Kuasa Hukum Terdakwa Dirjen Anggaran Kemenkeu RI Isa Rachmatarwata, Dr Kukuh Komandoko Hadiwidjojo SH MKn Pertanyakan Tentang Pertanggungjawaban Pidana, PMH, Diskresi, Mandatori serta Kerugian Negara

Guru Besar Ilmu Hukum UIA Jakarta yang juga selaku Ahli Hukum Pidana Prof Dr Suparji SH MH ketika memberikan keterangan di hadapan majelis hakim, jaksa dan tim Kuasa Hukum terdakwa Dirjen Anggaran Kemenkeu RI Isa Rachmatarwata, di ruang Wirjono Projodikoro 2, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Selasa (11/11/2025). (Foto : Murgap Harahap)

Jakarta, Madia Line.Com – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menggelar acara sidang lanjutan perkara dugaan Tipikor perkara kasus pengelolaan keuangan dan investasi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) dengan terdakwa Isa Rachmatarwata selaku mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Anggaran Kementerian Keuangan Republik Indonesia (Kemenkeu RI), di ruang Wirjono Projodikoro 2 Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Selasa (11/11/2025).

Sidang yang dipimpin oleh Hakim Ketua Sunoto ini, jaksa menghadirkan Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Islam Al-Azhar (UIA) Jakarta yang juga selaku Ahli Hukum Pidana Prof Dr Suparji SH MH untuk memberikan keterangan di hadapan majelis hakim, jaksa dan tim Kuasa Hukum terdakwa Dirjen Anggaran Kemenkeu RI Isa Rachmatarwata terkait unsur kesengajaan dan perbuatan hukum hukum (PMH) dalam konteks kebijakan penyelamatan perusahaan. Dalam keterangannya, Ahli Hukum Pidana Prof Dr Suparji SH MH menegaskan, bahwa tindakan pejabat atau direksi yang dilakukan berdasarkan kewenangan jabatan tidak dapat langsung dikategorikan sebagai Tipikor tanpa bukti adanya niat jahat (mensrea) atau penyalahgunaan kewenangan.

“Jika tindakan dilakukan untuk penyelamatan perusahaan dan sesuai prosedur, maka tidak bisa serta-merta di pidana,” ujar Prof Dr Suparji SH MH di hadapan majelis hakim, jaksa dan tim Kuasa Hukum terdakwa Dirjen Anggaran Kemenkeu RI Isa Rachmatarwata.

Majelis hakim sempat menanyakan apakah kebijakan penyelamatan yang dilakukan dalam kondisi darurat dapat dibenarkan. Ahli Hukum Pidana Prof Dr Suparji SH MH menjawab, bahwa hal tersebut diperbolehkan selama didasari itikad baik dan tidak menimbulkan konflik kepentingan. Dalam kondisi darurat, kebijakan penyelamatan termasuk tindakan administratif, bukan pidana,” paparnya.

Ahli Prof Dr Suparji SH MH juga menyoroti praktik pembayaran reasuransi senilai Rp60 miliar oleh Jiwasraya. Menurutnya, jika pembayaran tersebut memberi manfaat bagi perusahaan dan negara, maka tidak dapat dianggap sebagai kerugian keuangan negara.

Ia bahkan menilai adanya potensi diskriminasi kebijakan, jika perlakuan terhadap Jiwasraya berbeda dengan perusahaan lain. Kuasa Hukum terdakwa Dirjen Anggaran Kemenkeu RI Isa Rachmatarwata, Dr Kukuh Komandoko Hadiwidjojo SH MKn, mempertanyakan tentang pertanggungjawaban pidana, dugaan PMH, diskresi (darurat), mandatori serta kerugian keuangan negara, Ahli Hukum Pidana Prof Dr Suparji SH MH menjawab, bahwa penetapan pertanggungjawaban pidana harus didasarkan pada alat bukti yang kuat.

“Jika kerugian negara belum terbukti secara faktual dan justru ada manfaat ekonomi, maka unsur pidananya tidak terpenuhi dan pasti,” terang Prof Dr Suparji SH MH.

Kemudian, tim Kuasa Hukum terdakwa
Dirjen Anggaran Kemenkeu RI Isa Rachmatarwata menyinggung tentang tanggung jawab regulator dalam kebijakan penyelamatan Jiwasraya. Ahli Hukum Pidana Prof Dr Suparji SH MH menjawab, bahwa selama keputusan direksi diambil dalam koridor diskresi korporasi dan dengan prinsip kehati-hatian, maka tindakan tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai penyalahgunaan wewenang.

Agenda sidang selanjutnya akan digelar pada Selasa (18/11/2025), jaksa masih akan menghadirkan Ahli. (Murgap)

Tags: