Kuasa Hukum terdakwa ahli waris tanah Ali Sofyan, Prof Dr Eggi Sudjana SH MSi (tengah) foto bersama anggota tim Kuasa Hukumnya Akhlan Balweel SH (pertama dari kanan) didampingi saksi Lilis (kedua dari kiri), Barce (pertama dari kiri) dan Nanang (kedua dari kanan) di luar ruang Wirjono Projodikoro 2, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Selasa (20/06/2023). (Foto : Murgap Harahap)
Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menggelar acara sidang lanjutan untuk kesembilan kalinya dengan Nomor Pokok Perkara 39 Tipidsus terkait perkara Ali Sofyan yang merupakan salah satu ahli waris tanah dari RS Hadi Sopandi pemilik tanah yang sebelumnya dikuasai oleh pihak PT Pertamina dan kejadiannya pada tahun 2016 hingga 2017 dengan terdakwa ahli waris tanah Ali Sofyan, di ruang Wirjono Projodikoro 2, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Selasa (20/06/2023).
Pada sidang kali ini, dihadirkan 4 saksi yakni Lilis, Nanang, Ayi dan Barce, Ahli Hukum Pidana Dr Usman, dan dilakukan pemeriksaan terdakwa ahli waris tanah Ali Sofyan untuk memberikan keterangan dan penjelasan di hadapan Jaksa Penuntut Umum (JPU), majelis hakim, dan Kuasa Hukum dari terdakwa ahli waris tanah Ali Sofyan. Kuasa Hukum terdakwa salah satu ahli waris tanah dari RS Hadi Sopandi, Ali Sofyan, Prof Dr Eggi Sudjana SH MSi mengatakan, sangat jelas proses pembuktian di luar pengadilan, maka itu bukan menjadi Barang Bukti (BB) terutama uang sebesar Rp9 miliar yang disita oleh pihak Kejaksaaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) dan surat tanah yang tidak ada kaitannya juga tidak merupakan BB.
“Kalau tidak merupakan BB, maka tidak ada hubungan hukum dengan tindak pidana yang dituduhkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), maka karena bukan BB, harus dikembalikan kepada ahli waris atau pihak yang memberikan uang tersebut. Jadi itu yang penting, pertama,” ujar Prof Dr Eggi Sudjana SH MSi kepada wartawan Madina Line Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
“Kedua, terdakwa Ali Sofyan dengan agenda pemeriksaan tadi di muka persidangan tidak bersalah dan saya buktikan dengan saksi-saksi juga, ada saksi Nanang sangat jelas menjelaskan, bahwa dirinya tidak tahu menahu tentang cek Rp1 miliar. Pihak yang tahu soal cek Rp1 miliar itu cuma mantan istri dari terdakwa Ali Sofyan yakni Lilis,” terang Prof Dr Eggi Sudjana SH MSi dari Kantor Law Firm Managing Partner Eggi Sudjana and Partner yang berlokasi di Jakarta.
Dijelaskannya, saksi Lilis sudah menjelaskan, bahwa Dede Rahmana saat pertemuan tidak ada telpon sana dan telpon sini. “Itu waktu keterangan Dede Rahmana menelpon ke Rina Pertiwi yakni panitera di PN Jakarta Timur (Jaktim). Padahal, tahu Rina Pertiwi tahu juga tidak,” tegasnya.
“Itu juga satu bukti kuat, bahwa uang Rp1 miliar bukanlah gratifikasi berdasarkan pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) Nomor 31 tahun 1999 menyatakan, penerima uang harus Aparatur Sipil Negara (ASN) atau penyelenggara negara dan pihak yang memberikan uang harus terdakwa,” paparnya.
Dikatakannya, terdakwa Ali Sofyan tidak memberikan cek dengan total Rp1 miliar itu kepada siapa-siapa kecuali kepada Dede Rahmana. “Jadi ada hubungan hukum antara terdakwa Ali Sofyan dengan Dede Rahmana itu berhenti sampai di situ. Hubungan hukumnya putus. Adapun Dede Rahmana ke Rina Pertiwi atau ke semua-semua itu urusan Dede Rahmana dengan Rina Pertiwi dan itu lah yang harusnya menjadi tersangka dalam perkara ini,” pungkasnya.
“Dede Rahmana dan Rina Pertiwi yang harusnya dipanggil oleh JPU. Nah tidak cermat dakwaan JPU kepada kliennya. Berdasarkan pasal 143 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau KUHAP menyatakan, dakwaan JPU harus lengkap, harus cermat, dan harus jelas. Jadi tiga unsur tersebut tidak terpenuhi,” katanya.
Oleh karena itu, sambungnya, kliennya terdakwa ahli waris tanah Ali Sofyan harus bebas demi hukum. “Ahli Dr Usman juga mengatakan Onslaagh. Artinya, bebas dari segala tuntutan hukum kepada klien saya ini dan sesuai yang saya terangkan,” urainya.
“Anda semua bisa jadi saksi dalam persidangan ini kalau mengikuti dari awal. Oleh karena itu, kalau nanti dalam tuntutan JPU mumcul tuntutan ada pasal dengan tuntutan sekian, itu pasal ghaib atau pasal halusinasi atau pasal orang tidak punya pikiran,” ungkapnya.
Tuntutan JPU, imbuhnya, akan dibacakan pada Kamis (22/06/2023). “Pembacaan Nota Pembelaan atau Nota Pledoi akan dibacakan pada Senin (26/06/2023) oleh tim Kuasa Hukum terdakwa ahli waris tanah Ali Sofyan. Putusan hakim akan dibacakan pada 4 Juli 2023,” jelasnya.
“Lihat deh pasti tuntutan JPU lucu. Halusinasi saja. Kalau bahasa orang itu onani intelektual saja atau pikirannya ngaco, gitu loh,” ujarnya.
Untuk persiapan Nota Pledoi, sambungnya, sudah jelas semua saksi yang dihadirkan di muka persidangan, isi Nota Pledoinya, bahwa terdakwa Ali Sofyan tidak bersalah. “Karena dituntut oleh JPU tentang gratifikasi, ternyata menurut pasal 13 UU Pemberantasan Tipikor Nomor 31 tahun 1999 tidak terpenuhi, akumulatifnya. Disebut korupsi itu ada merugikan negara. Apa yang dirugikan negara? Uang tersebut tidak berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Tidak ada urusannya dengan begitu dan ini masuknya juga kalau mau masuk ke hukum, masuknya ke hukum pidana biasa bukan Tipikor. Ini saja sudah salah alamat dan salah peradilan,” tegasnya.
“Harusnya, klien saya bebas demi hukum. Itu isi Nota Pledoi kami,” tuturnya.
Ia mengharapkan dengan adanya perkara ini, Kejagung RI, perhatian lah terhadap kasus ini, jangan dianggap kecil. “Jangan sampai tidak ada perhatian. Ini ada rakyat sedang dizolimi. Jaksanya diduga tidak profesional. Kenapa orang tidak bersalah kok dituduh bersalah. Itu yang perlu diingatkan oleh Ketua Kejagung RI,” imbaunya.
“Untuk Mahkamah Agung (MA) RI, Komisi Yudisial (KY), sudah saya laporkan. Hakim itu punya Peraturan dan Kode Etik Hakim menyebutkan, Hakim Harus Adil, Hakim Harus Transparan, Hakim Harus Jujur, Hakim Harus Mandiri dan Hakim Harus Profesional. Jadi kalau hakim tidak memutus berdasarkan Peraturan dan Kode Etik Hakim, hakim melanggar Kode Etik dan seyogyanya hakim seperti itu mesti dipecat,” tandasnya. (Murgap)