Kuasa Hukum Terdakwa Direktur Komersial PT PGN (Persero) Danny Praditya, FX L Michael Shah SH : Permen ESDM 06 Tahun 2016 Pasal 31 Ayat 1 dan 2 Bila Terjadi Pelanggaran Sanksinya Administratif

FX L Michael Shah SH

Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menggelar acara sidang lanjutan perkara dugaan Tipikor dengan terdakwa Direktur Komersial PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Persero periode 2016-2019, Danny Praditya dan terdakwa Komisaris PT Inti Alasindo Energy atau PT IAE periode 2006 hingga 2024 Iswan Ibrahim, yang didakwa menerima aliran uang kasus korupsi jual beli gas PT PGN (Persero) periode 2017 hingga 2021, di ruang Prof Dr Kusumah Atmadja SH MH, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Kamis (21/11/2025).

Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan, Iswan Ibrahim bersama dengan Danny Praditya, selaku Direktur Komersial PT PGN (Persero) periode 2016-2019, telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum (PMH). Keduanya melakukan kegiatan untuk memperoleh dana dari PT PGN (Persero) dalam rangka menyelesaikan utang PT Isargas Group.

“Dengan cara memberikan advance payment (pembayaran di muka adalah pembayaran yang dilakukan oleh pembeli kepada penjual sebelum barang atau jasa diterima). Metode ini bisa dilakukan untuk seluruh nilai transaksi (full payment) atau sebagian (partial payment) dalam kegiatan jual-beli gas,” kata jaksa saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Senin (01/09/2025).

Padahal, sambung jaksa, PT PGN (Persero) bukan perusahaan financing atau pembiayaan. Selain itu, terdapat larangan jual-beli gas secara berjenjang.

Keduanya juga dituding mendukung rencana akuisisi PT PGN (Persero) dengan PT Isargas Group. Jaksa menyebut, tidak ada due diligence (uji tuntas) atas rencana akuisisi tersebut.

Jaksa menilai, perbuatan tersebut telah memperkaya sejumlah pihak. “Memperkaya Iswan Ibrahim sebesar US$3.581.348,75,” ujarnya.

Selain itu, memperkaya Arso Sadewo selaku Komisaris Utama (Komut) PT IAE sebesar US$11.036.401,25, mantan Direktur Utama (Dirut) PT PGN (Persero) Hendi Prio Santoso (HPS) sejumlah US$500.000, dan Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Waketum Kadin) Yugi Prayanto sebanyak US$20.000. “Yang merugikan keuangan negara sebesar US$15 juta dolar Singapore atau dalam jumlah tersebut,” kata jaksa.

Ini sebagaimana laporan hasil pemeriksaan investigatif Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) nomor 56/LHP/XXI/10/2024 berwarkat 15 Oktober 2024. Apabila dikonversi, US$15 juta dolar setara dengan Rp247.050.000.000 atau Rp247 miliar.

Ini berdasarkan asumsi Rp16.470 per dolar Amerika Serikat (AS). Atas perbuatannya, Iswan Ibrahim didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Juncto (Jo) Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Agenda sidang kali ini, jaksa KPK menghadirkan 2 (dua) saksi yakni Mohammad Alfansyah selaku Kepala Sub Direktorat (Kasubdit) Niaga Minyak dan Gas (Migas) Direktorat Jenderal (Ditjen) Migas Kementerian Energi Sumber Daya Mineral Republik Indonesia (KemenESDM RI) dan Jobi Triananda Hasjim selaku Dirut PT PGN (Persero) periode 2017 untuk memberikan keterangan di hadapan majelis hakim, jaksa dan tim Kuasa Hukum terdakwa. Kuasa Hukum terdakwa Direktur Komersial PT PGN (Persero) periode 2016-2019 Danny Praditya, FX L Michael Shah SH mengatakan, keterangan saksi Dirut PT PGN (Persero) Jobi Triananda Hasjim bagus banget dan ia senang sekali dengan keterangan saksi Jobi.

“Kelihatan banget, bahwa direksi PT PGN (Persero) tahu apa yang mereka lakukan. Selama ini kan terkesan mereka tidak hati-hati. Tadi bolak-balik saksi Jobi bilang, “Saya paham banget pak, bahwa PT PGN (Persero) adalah perusahaan besar, perusahaan negara yang paham dengan Good Corporate Governance (GCG) dan prinsip kehati-hatian”,” ujar FX L Michael Shah SH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui di sela-sela acara sidang ini.

“Jadi saksi Jobi bilang, bahwa PT PGN (Persero) itu sangat membutuhkan pasokan gas. Kenapa? Karena PT PGN (Persero) punya konsumen di seluruh Indonesia. Nah, konsumen itu membutuhkan gas, jadi siapa pun yang mau menjual gas, pasti diambil. Mau trader (pedagang), mau langsung dari pemasok, diambil. Karena PT PGN (Persero) itu punya kewajiban. Benar di Anggaran Dasar (AD) PT PGN (Persero) punya kewajiban untuk mensupport (mendukung) gas ke warga negara karena PT PGN (Persero) adalah perusahaan plat merah,” terang FX L Michael Shah SH dari kantor Abi Satya Law Firm yang beralamat di daerah Blok M, Jakarta Selatan (Jaksel) ini.

Dijelaskannya, jadi saksi Jobi bilang, bahwa PT PGN (Persero) butuh pasokan gas, PT Isargas punya gas, maka diambil. “Tapi PT Isargas selaku penjual gas kasih syarat yakni advance payment. Terus saksi Jobi bilang, PT PGN (Persero) tahu, bahwa advance payment itu bukan hal yang biasa. Jadi sebagai prinsip kehati-hatian dan GCG-nya, dia minta jaminan,” katanya.

“Apa itu jaminannya? Semua yang dia punya. Ternyata pas diperiksa, PT Isargas cuma punya pipa gas di PT Banten Inti Gasindo (BIG) yang berada di Jawa Barat (Jabar) maupun Parent Company Guarantee (PCG),” ungkapnya.

Dikatakannya, PCG itu adalah PT IAE ini yang bertransaksi dengan PT PGN (Persero). “Sebagai prinsip kehati-hatian, dia bilang begini, “gue sidah kasih ke elo advance payment 15 juta dolar AS. Kalau sampai gasnya tidak mengalir, berarti kan gue tidak bisa memotong advance paymentnya. Apa jaminannya yaitu fidusia”. Fidusia itu tadi bolak balik, saya tahu jaksa niatnya dia cuma mau kasih keterangan, kan fidusianya nilainya cuma Rp16 miliar, sedangkan advance paymentnya Rp200 miliar, kan tidak sebanding, dia bilang jangan dilihat nilai pipanya dong. Sampai saya bahas, saya sampai bilang, lihat bahwa eksklusifitas pemanfaatan jaringan pipa PT IAE di Jawa Timur (Jatim) maupun di PT BIG di Jabar,” terangnya.

“Jadi dia bilang, jangan lihat seperti yang saya sampaikan kemarin-kemarin kan. Jangan lihat pipanya. Istilahnya jangan lihat besi pipanya tapi lihat isi bisnis yang mengalirnya. Habis itu juga PCG yang harus bisa dilihat. PCG itu seperti begini, kalau sampai si cucu tidak bisa membayar, ditanggung sama si kakek atau si bapak,” jelasnya.

Jadi intinya, sambungnya, pertama, bahwa PT PGN (Persero) butuh gas dan siapa pun yang mau kasih gas akan diterima. “Syarat PT Isargas itu harus ada advance payment dan PT PGN (Persero) sangat mengerti, bahwa advance payment itu hal yang tidak biasa. Jadi akhirnya diminta jaminan, dan jaminannya itu adalah fidusia pipa yang harus dilihat bukan nilai pipanya tapi nilai bisnisnya dan kedua, PCG-nya,” paparnya.

Untuk keterangan saksi Mohammad Alfansyah selaku Kasubdit Niaga Migas Ditjen Migas KemenESDM RI, imbuhnya, dia hanya diminta keterangannya terkait Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 06 Tahun 2016 terkait Perjanjian Bertingkat. “Saksi Mohammad Alfansyah bilang, bahwa sebelum Perjanjian Jual Beli Gas (PJBG) tanda tangan, pihak PT PGN (Persero) sudah berkonsultasi dengan saksi Mohammad Alfansyah dan memang kata saksi Mohammad Alfansyah, penerapan ini dinamis dan sebenarnya kalau teman-teman media lihat dan baca, Permen ESDM Nomor 06 tahun 2016 sanksinya itu bukan pidana tapi administratif. Kalau sampai ada pelanggaran, cuma dikasih surat teguran tertulis atau sejelek-jeleknya pasokan gasnya itu dipindahkan. Jadi tidak ada pidana,” tegasnya.

“Jadi maaf kata, kalau PJBG ini salah, cuma paling PT IAE gasnya diambil. Kalau diambil gasnya buat PT PGN (Persero) lagi. Jadi KPK harusnya cermat lah. KPK bilang yang dilanggar Permen ESDM Nomor 06 Tahun 2016. Lah Permen ESDM 06 Tahun 2016 hubungannya apa? Hubungannya administratif. Jadi di Permen ESDM Nomor 06 Tahun 2016 tidak ada sanksi Tipikornya,” pungkasnya.

Disebutkannya, Pasal 31 Ayat 1 Permen ESDM Nomor 06 Tahun 2016 berbunyi Menteri ESDM RI memberikan sanksi administratif terhadap kontraktor atau pembeli gas bumi yang tidak mengikuti ketentuan peraturan ini dan Ayat 2 berbunyi sanksi administratif yang dimaksud pada Ayat 1 berupa teguran tertulis dan atau pembatalan penetapan alokasi dan pemanfaatan gas bumi dan atau harga gas bumi. “Jadi kalau teguran tertulis masih tidak patuh, maka alokasi gasnya dipindahkan,” tuturnya.

Ia menilai keterangan kedua saksi meringankan bagi kliennya. “Maksudnya dari kemarin-kemarin pun, saya selalu bilang saya ingat banget kalau teman-teman media pada nanya, saya selalu bilang keterangan saksi semuanya meringankan. Kenapa saya bilang begitu? Bukannya jaksa KPK salah pilih saksi karena memang ini kalau sesuai dengan faktanya, memang tidak terjadi Tipikor,” ucapnya

“Jadi selama saksi yang ditampilkan oleh jaksa, siapa pun, katanya saksi yang akan dihadirkan oleh jaksa tinggal sedikit, 4 (empat) atau 5 (lima) saksi lagi, itu yang ditampilkan pasti orang yang mengetahui kejadian atau saksi fakta pasti bagi kami meringankan klien kami keterangan saksi. Karena memang kenyataannya terdakwa Danny Praditya memutuskan ini secara kolektif kolegial,” urainya.

Ia memberi contoh kenapa kolektif kolegial. “Semua saksi dari direksi sudah ditampilkan di muka persidangan. Saksi Nusantara, Dilo, Jobi dan terdakwa Danny Praditya terakhir. Sebanyak 3 (tiga) saksi direksi yang saat itu menjabat dan mengambil keputusan semua sepakat, bahwa ini adalah transaksi bisnis yang diperlukan oleh PT PGN (Persero) dengan kehati-hatian yang tadi sudah saya sebutkan,” tandasnya. (Murgap)

Tags: