Kuasa Hukum Terdakwa Presdir PT Ata Energi, Ir Nur Hadiyanto, Yustian Dewi Dwiastuti SH Bacakan Nota Eksepsi, Kliennya Tidak Ada Melakukan Kerugian Keuangan Negara Sebesar Rp113 M Sekian

Yustian Dewi Dwiastuti SH

Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menggelar acara sidang lanjutan perkara dugaan sejumlah mantan pegawai PT Telkom membuat pengadaan fiktif demi mencapai target bisnis yang ditetapkan perusahaan di ruang Prof Dr Kusumah Atmadja SH MH, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Senin (01/12/2025).

Namun, proyek-proyek ini justru berujung gagal bayar dari pihak swasta hingga menyebabkan kerugian keuangan negara senilai Rp464,9 miliar. Hal ini terungkap dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas nama General Manager (GM) Enterprise Divisi Enterprise Service (DES) Telkom 2017 hingga 2020, August Hoth Mercyon. JPU mengungkapkan, ada suatu pola berulang yang menyebabkan negara rugi besar.

Misalnya, saat PT Telkom menyetujui untuk memberikan pembiayaan pada PT Japa Melindo Pratama. Saat itu, PT Japa telah mengatakan, ada kesulitan modal dalam pengerjaan proyek pengadaan material mekanikal, elektrikal, dan elektronik di Puri Orchard Apartemen.

“Kemudian, disepakati PT Telkom akan memberikan pembiayaan kepada PT Japa Melindo dengan menunjuk PT MDR Indonesia sebagai mitra pelaksana yang menjadi supplier atau penyedia barang,” ujar salah satu JPU saat membacakan dakwaan dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Senin (24/11/2025).

Pengadaan ini dinilai bermasalah karena PT Telkom bukan bergerak di bidang pembiayaan. Meski mengetahui hal ini, para terdakwa tetap memberikan pembiayaan menggunakan skema rekayasa.

DES PT Telkom membuat pengadaan fiktif untuk pengerjaan outbound logistik agar bisa mencairkan dana kepada PT Japa. Sebagai formalitas administrasi, DES menunjuk PT Graha Sarana Duta, anak perusahaan PT Telkom, untuk menjalankan kerja sama dengan PT Japa Melindo Pratama.

Padahal, PT Graha Sarana Duta tidak memiliki lini bisnis dalam pengadaan material mekanikal, elektrikal, dan elektronik di Puri Orchard Apartemen yang awalnya menjadi proyek PT Japa Melindo Pratama. Untuk proyek fiktif ini, PT Telkom mencairkan pembiayaan senilai Rp55 miliar kepada PT Japa.

Proyek yang dicatat sebagai pengadaan outbound logistik ini kemudian dimasukan dalam daftar pemenuhan target bisnis. Namun, PT Japa Melindo pada akhirnya tidak bisa membayarkan kembali Rp55 miliar yang diberikan PT Telkom. “Bahwa terhadap pembiayaan tidak sah yang diberikan oleh PT Telkom kepada PT Japa Melindo Pratama sebagaimana tersebut di atas, Ir. Eddy Fitra selaku Direktur Utama (Dirut) PT Japa Melindo tidak bisa melakukan pelunasan sehingga mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp55 miliar,” jelas jaksa.

Begitu pun dengan gagal bayar dari perusahaan swasta yang menerima pembiayaan. PT Telkom pernah membuat kontrak kerja sama fiktif dengan PT Ata Energi. Kontrak ini untuk 400 unit rectifier, pekerjaan integrated control dan monitoring electronic power system, pengadaan 93 unit genset, pengadaan 710 unit lithium battery, dan pengadaan 700 unit baterai lithium.

Proyek pengadaan fiktif ini bernilai Rp113,9 miliar. Setelah pembiayaan ini dicairkan, Ir Nur Hadiyanto selaku Presiden Direktur (Presdir) PT Ata Energi memberikan komitmen fee (uang muka kesepakatan) senilai Rp800 juta kepada terdakwa August Hoth Mercyon Purba.

“Bahwa terhadap pembiayaan tidak sah yang diberikan oleh PT Telkom kepada PT Ata Energi sebagaimana tersebut di atas, Ir Nur Hadiyanto selaku Presdir PT Ata Energi tidak bisa melakukan pelunasan sehingga mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp113.986.104.600,” jelas jaksa.

Dalam periode 2016 hingga 2019, minimal ada 9 (sembilan) pengadaan fiktif yang disetujui terdakwa yang menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp464,9 miliar. Sebanyak 11 (sebelas) orang didakwa bersama-sama memperkaya diri sendiri dan orang lain atau suatu korporasi.

Ada 3 (tiga) terdakwa merupakan internal PT Telkom, yaitu GM DES PT Telkom 2017 hingga 2020, August Hoth Mercyon; Account Manager Tourism Hospitality Service PT Telkom 2015 hingga 2017, Herman Maulana;dan Executive Account Manager PT Infomedia Nusantara 2016-2018, Alam Hono. Sementara, dari klaster swasta ada Dirut PT Forthen Catar Nusantara, Andi Imansyah Mufti; Dirut PT International Vista Quanta, Denny Tannudjaya; Dirut PT Japa Melindo Pratama, Eddy Fitra; Pengendali PT Fortuna Aneka Sarana dan PT Bika Pratama Adisentosa, Kamaruddin Ibrahim; Presdir PT Ata Energi, Ir Nur Hadiyanto; serta Dirut PT Green Energy Natural Gas, Oei Edward Wijaya; Direktur Keuangan dan Administrasi PT Cantya Anzhana Mandiri, RR Dewi Palupi Kentjanasari; dan Dirut PT Batavia Prima Jaya, Rudi Irawan.

Atas perbuatannya, para terdakwa diancam pidana Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 Juncto (Jo) Pasal 18 Ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP. Agenda sidang hari ini adalah pembacaan Nota Eksepsi (Keberatan) Kuasa Hukum terdakwa Presdir PT Ata Energi, Ir Nur Hadiyanto atas pembacaan dakwaan JPU kepada terdakwa Presdir PT Ata Energi, Ir Nur Hadiyanto.

Kuasa Hukum terdakwa Presdir PT Ata Energi, Ir Nur Hadiyanto, Yustian Dewi Dwiastuti SH mengatakan, isi Nota Eksepsinya menyoroti kerugian keuangan negara. “Jadi kerugian keuangan negara itu, JPU hanya menghitung sendiri, sehingga klien kami (terdakwa Ir Nur Hadiyanto) melakukan kerugian keuangan negara sebesar Rp113 miliar sekian tapi tidak ada hasil audit,” ujar Yustian Dewi Dwiastuti SH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.

Dijelaskannya, ada hasil audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Republik Indonesia (BPKP RI) yang melakukan audit tapi itu untuk beberapa anak perusahaan PT Telkom. “Tidak disebutkan dalam audit BPKP RI itu buat perusahaan klien kami. Nah, berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 tahun 2016 menyebutkan, bahwa pihak yang mempunyai kewenangan untuk menyatakan adanya kerugian keuangan negara adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI. BPKP RI bolrh menyatakan adanya kerugian tapi tidak boleh mendeclare (mendeklarasikan), bahwa ada kerugian keuangan negara. Itu saja intinya dari isi Nota Eksepsi kami,” ungkap Yustian Dewi Dwiastusi SH dari Kantor Law Firm Tiaga Liong Law Office yang beralamat di Kelapa Gading, Jakarta Utara (Jakut) ini.

Menurut dakwaan JPU, terdakwa Ir Nur Hadiyanto merugikan keuangan negara sebesar Rp113 miliar sekian. “Tapi kalau kami bilang klien kami tidak ada kerugian keuangan negara,” tandasnya. (Murgap)

Tags: