Kuasa Hukum mantan Lurah Kampung Bali, Tanah Abang, Jakpus, Virza Roy Hizzal SH (pertama dari kiri) foto bersama anggota tim kuasa hukumnya Berman Sinurat SH di luar ruang sidang Wirjono Projodikoro 1, PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Rabu siang (24/03/2021). (Foto : Murgap Harahap)
Jakarta, Media Nasional.Co – Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) kembali menggelar sidang lanjutan ke-5 (lima) perkara Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pembangunan tower (menara) atau Based Transceiver Service (BTS) atau Pusat Layanan Penerima Signal di depan Kantor Kelurahan Kampung Bali, Tanah Abang, Jakarta Pusat (Jakpus), dengan terdakwa mantan Lurah Kampung Bali, Tanah Abang, Jakpus, Hermansyah, di ruang sidang Wirjono Projodikoro 1, PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, pada Rabu siang (24/03/2021).
Pada persidangan kali ini, dihadirkan 4 (empat) saksi fakta atas permintaan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU). Sebanyak, 2 (dua) saksi hadir di persidangan dan dua saksi lagi hadir secara virtual untuk memberikan keterangan dan kesaksian di hadapan Majelis Hakim PN Jakpus.
Sebanyak 2 saksi yang hadir di persidangan yakni dari pihak PT Telkomsel dan Jasa Penilai Bukti (JPB) dan dua saksi fakta lagi yang hadir secara virtual yakni General Manager (GM) Daya Mitra untuk bagian areal pembangunan tower BTS di daerah Jakarta Bogor Depok Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) dan pihak dari Koperasi Daya Mitra sebagai anak perusahaan dari Daya Mitra, sementara PT Telkomsel sebagai usser (pengguna) dari Daya Mitra yang saat ini sedang berperkara dalam kasus ini, selain mantan Lurah Kampung Bali, Tanah Abang, Jakpus, Hermansyah. Kuasa Hukum mantan Lurah Kampung Bali, Tanah Abang, Jakpus, Hermansyah, Virza Roy Hizzal SH mengatakan, Daya Mitra selaku pihak yang membangun tower BTS dan pihak yang menugaskan perusahaan yang namanya Koperasi Daya Mitra.
“GM Daya Mitra sendiri dari pengakuannya di persidangan kali ini menyatakan, kurang mengetahui terkait pembangunan tower BTS karena ia masuk sejak tahun 2018. Sementara, tower BTS ini dibangun pertama kali sejak ada persoalan pembangunan tower BTS di depan Yayasan Hati Suci,” ujar Virza Roy Hizzal SH yang didampingi anggota tim kuasa hukumnya Berman Sinurat SH kepada wartawan Media Nasional.Co ketika ditemui usai acara sidang ini.
Kemudan, sambungnya, tower BTS tersebut pindah ke depan Kantor Kelurahan Kampung Bali, Tanah Abang, Jakpus, pada tahun 2016 atau sejak pemerintahan Gubernur Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau akrab disapa Ahok. “Namun, akhirnya tower BTS yang disahkan oleh Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota (Pemprov DKI) Jakarta melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) adalah titik koordinat tower BTS yang berada di depan Kantor Kelurahan Kampumg Bali, Tanah Abang, Jakpus. Tower BTS di depan Kantor Kelurahan Kampung Bali, Tanah Abang, Jakpus, sudah sah dan sudah dikeluarkan Surat Keputusan (SK)-nya, dan Surat Izin Pembangunan Towernya oleh PTSP,” jelasnya.
“Pertanyaan JPU dan Ketua Majelis Hakim PN Jakpus lebih mengarah kenapa warga yang berada di lokasi lingkungan Rukun Tetangga (RT) 06 diminta tandatangan. Sementara, titik koordinat lokasi tower BTS itu di depan Kantor Kelurahan Kampung Bali, Tanah Abang, Jakpus, di RT 05,” ungkapnya.
Sementara itu, imbuhnya, saksi fakta Setyawan, selaku karyawan Koperasi Daya Mitra juga menyatakan, bahwa RT 06 dan RT 05 bagian dari radius dibangunnya tower BTS itu. “Jadi tidak ada masalah sebenarnya. Mau RT 05 dan RT 06, warganya terkena dampak radius dari pembangunan tower BTS,” katanya.
“Kemudian, sebagai Kuasa Hukum mantan Lurah Kampung Bali, Tanah Abang, Jakpus, yang dipertanyakan dalam persidangam kali ini, untuk memastikan, apakah Setyawan selaku SIde Akuisesion yang meminta izin warga untuk membangun tower BTS ini, apakah titik koordinatnya sama di depan Kantor Kelurahan Kampung Bali, Tanah Abang, Jakpus, dengan titik koordinat yang dikeluarkan oleh PTSP dan ternyata titik koordinatnya sama,” ujarnya.
Artinya, sambungnya, titik koordinat yang diizinkan oleh mantan Lurah Kampung Bali, Tanah Abang, Jakpus, sudah disetujui oleh PTSP. “Pertanyaan saya, ketika mengajukan izin pembangunan menara atau tower BTS ke PTSP, apakah ada dimintakan uang sewa kepada pihak provider atau Daya Mitra? Di situ tidak ada penjelasan dimintakan uang sewa. Ini artinya, ada benar-benar, menurut pendapat kami selaku Kuasa Hukum mantan Lurah Kampung Bali, Jakpus, Hermansyah, ada celah kekosongan hukum,” urainya.
“Kekosongan hukum untuk perizinan pembangunan menara atau tower BTS ini. Artinya, memang kalau Pemprov DKI Jakarta melalui PTSP memberikan izin pembangunan tower BTS ini, harusnya disitu harus diketahui status kepemilikan lahannya. Apakah sudah milik sendiri ataukah bisa disewakan kepada orang lain,” katamya.
Menurutnya, status kepemilikan lahan pembangunan tower atau menara BTS itu harus jelas dulu. “Kalau sudah jelas statusnya, barulah dikeluarkan Surat Izin Pembangunan tower BTSnya. Nah, kalau sudah dikeluarkan Surat Izin Pembangunan tower BTSnya, tanpa ditanyakan ada uang sewanya atau tidak, artinya ada miss (terlewatkan) di Pemprov DKI Jakarta,” jelasnya.
“Jadi tidak bisa disalahkan juga pihak yang melakukan pembangunan tower BTS,” katanya.
Dijelaskannya, kalaupun memang timbul permasalahan uang sewa pada akhirnya, tinggal ditagih saja dari Pemprov DKI Jakarta kepada pihak pemilik tower BTS tersebut.
“Soal uang sewa ini adalah masalah yang seharusnya masuk ke ranah Hukum Perdata bukan ke ranah Tipikor,” ungkapnya.
“Ini adalah sidang ke-5 (lima) dan menghadirkan saksi fakta yang ke-4 (empat). Saksi fakta yang hadir secara virtual bernama Yakob dan Setyawan,” katanya.
Agenda sidang selanjutnya, sambungnya, pada Rabu depan (31/03/2021), dengan agenda masih memanggil saksi fakta dari JPU sebanyak 2 (dua) saksi dan ahli dua orang. “Keterangan saksi fakta pada persidangan kali ini bisa meringankan hukuman bagi mantan Lurah Kampung Bali, Tanah Abang, Jakpus, Hermansyah,” paparnya.
Dikatakannya, pihaknya tidak sampai akan menghadirkan saksi dari pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN), hanya menghadirkan ahli saja. “Karena terpenting dalam perkara ini dihadirkan Ahli Hukum Pidana yang menyatakan terkait uang sewa itu bukan masuk ke ranah Tipikor,” ujarnya.
“Jadi soal uang sewa itu masih bisa ditagih dan belum bisa masuk dalam katagori Hukum Pidana. Karena Hukum Pidana itu menganut azaz Ultimum Premedium yang artinya, “Upaya memidanakan seseorang adalah upaya terakhir”. Ketika perkara ini masih masuk ke soal menagih uang sewa, ini masih prematur untuk menyatakan perkara ini adalah Tipikor,” tegasnya.
Dijelaskannya, Ahli Hukum Pidana masih dalam koordinasi tim Kuasa Hukum mantan Lurah Kampung Bali, Tanah Abang, Jakpus, Hermansyah. “Total saksi dari JPU adalah sebanyak 18 (delapan belas) orang. Tapi Kuasa Hukum mantan Lurah Kampung Bali, Tanah Abang, Jakpus, Hermansyah, juga ada hak untuk menghadirkan saksi Ad-Charge atau saksi meringankan dan juga menghadirkan Ahli Hukum Pidana untuk meringankan hukuman mantan Lurah Kampung Bali, Tanah Abang, Jakpus, Hermansyah,” tandasnya. (Murgap)