Kuasa Hukum Terdakwa Direktur Komersial PT PGN (Persero) Periode 2016-2019 Danny Praditya, FX L Michael Shah SH Yakin Kliennya Sudah Melakukan GCG dan Sudah Mematuhi Prinsip Fiduciary Duty

FX L Michael Shah SH

Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menggelar acara sidang lanjutan perkara dugaan Tipikor dengan terdakwa Direktur Komersial PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Persero periode 2016-2019, Danny Praditya dan terdakwa Komisaris PT Inti Alasindo Energy atau PT IAE periode 2006 hingga 2024 Iswan Ibrahim, yang didakwa menerima aliran uang kasus korupsi jual beli gas PT PGN (Persero) periode 2017 hingga 2021, di ruang Wirjono Projodikoro 2, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Kamis (04/12/2025).

Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan, Iswan Ibrahim bersama dengan Danny Praditya, selaku Direktur Komersial PT PGN (Persero) periode 2016-2019, telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum (PMH). Keduanya melakukan kegiatan untuk memperoleh dana dari PT PGN (Persero) dalam rangka menyelesaikan utang PT Isargas Group.

“Dengan cara memberikan advance payment (pembayaran di muka adalah pembayaran yang dilakukan oleh pembeli kepada penjual sebelum barang atau jasa diterima). Metode ini bisa dilakukan untuk seluruh nilai transaksi (full payment) atau sebagian (partial payment) dalam kegiatan jual-beli gas,” kata jaksa saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Senin (01/09/2025).

Padahal, sambung jaksa, PT PGN (Persero) bukan perusahaan financing atau pembiayaan. Selain itu, terdapat larangan jual-beli gas secara berjenjang.

Keduanya juga dituding mendukung rencana akuisisi PT PGN (Persero) dengan PT Isargas Group. Jaksa menyebut, tidak ada due diligence (uji tuntas) atas rencana akuisisi tersebut.

Jaksa menilai, perbuatan tersebut telah memperkaya sejumlah pihak. “Memperkaya Iswan Ibrahim sebesar US$3.581.348,75,” ujarnya.

Selain itu, memperkaya Arso Sadewo selaku Komisaris Utama (Komut) PT IAE sebesar US$11.036.401,25, mantan Direktur Utama (Dirut) PT PGN (Persero) Hendi Prio Santoso (HPS) sejumlah US$500.000, dan Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Waketum Kadin) Yugi Prayanto sebanyak US$20.000. “Yang merugikan keuangan negara sebesar US$15 juta dolar Singapore atau dalam jumlah tersebut,” kata jaksa.

Ini sebagaimana laporan hasil pemeriksaan investigatif Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) nomor 56/LHP/XXI/10/2024 berwarkat 15 Oktober 2024. Apabila dikonversi, US$15 juta dolar setara dengan Rp247.050.000.000 atau Rp247 miliar.

Ini berdasarkan asumsi Rp16.470 per dolar Amerika Serikat (AS). Atas perbuatannya, Iswan Ibrahim didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Juncto (Jo) Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Agenda sidang kali ini, jaksa KPK menghadirkan 1 (satu) Ahli Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Anas dan Kuasa Hukum terdakwa Direktur Komersial PT PGN (Persero) periode 2016-2019, Danny Praditya, juga menghadirkan Ahli Perikatan dan Perdata Dr Fully Handayani Ridwan SH MKn dari Universitas Indonesia (UI) untuk memberikan keterangan di hadapan majelis hakim, jaksa dan tim Kuasa Hukum terdakwa. Kuasa Hukum terdakwa Direktur Komersial PT PGN (Persero) periode 2016-2019 Danny Praditya, FX L Michael Shah SH mengatakan, keterangan Ahli Anas menerangkan, bahwa setiap keputusan direksi harus melewati Good Corporate Governance (GCG).

“Jadi harus ada fiduciary duty yang dijadikan rambu-rambu ketika direksi mau mengambil keputusan,” ujar FX L Michael Shah SH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.

Ia menjelaskan, dari Kuasa Hukum terdakwa Danny Praditya tinggal menerangkan fakta-fakta hukum apa yang terungkap yang sesuai dengan GCG dan fiduciary duty yang dipersyaratkan di Undang-Undang (UU) Perseroan Terbatas (PT). “Fiduciary duty dalam mengambil keputusan, itu ada di Pasal 97 ayat 5 UU PT, bahwa direksi harus mengedepankan prinsip kehati-hatian (prudent), harus sesuai itikad baik, harus dengan transparansi, terus tidak ada benturan kepentingan dan tidak boleh ada pelanggaran hukum,” ungkap FX L Michael Shah SH dari kantor Abi Satya Law Firm yang beralamat di daerah Blok M, Jakarta Selatan (Jaksel) ini.

Dalam persidangan, Ahli Anas juga menyinggung soal Business Judgment Rule (Aturan Bisnis Berkeadilan) atau BJR yang ada di UU Nomor 1 tahun 2025 tentang BUMN. “BJR itu adalah perlindungan imunitas yang diberikan kepada direksi dalam mengambil keputusan,” ungkapnya.

“Jadi kalau dalam mengambil keputusan, direksi sudah mematuhi GCG-nya dan sudah mematuhi prinsip fiduciary dutynya, maka direksi tidak bisa dimintai pertanggungjawaban. Walaupun terjadi resiko karena itu keputusan bisnis,” paparnya.

Ia menilai Ahli Anas yang dihadirkan oleh jaksa KPK bersifat balance (seimbang). “Karena memang yang dihadirkan jaksa KPK ini adalah Ahli. Ahli memang tugasnya untuk memberitahukan apa yang seharusnya terjadi sebagaimana peraturan perundang-undangan yang berlaku tentang GCG,” ungkapnya.

Menurutnya, keterangan Ahli Anas tidak meringankan ataupun memberatkan bagi kliennya (terdakwa Danny Praditya) tapi lebih menegaskan, bahwa direksi dalam mengambil keputusan harus berhati-hati dan itu ia yakin, bahwa terdakwa Danny Praditya dalam hal GCG sudah melakukannya dengan adanya pembentukan tim koordinasi dan semua keputusan merupakan keputusan yang diambil oleh direksi melalui kajian yang lengkap. Sementara itu, Ahli Perikatan dan Perdata Dr Fully Handayani Ridwan SH MKn dari UI, sambungnya, lebih menjelaskan tentang Perjanjian Jual Beli Gas (PJBG).

“Ahli Dr Fully menerangkan, bagaimana para pihak harus menghargai dan menghormati PJBG yang ada,” tandasnya. (Murgap)

Tags: