Aston Gultom SH
Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menggelar acara sidang kasus dugaan Tipikor Persetujuan Impor (PI) baja atau besi, baja paduan dan produk turunannya tahun 2016 sampai dengan 2021 dengan terdakwa Tahan Banurea (TB) selaku Kepala Sub Bagian Tata Usaha (Kasubag TU) Kemendag RI periode 2017 hingga 2018 dan Kepala Seksie (Kasie) Barang Aneka Industri periode 2018 hingga 2020 pada Direktorat Impor Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Republik Indonesia (Ditjen Daglu Kemendag RI), Taufik (T) selaku Manager di PT Meraseti Logistik Indonesia, dan Budi Hartono Linardi (BHL) selaku owner atau pemilik PT Meraseti Group, di ruang Prof Dr H Muhammad Hatta Ali SH MH, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Senin (19/12/2022).
Pada sidang kali ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan 9 (sembilan) saksi fakta yakni Direktur Impor periode 2018 hingga 2020 Ditjen Daglu Kemendag RI Ani Mulyati, Kepala Biro (Karo) Hukum Kemendag RI Sri Haryati, Kasie Direktur Impor Ditjen Daglu Kemendag RI Reno, Kepala Bagian Tata Usaha (Kabag TU) Direktorat Impor Ditjen Daglu Kemendag RI Teddy Hardiansyah. Sekretaris Direktorat Jenderal (Sesditjen) Daglu Kemendag RI A Hadiah, Kasie Bahan Baku Impor Direktorat Impor Ditjen Daglu Kemendag RI Reni Suprapti, Bendahara Direktorat Impor Ditjen Daglu Kemendag RI Sunarto dan Kabag Umum Sesditjen Daglu Kemendag RI Redi untuk memberikan keterangan dan penjelasan terkait Surat Penjelasan (Sujel) dan Surat Persetujuan Impor (SPI) terkait PI baja atau besi, baja paduan dan produk turunannya di hadapan majelis hakim, JPU dan tim Kuasa Hukum dari masing-masing terdakwa.
Kuasa Hukum terdakwa owner atau pemilik PT Meraseti Group Budi Hartono Linardi (BHL), Aston Gultom SH mengatakan, terungkap dalam persidangan, bahwa Direktur Impor Ditjen Daglu Kemendag RI Ani Mulyati mengaku melihat Sujel PI baja atau besi, baja paduan dan produk turunannya. “Kalau tidak salah dilihat oleh Direktur Impor Ditjen Daglu Kemendag RI Ani Mulyati sehari dibuatnya Sujel tersebut. Ani Mulyati pun di persidangan mengatakan, Sujel yang dilihat itu bukan seperti Sujel seharusnya. Makanya, kita tanyakan tanggung jawab Ani Mulyati sebagai Direktur Impor Ditjen Daglu Kemendag RI, harusnya ia menghentikan ataupun ada kepeduliannya dari segi prinsip kehati-hatian,” ujar Aston Gultom SH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
Kuasa Hukum terdakwa owner atau pemilik Meraseti Group Budi Hartono Linardi (BHL), Aston Gultom SH saat bersidang kasus dugaan Tipikor Persetujuan Impor (PI) baja atau besi, baja paduan dan produk turunannya tahun 2016 sampai dengan 2021 di ruang Prof Dr H Muhammad Hatta Ali SH MH, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Senin (19/12/2022). (Foto : Murgap Harahap)
Dikatakannya, seharusnya Direktur Impor Ditjen Daglu Kemendag RI Ani Mulyati menyampaikan pendapatnya supaya Sujel PI baja atau besi, baja paduan dan produk turunannya itu dicabut. “Namun, Direktur Impor Ditjen Daglu Kemendag RI Ani Mulyati mengatakan, hanya melihat Sujel saja,” terangnya.
“Nah, karena itu lah menjadi bumerang bagi para pelaku usaha. Ternyata, Sujel itu hal yang biasa dan mereka (Kemendag RI) melakukan itu ternyata bukan hanya untuk 6 (enam) importir baja atau besi, baja paduan dan produk turunannya saja tapi ada importir lain juga,” katanya.
Ia mempertanyakan kepada JPU, kenapa yang menandatangani Sujel PI baja atau besi, baja paduan dan produk turunannya tidak dijadikan tersangka. “Pihak yang menandatangani Sujel ini kan ada Direktur Impor Ditjen Daglu Kemendag RI Ani Mulyati, pihak yang membuat dan mengkonsep Sujel tersebut. Kenapa tidak menjadi tersangka? Direktur Daglu Kemendag RI pernah menandatangani Sujel juga. Anehnya, terdakwa Kasubag TU Kemendag RI lah Tahan Banurea yang tidak tahu menahu soal Sujel dan tidak pernah menerima apa-apa bisa jadi tersangka,” herannya.
“Makanya, siapa yang menjadi tersangka di pembuatan Sujel tidak ada. Sesuai bukti formilnya, sesuai Undang-Undangnya (UU), dengan tidak adanya kewenangan dari saudara Tahan, kita jadi berpikir, ada apa dengan perkara ini. Apakah ada lokalisir terhadap masalah atau tidak,” terangnya.
Disebutkannya, terdakwa Tahan Banurea tidak ikut menandatangani Sujel, tapi Tahan hanya menerima Sujel itu dan memberikan tanda ceklist. “Jadi surat permohonan itu ada yang Tahan terima baru diajukannya. Harusnya yang menjadi problem hukum itu adalah produk Sujel itu,” tegasnya.
“Adakah perbuatan Tahan dalam produk Sujel itu ternyata tidak ada. Nah, untuk apa Tahan dipidana kalau tidak ada perbuatannya yang tidak punya kewenangan terhadap perkara ini menjadi tersangka. Maka, di mana letak perbuatan melawan hukumnya (PMH)?” tanyanya.
Dijelaskannya, ternyata Sujel itu masih berlaku hingga sekarang dan dikatakan oleh Direktur Impor Ditjen Daglu Kemendag RI Ani Mulyati, bahwa pihak swasta boleh melakukan Sujel. “Pertanyaannya, kebijakan Sujel itu dibuat oleh Kemendag RI. Ternyata perbuatan membuat Sujel itu merupakan PMH. Pertanyaannya kenapa yang membuat Sujel tersebut tidak dijadikan tersangka? Kenapa yang menggunakan Sujel itu sah-sah saja, bahwa Sujel itu kebijakan dari pimpinan. Pihak yang menggunakan Sujel itu hanya importir. Ini hanya mengurus kepabeanannya saja, keluar. Importirnya yang memperoleh keuntungan dari Sujel dan menggunakan dan Sujel itu atas nama importir dan tidak menjadi tersangka,” keluhnya.
Artinya, sambungnya, pihak-pihak ditarik, sehingga jelas persoalan ini apakah menjadi tersangka atau tidak, dengan tidak ditariknya pihak-pihak tersebut menjadikan persoalan ini menjadi blunder. “Perkara ini menjadi tidak jelas. Sebenarnya di mana letak PMHnya? Siapa pihak yang harus bertanggung jawab? Akhirnya, perkara ini menjadi tidak jelas,” sesalnya.
“Akhirnya, kita memvonis orang bersalah lah nanti ini dan itu. Sebenarnya, menghitung kerugian negara itu dari mana sih? Apakah uang untuk importir itu uang dari Kemendag RI atau dari uang negara? Uang siapa itu? Uang importir kata Direktur Impor Ditjen Daglu Kemendag RI Ani Mulyati. Oke lah kalau begitu. Kalau dengan Sujel ini, datang besi lalu dijual, apakah uangnya harus disetor ke negara? Tidak. Tapi uangnya masuk ke kas perusahaan. Biaya yang harus dibayar oleh importir adalah tarif Bea Masuk (BM) produk impornya dan itu dibayar,” ungkapnya.
Jadi, imbuhnya, kalau ditanya apakah merugikan keuangan negara sebenarnya dari perbuatan Sujel itu, jawabnya tidak. “Karena tarifnya sama kaya tarif impor biasa. Hanya persoalannya, tidak melalui kuota impor dan tidak melalui lembaga survey,” tandasnya.
Untuk enam tersangka korporasi yakni PT Jaya Arya Kemuning (JAK), PT Duta Sari Sejahtera (DSS), PT Intisumber Bajasakti (IB), PT Prasasti Metal Utama (PMU), PT Bangun Era Sejahtera (BES), dan PT Perwira Adhitama (PA) belum masuk ke persidangan. (Murgap)