Kuasa Hukum Terdakwa Dirjen Anggaran Kemenkeu RI Isa Rachmatarwata, Dr Kukuh Komandoko Hadiwidjojo SH MKn Pertanyakan Alasan Manajemen Jiwasraya Tetap Melakukan Langkah Penambahan Modal dan Reasuransi

Kuasa Hukum terdakwa Dirjen Anggaran Kemenkeu RI Isa Rachmatarwata,
Dr Kukuh Komandoko Hadiwidjojo SH MKn ketika mendampingi kliennya saat sidang di ruang Wirjono Projodikoro 2, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Selasa (04/11/2025). (Foto : Murgap Harahap)
Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menggelar sidang lanjutan perkara dugaan korupsi dalam pengelolaan keuangan dan dana investasi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) dengan terdakwa Isa Rachmatarwata selaku mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Anggaran Kementerian Keuangan Republik Indonesia (Kemenkeu RI) di ruang Wirjono Projodikoro 2, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Selasa (04/11/2025).
Agenda sidang kali ini, jaksa menghadirkan 3 (tiga) saksi yakni Agustin Widiastuti selaku mantan Kepala Seksie (Kasie) Investasi Jiwasraya, Syahnirwan selaku mantan Kepala Divisi (Kadiv) Investasi dan Keuangan Jiwasraya, dan Hary Prasetyo selaku mantan Direktur Keuangan Jiwasraya untuk memberikan keterangan di hadapan majelis hakim, jaksa dan tim Kuasa Hukum terdakwa. Dalam persidangan yang dipimpin oleh Hakim Ketua Sunoto, saksi Agustin Widiastuti mengungkapkan adanya rapat tertutup pada tahun 2008 yang diduga membahas upaya penyembunyian kondisi insolvensi Jiwasraya dari publik dan para pemegang polis.
“Bahwa sekitar Februari hingga Maret 2008 telah dilakukan pertemuan tertutup di kantor Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang dihadiri pejabat Kementerian BUMN, direksi PT Asuransi Jiwasraya, serta saudara Isa selaku Kepala Biro (Karo) Perasuransian. Pertemuan itu membahas langkah-langkah penyembunyian kondisi insolvensi Jiwasraya?” tanya Hakim Sunoto kepada saksi.
Agustin mengaku pernah mendengar adanya rapat tersebut, meskipun tidak mengikuti secara langsung. Ia menyatakan, seluruh pegawai Jiwasraya kala itu mengetahui, bahwa perusahaan mulai mengalami kondisi insolvensi, atau ketidakmampuan membayar kewajiban kepada nasabah. “Saya dengar-dengar saja, Yang Mulia. Karena saat itu, saya masih Kasie. Memang, semua pegawai tahu Jiwasraya sudah mulai insolven, tapi kondisi itu, tidak tercermin di laporan keuangan,” ungkap Agustin.
Hakim kemudian menanyakan lagi apakah benar laporan keuangan Jiwasraya tahun 2007 dan 2008 tidak menunjukkan kondisi keuangan yang sebenarnya. Agustin menjawab, “Benar, insolvensi itu tidak terlihat dalam pembukuan. Jadi laporan keuangan tidak menggambarkan kondisi sesungguhnya.”
Dalam kesempatan itu, Dr Kukuh Komandoko Hadiwidjojo SH MKn selaku Ketua Tim Kuasa Hukum terdakwa Dirjen Anggaran Kemenkeu RI Isa Rachmatarwata dari kantor AWMA Law Firm ini, mengajukan sejumlah pertanyaan kepada para saksi. Ia menyoroti kebijakan dan keputusan manajemen Jiwasraya pada masa tersebut, termasuk soal penambahan modal, re-asuransi, serta pelaporan keuangan yang dianggap tidak mencerminkan kondisi riil perusahaan.
Dr Kukuh SH menanyakan alasan manajemen Jiwasraya tetap melakukan langkah penambahan modal dan re-asuransi, meskipun kondisi keuangan perusahaan sudah tergolong kritis. Ia juga menyinggung tidak adanya aliran dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dapat digunakan untuk menopang solvabilitas perusahaan.
“Mengapa manajemen tidak mengambil langkah lain untuk menyehatkan keuangan Jiwasraya, padahal sudah tahu ruang untuk reasuransi dan modal tambahan sangat sempit? Apakah tidak ada upaya atau alternatif lain untuk mencegah insolvensi?” tanya Kukuh.
Saksi Syahmirwan kemudian menjelaskan, bahwa laporan keuangan Jiwasraya pada periode tersebut disusun berdasarkan data resmi yang juga disetujui regulator, sehingga angka-angka dalam laporan dianggap sahih oleh jajaran direksi dan pengawas. “Angka-angka laporan keuangan yang disajikan sudah diaudit dan disetujui regulator. Jadi, tidak ada angka lain yang bisa dipercaya selain laporan resmi tersebut,” kata Syahmirwan.
Dalam sidang yang berlangsung cukup panjang itu, muncul pula pembahasan mengenai laporan keuangan triwulanan dan revaluasi aset Jiwasraya. Menurut keterangan saksi, manajemen melakukan berbagai cara untuk menjaga agar laporan terlihat “sehat”, termasuk melalui metode pelaporan yang disebut “semu” oleh beberapa pihak.
Isa Rachmatarwata sendiri membantah adanya manipulasi atau transaksi fiktif dalam laporan keuangan Jiwasraya. Ia menegaskan, bahwa seluruh kegiatan investasi dan portofolio dilaporkan secara berkala kepada Biro Perasuransian, serta disertai dokumen dan audit formal.
“Transaksi investasi Jiwasraya selalu dilaporkan secara triwulanan, bulanan, hingga tahunan kepada regulator. Tidak benar jika disebut tidak ada transaksi atau laporan resmi,” tegas Isa.
Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan 2 (dua) surat bukti baru, termasuk surat dari regulator tertanggal 13 Juli 2012, namun saksi Syahmirwan mengaku tidak mengetahui isi maupun tindak lanjut dari surat tersebut. Setelah mendengarkan keterangan para saksi, Majelis Hakim memutuskan menunda sidang hingga pekan depan.
Di akhir sidang, Majelis Hakim juga meminta kepada JPU agar pada sidang berikutnya memberikan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) kerugian negara atas perkara dugaan Tipikor ini kepada Majelis Hakim dan Majelis Hakim akan memberikan copyan LHP kerugian negara tersebut kepada Kuasa Hukum terdakwa. Agenda sidang berikutnya dijadwalkan, jaksa akan menghadirkan Ahli dan penyerahan LHP terkait kondisi keuangan Jiwasraya pada periode 2007 hingga 2018.
Hakim Ketua Sunoto menegaskan, bahwa sidang akan dilanjutkan dengan menghadirkan ahli untuk memberikan pandangan profesional terkait mekanisme insolvensi, audit laporan keuangan, serta tanggung jawab regulator dalam pengawasan industri asuransi. “Sidang kita tunda hingga minggu depan untuk mendengarkan keterangan Ahli dan penyampaian LHP. Diharapkan seluruh pihak dapat hadir lengkap agar proses pemeriksaan berjalan lancar,” tutup Hakim Sunoto.
Kasus Jiwasraya sendiri merupakan salah satu skandal keuangan terbesar di Indonesia, dengan nilai kerugian negara mencapai triliunan rupiah akibat praktik investasi berisiko tinggi dan pengelolaan dana yang tidak transparan. Kasus ini telah menyeret sejumlah pejabat dan mantan direksi BUMN ke meja hijau, termasuk mantan pejabat Kemenkeu RI, seiring dengan upaya Pemerintah RI melakukan restrukturisasi total terhadap industri asuransi. (Murgap)
