Tris Hariyanto SH MH
Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) kembali menggelar acara sidang lanjutan perkara Tindak Pidana Umum (Pidum) ke-6 (enam) kali terkait pencurian uang dengan cara pencairan cek senilai Rp178 juta di Kantor Cabang Pembantu (KCP) Bank Central Asia (BCA) Roxy Mas, Jakarta Pusat (Jakpus) dengan terdakwa Setyo Priono yang bekerja di PT Singa Langit Jaya di ruang Oemar Seno Adji 1, PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Kamis siang (20/01/2022).
Pada sidang kali ini, agendanya adalah pembacaan Nota Pembelaan (Pledoi) oleh Kuasa Hukum terdakwa Setyo Priono, Tris Hariyanto SH MH di hadapan majelis hakim dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) PN Jakpus. Tris Hariyanto SH MH dari law firm Tris Hariyanto and Partner mengatakan, terdakwa Setyo Priono didakwa dan dituntut oleh JPU yang dibacakan tuntutan dan dakwaan oleh JPU pada Selasa (18/01/2022), terdakwa Setyo Priono bersalah karena melakukan Tindak Pidana Umum (Tipidum) pencurian uang lewat pencairan cek di KCP BCA, Roxy Mas, Jakpus, senilai Rp178 juta dengan pasal 36 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dipidana selama 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan kurungan penjara.
“Maka di hari Kamis (20/01/2022), saya selaku Kuasa Hukum terdakwa Setyo Priono dan hak dari terdakwa Setyo Priono mengajukan Nota Pembelaan (Pledoi) yang telah saya bacakan di dalam persidangan,” ujar Tris Hariyanto SH MH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
Dikatakannya, dengan pembacaan Pledoi di persidangan agar ada gambaran yang tadinya tertutup bisa terang benderang atas perkara ini. “Biar perkara ini yang tadinya gelap bisa terang-benderang. Tidak mungkin ada 1 (satu) orang di waktu yang sama, berada di dua tempat yang berbeda,” katanya.
“Karena locus dan tempus (lokasi dan waktu) delictie (delik)-nya berada di Jakpus yaitu di KCP BCA Roxy Mas, Jakpus, pada hari Jum’at (12/10/2018) sekira pukul 15.00 WIB, ada seseorang berjenis kelamin pria telah didakwa oleh JPU adalah klien kami, mencairkan cek BCA atas nama PT Singa Langit Jaya senilai Rp178 juta,” urainya.
Pada saat tersebut, sambungnya, secara nyata dan terang benderang, kliennya sedang berada di Rumah Sakit Anna Medika, Bekasi Utara, Jawa Barat (Jabar) untuk check-up kesehatan dengan dokter spesialis kulit dan kelamin bernama dr Fahmi Rizal Sp.KK. “Jadi apa yang menjadi barang bukti (BB) ataupun keterangan dari para saksi, menurut hemat kami, tidak biaa dijadikan pertimbangan hukum,” ungkapnya.
“Pasalnya, BB dalam rekaman Camera Control Television (CCTV) di KCP BCA Roxy Mas, Jakpus, tidak bisa menunjukkan secara jelas dan nyata seseorang itu adalah kliennya (terdakwa Setyo Priono). Karena rekaman di CCTV tersebut berdurasi hanya sekitar 4 (empat) hingga 5 (lima) menit. Hanya seseorang sedang berdiri dan rekamannya buram warnanya dan hanya flash disk yang dilakukan oleh penyidik kepolisian dan disita oleh JPU,” terangnya.
Karena, imbuhnya, pihaknya harus melakukam pendalaman lebih lanjut pada kasus ini. “Flash disk ini sumbernya dari mana dan masternya dari mana?” tanyanya.
Dikatakannya, sekitar pukul 14.56 WIB di dalam laporan polisi (LP) tapi di persidangan, rekaman CCTV pukul 15.06 WIB. “Jadi tidak sinkron dengan apa yang didakwakan oleh JPU. Hanya bukti seseorang berdiri bagaimana kita bisa melihat seseorang yang sedang berdiri tersebut adalah klien kami?” herannya.
“Sedangkan saya sendiri, masih sehat dan tidak punya mata katarak serta tidak buta, bahkan melihat rekaman CCTV dari KCP BCA Roxy Mas, Jakpus, tidak jelas seseorang yang berdiri tersebut adalah kliennya,” urainya.
Dkatakannya, saksi-saksi yang dihadirkan di persidangan dari KCP BCA Roxy Mas, Jakpus, dan dari kantor PT Singa Langit Jaya, serta dari pihak RS Anna Medika, Bekasi Utara, Jabar, bertolak belakang. “Saksi dari KCP BCA Roxy Mas, Jakpus menerangkan, bahwa seseorang dalam rekaman CCTV tersebut adalah terdakwa Setyo Priono. Namun, menurut kami seseorang di dalam rekaman CCTV tersebut bukanlah terdakwa Setyo Priono,” jelasnya.
“Kalau di dalam ilmu hukum, oke keterangan saksi-saksi bisa dijadikan BB di persidangan. Cuma pertanyaannya dan menjadi pertimbangannya, apa yang disampaikan di persidangan tersebut disampaikan dengan BB yang valid?” ujarnya.
Benarkah ada sesorang yang datang ke KCP BCA Roxy Mas, Jakpus, pada Jum’at (12/10/2018), sambungnya, terdakwa Setyo Priono? “Bagaimana saksi dari KCP BCA Roxy Mas, Jakpus, bisa mengingat kejadian 3 (tiga) tahun lalu?” tanyanya lagi.
Bahkan, imbuhnya, dirinya saja tidak bisa mengingat pakai baju warna apa satu pekan lalu. “Terkecuali pada Jum’at (12/10/2018) pukul 15.00 WIB terjadi pengarsipan bukti pencairan cek tersebut tersimpan data otentik, mungkin bisa masuk dalam logika hukum,” terangnya.
“Sedangkan, orang yang membuat LP adalah Manajer Keuangan PT Singa Langit Jaya bernama Pencang Yuan dan PT Singa Langit Jaya juga tempat kliennya bekerja. Namun, nama Pencang Yuan tidak pernah di Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dan tidak pernah dihadirkan di persidangan dan Henny dari PT Singa Langit Jaya juga tidak pernah dihadirkan di persidangan oleh JPU,” sesalnya.
Dikatakannya, dasar saksi PT Singa Langit Jaya hanya mengadopsi keterangan dari Pencang Yuan. “Saksi adalah seseorang yang mendengar dan mengalami langsung. Itu jelas diatur di dalam KUHP,” terangnya.
Ia menilai kliennya tidak pernah mencairkan cek senilai Rp178 juta dari KCP BCA Roxy Mas, Jakpus, pada Jum’at (12/10/2018) pukul 15.00 WIB. “Bahkan dalam warkah cek senilai Rp178 juta yang dikeluarkan oleh KCP BCA Roxy Mas, Jakpus, bukan tanda tangan dari klien kami,” tegasnya.
“Tanda tangan di dalam cek tersebut diduga dipalsukan oleh orang lain. Padahal, dari pertama kami mendampingi terdakwa ketika dilakukan penyidikan hingga ke persidangan ini, kami memertanyakan kepada pihak penyidik Polisi Republik Indonesia (Polri) terkait LP,” tuturnya.
Menurutnya, LP ini dibuat pada 2018 di bulan Okrober. “LP itu dibuat 3 tahun lalu. Kalau memang jelas terdakwa Setyo Priono ini bersalah, kenapa kejadian ini baru di persidangkan di PN Jakpus tahun ini,” herannya lagi.
“Selama bertahun-tahun baru disidangkan. Menjadi pertanyaannya, kenapa kasus ini baru disidangkan pada tahun 2022,” ungkapnya.
Dari BB berupa rekaman CCTV yang tidak pernah diuji forensik oleh pihak kepolisian dan JPU, dan bukti tanda tangan cek yang diduga dipalsukan, sambungnya maka BB tersebut sangat prematur. “Pihak yang sangat penting dalam kasus ini yakni orang yang menandatangani cek dan tidak pernah dihadirkan di persidangan,” keluhnya.
“Mudah-mudahan majelis hakim bisa memertimbangkan isi Pledoi saya ini dan majelis hakim bisa obyektif menanggapi perkara ini mulai dari awal hingga hari ini,” harapnya.
Menurutnya, keterangan sakai-saksi, masih sangat mentah untuk dijadikan fakta hukum. “Kalau benar terdakwa Setyo Priono ini sebagai pelaku pencairan cek, pihak penyidik kepolisian harus bisa menguraikan perkara ini satu demi satu,” katanya.
Sesuai pasal 36 ayat 1 KUHP, sambungnya, berbunyi keterangan saksi-saksi harus diuraikan satu demi satu. “Mulai dari awal terdakwa Setyo Priono ini mencairkan cek. Tapi kenapa penyidik kepolisian hanya mendapatkan BB pada endingnya (akhirnya) saja dari kasus pencairan cek ini” ucapnya.
“Menurut kami, BB yang diperlihatkan di pengadilan masih sangat prematur dnn keterangan saksi masih sangat mentah,” tuturnya.
Agenda sidang selanjutnya, imbuhnya, pada Kamis (03/02/2022) putusan final majelis hakim PN Jakpus. “Majelis hakim diharapkan bisa memutus perkara ini dengan seadil-adilnya kepada klien kami. Klien kami bisa dibebaskan dari tuntutan JPU,” tandasnya.
Perkara kasus pencairan cek ini dengan Nomor Perkara 73 tahun 2021. (Murgap)