Kuasa Hukum Terdakwa Dirut PT BMM Hans Falita Utama, Agus Sudjatmoko SH MH Tegaskan Kerugian Negara yang Diungkapkan Dalam Dakwaan Jaksa kepada Kliennya Dasarnya Asumsi

Agus Sudjatmoko SH MH

Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menggelar acara sidang lanjutan dugaan Tipikor 9 perusahaan gula swasta yang didakwa merugikan keuangan negara Rp578.105.411.622,47 (Rp578 miliar) bersama-sama mantan Menteri Perdagangan Republik Indonesia (Mendag RI) 2015 hingga 2016, Thomas Trikasih Lembong dan mantan Mendag RI 2016 hingga 2019, Enggartiasto Lukita dengan terdakwa Direktur Utama (Dirut) PT Berkah Manis Makmur (BMM), Hans Falita Utama, di ruang Prof Dr HM Hatta Ali SH MH, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Jum’at (10/10/2025).

Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Agung (Kejagung) RI menyebut para terdakwa melakukan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) dengan mengajukan dan mendapatkan Persetujuan Impor (PI) Gula Kristal Mentah (GKM) dari Tom Lembong. “Total kerugian keuangan negara sebesar Rp578.105.411.622,47,” kata jaksa di Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Kamis (19/06/2025).

Adapun 8 (delapan) nama pengusaha gula lainnya yang juga menjadi terdakwa adalah Dirut PT Angels Products, Tony Wijaya NG, Direktur PT Makassar Tene, Then Surianto Eka Prasetyo, Dirut PT Sentra Usahatama Jaya, Hansen Setiawan, Dirut PT Medan Sugar Industry, Indra Suryaningrat, Dirut PT Permata Dunia Sukses Utama, Eka Sapanca, Presiden Direktur (Presdir) PT Andalan Furnindo, Wisnu Hendraningrat, Kuasa Direksi PT Duta Sugar International, Hendrogiarto A Tiwow, dan Direktur PT Kebun Tebu Mas Ali Sandjaja Boedidarmo. Jaksa menyebut mereka mengajukan PI kepada Tom Lembong dan Enggar ketika Kementerian Perdagangan (Kemendag) RI menugaskan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT PPI), Induk Koperasi Kartika (Inkopkar) milik Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD) dan Induk Koperasi Polisi Republik Indonesia (Inkopol) menjaga stok dan stabilisasi harga gula.

“Tanpa disertai rekomendasi dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin) RI,” ujar jaksa

PMH lainnya adalah mereka mengajukan PI GKM meskipun perusahaannya tidak berhak mengolah produk tersebut menjadi Gula Kristal Putih (GKP). Sebab, perusahaan-perusahaan tersebut merupakan produsen gula rafinasi.

Selain itu, jaksa juga mempersoalkan waktu importasi yang dilakukan para pengusaha gula. “Dilakukan pada saat produksi dalam negeri GKP mencukupi dan pemasukan atau realisasi impor GKM tersebut terjadi pada musim giling,” tutur jaksa.

Karena perbuatannya, para terdakwa didakwa melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 Juncto (Jo) Pasal 18 Undang-Undang (UU) Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Agenda sidang hari ini, pemeriksaan saksi mahkota dan pemeriksaan terdakwa untuk memberikan keterangan di hadapan majelis hakim, JPU dan masing-masing tim Kuasa Hukum dari terdakwa.

Kuasa Hukum terdakwa Dirut PT Berkah Manis Makmur (BMM) Hans Falita Utama, Agus Sudjatmoko SH MH mengatakan, hari ini agenda sidangnya pemeriksaan saksi mahkota dalam hal ini terdakwa Tony Wijaya, Then Surianto, Eka Sapanca, dan
Hendrogiarto A Tiwow. “Pada prinsipnya, para saksi dan Hans Falita Utama sebagai terdakwa. Kalau di perkara ini Hans Falita Utama sebagai terdakwa bukan saksi. Nah, para saksi tersebut beranggap, bahwasanya penugasan impor gula ini panggilan negara. Mereka sebenarnya hanya ingin membantu negara dalam keadaan kesulitan. Pada saat itu, stok gula berkurang dan harganya tidak stabil. Cenderung naik grafiknya, sehingga negara memliki kebijakan untuk stabilisasi harga gula. Menugaskan PT PPI (Persero) bekerjasama dengan delapan perusahaan importir gula karena PT PPI (Persero) tidak bida mengimpor GKP. Kurang lebih seperti itu,” ujar Agus Sudjatmoko SH MH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.

Ia mengatakan, motif mereka terlibat dalam penugasan impor gula ini karena murni panggilan negara. “Sebenarnya mereka perusahaannya running (berlari). Tetap berusaha tanpa penugasan sudah punya banyak order. Mereka kan kontrak tahunan dengan industri susu, roti, dan sebagainya (dsb). Itu kan semua kontraknya tahunan. Jadi dalam setahun ataupun 2 (dua) tahun sudah punya kerjaan sebetulnya. Jadi tanpa penugasan, perusahaan mereka tetap hidup. Jadi tidak ada motif ingin mengemplang uang negara. Kalau ingin dapat keuntungan wajar namanya bisnis. Mereka juga punya karyawan, punya biaya operasional dan lain sebagainya,” ungkap Agus Sudjatmoko SH MH dari Kantor Hukum Soesilo Aribowo (KHSA) yang beralamat di Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan (Jaksel) ini.

“Jadi dalam dunia bisnis, perusahaan dapat keuntungan itu wajar. Namanya pedagang, pasti ingin dapat untung,” tegasnya.

Dijelaskannya, terkait Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas) mereka tidak ada yang ikut karena itu kewenangan dan kepentingan Pemerintah RI dalam hal ini Kemendag RI. “Bukan penugasan. Mereka tidak ditugaskan. Yang ditugaskan itu adalah PT PPI (Persero). PT PPI (Persero) ditugaskan oleh Kemendag RI tapi tidak mampu melakukan penugasan sendiri. Namun, PT PPI (Persero) mengajak perusahaan swasta. Klien kami (terdakwa Hans Falita Utama) yang diajak untuk bekerjasama,” paparnya.

Dalam persidangan ini juga terungkap dalam keterangan terdakwa Hans Falita Utama, adanya uang titipan Rp74 miliar yang dititipkan ke penyidik. Agus Sudjatmoko SH MH menerangkan, pada saat di penyidikan, penyidik menunjukan, bahwasanya ada dugaan kerugian keuangan negara dalam perkara ini.

Untuk terdakwa Hans Falita Utama menurut penyidik, sambungnya, nilai kerugian keuangan negaranya Rp74 miliar sekian lebih dan seterusnya dan terdakwa lain juga kurang lebih, pada saat penyidikan. “Nah, kalau menurut keterangan terdakwa Hans Falita Utama di muka persidangan tadi, yang namanya penyidikan memiliki kewenangan untuk melakukan penyitaan, pengeledahan, penyegelan, dsb. Ada ungkapan dari penyidik, bahwa pabrik terdakwa Hans Falita Utama akan disegel dan akan disita aset-asetnya. Terdakwa Hans Falita Utama kan mikir lebih jauh, kalau pabriknya disegel atau ditutup, karyawannya tidak punya pekerjaan, ada potensi untuk di Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Pabriknya tidak beroperasi bagaimana mau menggaji karyawan? Nah, sementara ada potensi dapat gugatan dari rekan-rekan kerjanya karena terdakwa Hans Falita Utama sudah kontrak dalam setahun untuk supply (memasok) gula rafinasi ke industri. Untuk itikad baik, supaya pabriknya tidak dilakukan upaya paksa penyitaan, penyegelan, penutupan sementara pabriknya, makanya terdakwa Hans Falita Utama itikad baiknya menitipkan uang Rp74 miliar kepada penyidik. Itu yang disampaikan oleh terdakwa Hans Falita Utama di muka persidangan,” jelasnya.

“Apakah benar atau tidak keterangan terdakwa Hans Falita Utama pada waktu disidik oleh penyidik? Itu saya tidak tahu. Jadi ada ungkapan dari penyidik bisa dilakukan upaya paksa. Dari dulu memang kewenangan penyidik,” ungkapnya.

Menurutnya, cuma kalau penitipan uang Rp74 miliar itu dilakukan, efeknya seperti karambol. “Ini bisa jadi industri susu juga gulung tikar. Tidak ada supply Gula Kristal Rafinasi (GKR). Mereka harus mencari dari mana GKR? Untuk impor butuh waktu. Sementara, ini kan sudah kontrak tahunan. Kontrak tahunan, rutin sebulan harus stok berapa ton gula harus ada. Kalau perusahaan terdakwa Hans Falita Utama tidak bisa beroperasi, harus berproduksi sendiri,” katanya.

“Selain pabrik milik terdakwa Hans Falita Utama itu akan kolaps (bangkrut), ribuan karyawan akan menganggur, juga dampaknya akan menutup industri-industri susu dan roti. Yang terlibat dalam usaha gula rafinasi ada delapan perusahaan. Sementara, perusahaan gula rafinasi yang ada di Indonesia ada 11 (sebelas), tinggal 2 (dua) perusahaan. Tidak mungkin dua perusahaan tersebut bisa mensupply kebutuhan gula ke seluruh Indonesia. Itu bisa chaos (kacau) kalau penutupan perusahaan itu dilakukan,” terangnya.

Dikatakannya, demi memikirkan semua itu dengan itikad baik terdakwa Hans Falita Utama, daripada terjadi itu, dilakukan lah penitipan uang Rp74 miliar. “Tapi kemudian, dilakukan penyitaan oleh Kejagung RI. Sebenarnya, kalau dilakukan penyitaan itu dia melihat sesuatu setelah ini itikad baik sudah diserahkan, malah pabriknya disita. Itu yang malah terjadi,” ucapnya.

Ia menjelaskan, sejak awal kliennya (terdakwa Hans Falita Utama) mendapatkan tawaran untuk membantu penugasan impor gula itu kan itikadnya untuk negara, patriotik. “Kalau ada kesalahan administratif, semua pekerjaan ada yang salah juga. Soal kerugian negaranya saja itu masih debatable (masih bisa diperdebatkan). Orang di PT PPI (Persero) saja mengatakan, untung dengan adanya PI gula. Kerugian negara asumtif sifatnya. Jadi ada dua kerugian negara yakni kemahalan harga, asumsinya harusnya Rp8.900 per Kilogram (Kg). Itu asumsi mengatakan, harganya harus Rp8.900 per Kg. Dasarnya apa harganya harus Rp8.900? Dasarnya karena penugasan PT PPI (Persero) di tahun 2015 menyatakan harga Rp8.900 per Kg. Penugasan PT PPI (Persero) di tahun 2015 menggunakan harga Rp8.900 per Kg itu untuk tahun 2015. Penugasan impor gula oleh mantan Mendag RI Tom Lembong tahun 2015 hanya untuk tahun 2016, tidak ada hubungannya. Jadi tidak harus mengacu di harga Rp8.900 per Kg. Di penugasan yang disampaikan oleh mantan Mendag RI Tom Lembong juga tidak menyebut harus dengan harga Rp8.900 per Kg, sehingga asumsi harus Rp8.900 per Kg, itu yang pertama,” tuturnya.

Kedua, imbuhnya, terkait harus GKP, tidak ada yang mengatakan harus GKP. “Di Rakortas tidak ada disebut tidak ada GKP tapi GKM. Nah, jadi sangat konyol,” ujarnya.

“Jadi kerugian negara yang diungkapkan dalam dakwaan jaksa dasarnya adalah asumsi,” tegasnya.

Ketiga, sambungnya, para terdakwa juga berharap karena mereka bisa hadir di persidangan ini karena mantan Mendag RI Tom Lembong. “Ada penugasan impor gula dari mantan Mendag RI Tom Lembong ke PT PPI (Persero). PT PPI (Persero) mengajak mereka. Kalau tidak ada surat penugasan impor gula dari mantan Mendag RI Tom Lembong, mereka tidak akan ada di sini. Kalau Tom Lembong bebas, kasihan mereka, kenapa mereka tidak bebas?” tanyanya.

“Kita tidak perlu menerangkan secara teknis yuridis walaupun bisa saya terangkan. Cuma secara umum dan awam saja, pelaku utamanya Tom Lembong. Para terdakwa ada d sini karena Tom Lembong. Walaupun abolisinya hanya untuk Tom Lembong tapi perbuatannya dianggap tidak ada dan dihapuskan. Itu kan kayak PI yang memberikan Tom Lembong tanpa Rakortas. Keputusan impor tanpa rekomendasi dan pihak yang memberikan PI adalah Tom Lembong. Nah, kalau perbuatannya dianggap dihapuskan, yang menerima penugasan juga dihapuskan,” terangnya.

Ia menceritakan ketika ketemu orang awam bertanya kepadanya kok masih sidang saja PI gula, karena yang mengeluarkan PI gula saja Tom Lembong sudah bebas. “Masa yang diberi izin masih sidang saja saat ini. Kurang lebih seperti itu,” paparnya.

Agenda sidang selanjutnya akan digelar pada Rabu (15/10/2025), jaksa akan membacakan tuntutan kepada para terdakwa. “Kita menunggu saja apa tuntutan jaksa. Pembelaan atau pledoi kita sudah mempersiapkan untuk terdakwa Hans Falita Utama. Kita menunggu dulu tuntutan jaksa dibacakan,” tandasnya. (Murgap)

Tags: