Kuasa Hukum Terdakwa Komisaris PT IAE Iswan Ibrahim, Layung Purnomo SH MH Jelaskan PT IAE Alami Kerugian USD20 Juta Ketika Tidak Bisa Alirkan Gas karena Surat Dirjen Migas KemenESDM RI Tahun 2021

Layung Purnomo SH MH
Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menggelar acara sidang lanjutan perkara dugaan Tipikor dengan terdakwa Direktur Komersial PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Persero periode 2016-2019, Danny Praditya dan terdakwa Komisaris PT Inti Alasindo Energy atau PT IAE periode 2006 hingga 2024 Iswan Ibrahim, yang didakwa menerima aliran uang kasus korupsi jual beli gas PT PGN (Persero) periode 2017 hingga 2021, di ruang Prof Dr HM Hatta Ali SH MH, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Senin (01/12/2025).
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan, Iswan Ibrahim bersama dengan Danny Praditya, selaku Direktur Komersial PT PGN (Persero) periode 2016-2019, telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum (PMH). Keduanya melakukan kegiatan untuk memperoleh dana dari PT PGN (Persero) dalam rangka menyelesaikan utang PT Isargas Group.
“Dengan cara memberikan advance payment (pembayaran di muka adalah pembayaran yang dilakukan oleh pembeli kepada penjual sebelum barang atau jasa diterima). Metode ini bisa dilakukan untuk seluruh nilai transaksi (full payment) atau sebagian (partial payment) dalam kegiatan jual-beli gas,” kata jaksa saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Senin (01/09/2025).
Padahal, sambung jaksa, PT PGN (Persero) bukan perusahaan financing atau pembiayaan. Selain itu, terdapat larangan jual-beli gas secara berjenjang.
Keduanya juga dituding mendukung rencana akuisisi PT PGN (Persero) dengan PT Isargas Group. Jaksa menyebut, tidak ada due diligence (uji tuntas) atas rencana akuisisi tersebut.
Jaksa menilai, perbuatan tersebut telah memperkaya sejumlah pihak. “Memperkaya Iswan Ibrahim sebesar US$3.581.348,75,” ujarnya.
Selain itu, memperkaya Arso Sadewo selaku Komisaris Utama (Komut) PT IAE sebesar US$11.036.401,25, mantan Direktur Utama (Dirut) PT PGN (Persero) Hendi Prio Santoso (HPS) sejumlah US$500.000, dan Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Waketum Kadin) Yugi Prayanto sebanyak US$20.000. “Yang merugikan keuangan negara sebesar US$15 juta dolar Singapore atau dalam jumlah tersebut,” kata jaksa.
Ini sebagaimana laporan hasil pemeriksaan investigatif Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) nomor 56/LHP/XXI/10/2024 berwarkat 15 Oktober 2024. Apabila dikonversi, US$15 juta dolar setara dengan Rp247.050.000.000 atau Rp247 miliar.
Ini berdasarkan asumsi Rp16.470 per dolar Amerika Serikat (AS). Atas perbuatannya, Iswan Ibrahim didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Juncto (Jo) Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Agenda sidang kali ini, jaksa menghadirkan 2 (dua) saksi yang ada di Berita Acara Pemeriksaan (BAP) untuk dihadirkan atas permintaan dari terdakwa Iswan Ibrahim yakni Sofwan dan Wahid Hasyim dari PT IAE untuk memberikan keterangan di hadapan majelis hakim, jaksa dan tim Kuasa Hukum terdakwa. Kuasa Hukum terdakwa Komisaris PT IAE Iswan Ibrahim, Layung Purnomo SH MH mengatakan, saksi yang dihadirkan oleh jaksa adalah saksi yang ada di BAP dan pihaknya diberi kesempatan untuk menghadirkan saksi Ad-Charge (Meringankan).
“Kami meminta agar jaksa menghadirkan saksi yang ada di BAP yakni saksi Sofwan dan Wahid Hasyim. Pada intinya, keterangan kedua saksi yang bagi kami cukup bisa memberikan fakta, bahwa pada saat timbul permasalahan berkaitan dengan dihentikannya pasokan gas ada surat dari Direktur Jenderal Minyak dan Gas (Dirjen Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia (KemenESDM RI) yang kemudian pada bulan September pada tahun yang sama diperbolehkan kembali, nah di situ ada syarat administrasi yang harus disiapkan. Salah syarat administrasi yang harus dipersiapkan salah satunya adalah amandemen perjanjian,” ujar Layung Purnomo SH MH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
Dijelaskannya, di dalam amandemen perjanjian itu semua pihak baik PT PGN (Persero) maupun PT IAE sudah melakukan paraf. Tapi oleh direksi baru PT PGN (Persero) itu tidak ditindaklanjuti, sehingga kita tidak bisa mengalirkan kembali pasokan gas yang kita miliki,” terang Layung Purnomo SH MH dari kantor Law Firm Layung dan Rekan beralamat di Apartemen Oasis, Jalan Senen Raya, Jakpus ini.
“Padahal, dengan tidak ada kepastian apakah kita boleh mengalirkan gas atau tidak itu menimbulkan kerugian bagi PT IAE. Karena pasokan gas ini tidak bisa kita ke mana-manakan dan tidak bisa kita alihkan pasokan gas kita,” terangnya.
Padahal, sambungnya, pada saat pasokan gas ini kemudian tidak bisa dialirkan, PT IAE terkena denda Take or Pay (ToP). “Jadi pada saat pasokan gas tidak bisa kita dimanfaatkan, maka PT IAE terkena denda oleh pembeli pasokan gas yaitu yang hulu HZN. Faktanya kita dikenakan denda ToP tersebut,” paparnya.
“Artinya, tidak ada kepastian untuk mengalirkan gas itu karena ada surat Dirjen Migas KemenESDM RI yang merugikan juga bagi PT IAE,” tegasnya.
Ia menyebutkan, nilai keseriusan dari PT IAE untuk menjadikan solusi atas masalah tersebut yaitu PT IAE juga memberikan satu dokumen yang diberikan kepada PT PGN (Persero) yaitu kalau memang PT PGN (Persero) itu tidak mengambil pasokan gas dari PT IAE, PT IAE bersedia untuk mengkonversi dalam bentuk pembayaran secara tunai. “Ini pun tidak ada jawaban. Itu lah kesaksian yang diberikan oleh kedua saksi pada hari ini. Artinya, berbagai solusi sudah kita berikan dari PT IAE tapi tidak pernah ada tanggapan dari pihak PT PGN (Persero),” paparnya.
Ia mengatakan, Surat Dirjen Migas KemenESDM RI itu dikeluarkan pada tahun 2021, itu surat pertama. “Surat yang kedua Dirjen Migas KemenESDM RI mengatakan PT IAE boleh mengalirkan kembali gas. Jadi ada dua surat dari Dirjen Migas KemenESDM RI,” ungkapnya.
Ia menerangkan, kedua saksi ini bisa menjelaskan, bahwa PT IAE dalam melakukan kerjasama dengan PT PGN (Persero) itu tidak pasif dalam mencarikan solusi dalam permasalahan. “Jadi berbagai solusi sudah ditawarkan PT IAE kepada PT PGN (Persero) tapi tidak pernah ada jawaban secara resmi dari PT PGN (Persero) sampai sekarang,” terangnya.
“Saksi tadi menjelaskan karena PT IAE tidak bisa mengalirkan gas kerugian yang timbul pada PT IAE sebesar USD20 juta,” tandasnya. (Murgap)
