pernah melihat klien yang begitu tegar dan tabah seperti Agus Purwoto. Meskipun kami semua kecewa dengan putusan majelis hakim kepada klien saya yakni memberikan hukuman penjara selama 12 tahun, tapi kami tetap menghormati putusan final majelis hakim tersebut,” ujar RM Tito Hananta Kusuma SH MM kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
Dikatakannya, hanya saja pihaknya akan menyiapkan memori banding karena fakta persidangan jelas, bahwa kliennya melaksanakan perintah Presiden RI dan ada Rapat Kabinet Terbatas. “Kami kecewa hal ini tidak menjadi pertimbangan majelis hakim. Kami menyiapkan materi memori banding kami sebaik-baiknya agar keadilan bagi Agus Purwoto tetap bisa diperjuangkan,” terangnya.
“Isi materi memori banding kita akan mengulas fakta-fakta yang kita keberatan, ada fakta Rapat Kabinet Terbatas yang tidak diungkap. Bahwa ada fakta sebelum pembayaran sebelum arbitrase dan ada review (kajian) dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan RI atau BPKP RI juga tidak diungkapkan, dan banyak hal-hal lain yang akan kita ungkap di memori banding kami,” katanya.
Tetapi, sambungnya, pihaknya salut kepada terdakwa Agus Purwoto tidak terima uang sepeser pun dan hal itu terbukti dalam putusan pengadilan. “Putusan pengadilan menyatakan, Agus Purwoto tidak menerima uang sepeser pun dalam perkara ini. Ini jelas itikad baik dari seorang perwira,” paparnya.
Dijelaskannya, tadi di persidangan ada materi hukuman yang dibacakan oleh majelis hakim terhadap terdakwa Agus Purwoto yang akan diajukan keberatan dalam memori banding. “Harapannya majelis hakim di Pengadilan Tinggi (PT) bisa melihat fakta ini lebih jernih, bahwa jelas ada perintah Presiden RI. Tidak ada keuntungan yang dinikmati. Bahkan, kita sudah mengungkapkan semua fakta dan surat di dalam perkara ini. Kita berhadap ada keadilan di Pengadilan Tinggi,” tandasnya. (Murgap)