Kuasa Hukum Terdakwa Komisaris PT IAE Iswan Ibrahim, Layung Purnomo SH MH Tegaskan PT IAE Punya Infrastruktur untuk Alirkan Gas

Layung Purnomo SH MH
Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menggelar acara sidang lanjutan perkara dugaan Tipikor dengan terdakwa Direktur Komersial PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Persero periode 2016-2019, Danny Praditya dan terdakwa Komisaris PT Inti Alasindo Energy atau PT IAE periode 2006 hingga 2024 Iswan Ibrahim, yang didakwa menerima aliran uang kasus korupsi jual beli gas PT PGN (Persero) periode 2017 hingga 2021, di ruang Prof Dr HM Hatta Ali SH MH, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Kamis (11/12/2025).
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan, Iswan Ibrahim bersama dengan Danny Praditya, selaku Direktur Komersial PT PGN (Persero) periode 2016-2019, telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum (PMH). Keduanya melakukan kegiatan untuk memperoleh dana dari PT PGN (Persero) dalam rangka menyelesaikan utang PT Isargas Group.
“Dengan cara memberikan advance payment (pembayaran di muka adalah pembayaran yang dilakukan oleh pembeli kepada penjual sebelum barang atau jasa diterima). Metode ini bisa dilakukan untuk seluruh nilai transaksi (full payment) atau sebagian (partial payment) dalam kegiatan jual-beli gas,” kata jaksa saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Senin (01/09/2025).
Padahal, sambung jaksa, PT PGN (Persero) bukan perusahaan financing atau pembiayaan. Selain itu, terdapat larangan jual-beli gas secara berjenjang.
Keduanya juga dituding mendukung rencana akuisisi PT PGN (Persero) dengan PT Isargas Group. Jaksa menyebut, tidak ada due diligence (uji tuntas) atas rencana akuisisi tersebut.
Jaksa menilai, perbuatan tersebut telah memperkaya sejumlah pihak. “Memperkaya Iswan Ibrahim sebesar US$3.581.348,75,” ujarnya.
Selain itu, memperkaya Arso Sadewo selaku Komisaris Utama (Komut) PT IAE sebesar US$11.036.401,25, mantan Direktur Utama (Dirut) PT PGN (Persero) Hendi Prio Santoso (HPS) sejumlah US$500.000, dan Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Waketum Kadin) Yugi Prayanto sebanyak US$20.000. “Yang merugikan keuangan negara sebesar US$15 juta dolar Singapore atau dalam jumlah tersebut,” kata jaksa.
Ini sebagaimana laporan hasil pemeriksaan investigatif Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) nomor 56/LHP/XXI/10/2024 berwarkat 15 Oktober 2024. Apabila dikonversi, US$15 juta dolar setara dengan Rp247.050.000.000 atau Rp247 miliar.
Ini berdasarkan asumsi Rp16.470 per dolar Amerika Serikat (AS). Atas perbuatannya, Iswan Ibrahim didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Juncto (Jo) Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Agenda sidang kali ini, pemeriksaan terdakwa Direktur Komersial PT PGN (Persero) periode 2016-2019, Danny Praditya, dan terdakwa Komisaris PT Inti Alasindo Energy atau PT IAE periode 2006 hingga 2024 Iswan Ibrahim sebagai saksi dan sebagai terdakwa untuk memberikan keterangan di hadapan majelis hakim, jaksa dan tim Kuasa Hukum terdakwa. Kuasa Hukum terdakwa Komisaris PT IAE Iswan Ibrahim, Layung Purnomo SH MH mengatakan, PT IAE punya infrastruktur untuk mengalirkan gas tapi dikecualikan kepada trader (pedagang) yang punya infrastruktur.
“Artinya, sebagai surat pertama pada Januari 2021 dari Direktur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia (Dirjen Migas KemenESDM RI) tidak dapat diberlakukan kepada PT IAE. Selanjutnya, pada September 2021, KemenESDM RI mengeluarkan surat yang kedua yaitu membolehkan untuk melakukan pengaliran gas kembali dengan beberapa catatan tidak dapat diperjanjikan volumenya dan sebagainya,” ujar Layung Purnomo SH MH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
Atas perkembangan itu, sambungnya, kemudian PT IAE mengirim surat kepada Direktur PT PGN (Persero) yang baru dan surat itu tidak pernah mendapat satu tanggapan. “Kemudian, jika gas itu PT PGN (Persero) tidak akan melakukan alokasi milik PT IAE, maka PT IAE sanggup untuk mengembalikan tiap bulannya USD100 ribu dan itu pun tidak mendapat satu tanggapan,” terang Layung Purnomo SH MH dari kantor Law Firm Layung dan Rekan beralamat di Apartemen Oasis, Jalan Senen Raya, Jakpus ini.
Ia menegaskan, sampai saat ini pun surat yang dikirim oleh PT IAE belum dibalas oleh Direktur PT PGN (Persero) yang baru hingga menjadi masalah hukum. Menurut pengakuan terdakwa Iswan Ibrahim di muka persidangan, ia berhenti dari jabatannya dari PT IAE pada tahun 2021.
“Wajar kalau satu perseroan itu berganti direksi dan komisaris,” jelasnya.
Ia mengatakan, terdakwa Iswan Ibrahim menjelaskan, bahwa tidak lancarnya transaksi antara PT PGN (Persero) dan PT IAE diawali dengan adanya surat pertama dari KemenESDM RI pada Januari 2021, lalu kemudian ada surat kedua pada September 2021, dari PT PGN (Persero) tidak responsif. “Itu saja yang kami sayangkan,” tandasnya. (Murgap)
