Kuasa Hukum Terdakwa Dirut PT BMM Hans Falita Utama, Agus Sudjatmoko SH MH Tegaskan Keterangan 2 Ahli Dihadirkan Oleh Jaksa Tidak Mengikat bagi Terdakwa dan Kuasa Hukum

Agus Sudjatmoko SH MH

Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menggelar acara sidang lanjutan dugaan Tipikor 9 perusahaan gula swasta yang didakwa merugikan keuangan negara Rp578.105.411.622,47 (Rp578 miliar) bersama-sama mantan Menteri Perdagangan Republik Indonesia (Mendag RI) 2015 hingga 2016, Thomas Trikasih Lembong dan mantan Mendag RI 2016 hingga 2019, Enggartiasto Lukita dengan terdakwa Direktur Utama (Dirut) PT Berkah Manis Makmur (BMM), Hans Falita Utama, di ruang Prof Dr HM Hatta Ali SH MH, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Jum’at (19/09/2025).

Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Agung (Kejagung) RI menyebut para terdakwa melakukan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) dengan mengajukan dan mendapatkan Persetujuan Impor (PI) Gula Kristal Mentah (GKM) dari Tom Lembong. “Total kerugian keuangan negara sebesar Rp578.105.411.622,47,” kata jaksa di Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Kamis (19/06/2025).

Adapun 8 (delapan) nama pengusaha gula lainnya yang juga menjadi terdakwa adalah Dirut PT Angels Products, Tony Wijaya NG, Direktur PT Makassar Tene, Then Surianto Eka Prasetyo, Dirut PT Sentra Usahatama Jaya, Hansen Setiawan, Dirut PT Medan Sugar Industry, Indra Suryaningrat, Dirut PT Permata Dunia Sukses Utama, Eka Sapanca, Presiden Direktur (Presdir) PT Andalan Furnindo, Wisnu Hendraningrat, Kuasa Direksi PT Duta Sugar International, Hendrogiarto A Tiwow, dan Direktur PT Kebun Tebu Mas Ali Sandjaja Boedidarmo. Jaksa menyebut mereka mengajukan PI kepada Tom Lembong dan Enggar ketika Kementerian Perdagangan (Kemendag) RI menugaskan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT PPI), Induk Koperasi Kartika (Inkopkar) milik Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD) dan Induk Koperasi Polisi Republik Indonesia (Inkopol) menjaga stok dan stabilisasi harga gula.

“Tanpa disertai rekomendasi dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin) RI,” ujar jaksa

PMH lainnya adalah mereka mengajukan PI GKM meskipun perusahaannya tidak berhak mengolah produk tersebut menjadi Gula Kristal Putih (GKP). Sebab, perusahaan-perusahaan tersebut merupakan produsen gula rafinasi.

Selain itu, jaksa juga mempersoalkan waktu importasi yang dilakukan para pengusaha gula. “Dilakukan pada saat produksi dalam negeri GKP mencukupi dan pemasukan atau realisasi impor GKM tersebut terjadi pada musim giling,” tutur jaksa.

Karena perbuatannya, para terdakwa didakwa melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 Juncto (Jo) Pasal 18 Undang-Undang (UU) Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Agenda sidang hari ini, jaksa menghadirkan 2 (dua) Ahli yakn Ahli Kepabeanan di bidang Klasifikasi Barang dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (Ditjen BC), Sofyan Manahara, dan Ahli di bidang Teknologi Pangan, khususnya Komoditas Gula, Muhammad Rizky Ramanda untuk memberikan keterangan di hadapan majelis hakim, JPU dan masing-masing tim Kuasa Hukum dari terdakwa.

Kuasa Hukum terdakwa Dirut PT Berkah Manis Makmur (BMM) Hans Falita Utama, Agus Sudjatmoko SH MH mengatakan, keahlian Ahli hanya terkait dengan produksi gula. “Keterangan yang lain sebenarnya bukan keahlian kedua Ahli tersebut. Nanti memang menjadi penilaian juga baik penilaian hakim, maupun Kuasa Hukum terdakwa dan jaksa,” ujar Agus Sudjatmoko SH MH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.

Ahli Kepabeanan di bidang Klasifikasi Barang dari Ditjen BC, Sofyan Manahara, dan Ahli di bidang Teknologi Pangan, khususnya Komoditas Gula, Muhammad Rizky Ramanda ketika memberikan keterangan di hadapan majelis hakim, JPU dan masing-masing tim Kuasa Hukum terdakwa di ruang Prof Dr HM Hatta Ali SH MH, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Jum’at (19/09/2025). (Foto : Murgap Harahap)

“Bahwasanya apa yang diterangkan oleh Ahli, di luar keahlian tidak bisa digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan. Keterangan kedua Ahli itu juga tidak mengikat bagi terdakwa dan Kuasa Hukum tapi kalau keterangan saksi menerangkan tentang fakta dan di bawah sumpah. Jadi apa yang diterangkan oleh saksi mengikat semuanya. Tinggal dibandingkan dengan keterangan saksi-saksi yang lain,” ungkap Agus Sudjatmoko SH MH dari Kantor Hukum Soesilo Aribowo (KHSA) yang beralamat di Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan (Jaksel) ini.

Menurutnya, keterangan Ahli tidak mengikat. “Semua pihak tidak terikat oleh keterangan Ahli. Keterangannya boleh diambil dan boleh juga keterangannya tidak diambil. Masing-masing pihak punya pendapatnya sendiri-sendiri,” terangnya.

“Terlepas dari itu semua apa yang disampaikan oleh Ahli ini Ahli di bidang Teknologi Pangan Rizky menerangkan hanya soal produksi gula. Cuma setelah kita uji, banyak yang tidak tahu tentang produksi gula itu sendiri kita tanya, Ahli tidak paham. Klien kita sebetulnya bersama delapan perusahaan impor gula ini kan sebenarnya sudah punya pengalaman puluhan tahun,” paparnya.

Mereka, sambungnya, lebih tahu dibanding yang duduk di situ. “Setelah saya tanya kepada Ahli, banyak tidak tahu. Tadi saya tanya, sistem produksi pabrik gula di Indonesia itu sistemnya untuk pemurnian gula ya? Kan pabrik gula itu mengolah tebu kemudian menjadi GKP. Kalau yang produsen importir gula ini pabrik gula memproduksi bahan bakunya GKM. Semuanya proses pemurnian saja. Nah, pemurnian bisa dijadikan gula rafinasi bisa menjadi GKP,” katanya.

Dijelaskannya, pemurnian gula ini ada sistemnya tergantung dari bahan yang dipakai. “Ada karbonasi, ada fosfat dan ada sulfur sebagai bahan baku produksi gula. Kalau sulfur belerang bahan zat bukan untuk manusia. Belerang tidak boleh dikonsumsi karena tidak bagus,” ungkapnya.

“Pabrik gula Badan Usaha Milik Negara (BUMN) itu bahan bakunya sulfur. Jadi bahan untuk pemurniannya menggunakan sulfur. Karena apa? Karena mesinnya masih lama belum modern, pabrik zaman Belanda. Bahan bakunya pakai belerang dan bahan bakarnya pakai ampas tebu. Jadi mesinnya masih tradisional. Belum bisa menggunakan bahan bakar batubara,” katanya.

Kalau yang perusahaan gula swasta, imbuhnya, bahan bakarnya sudah pakai batubara. “Kalau pabrik gula BUMN masih pakai mesin lama. Maka, pada saat musim giling, perusahaan tersebut baru bisa memproduksi karena bahan bakunya dari tebu. Karena kalau tidak ada bahan bakar ampas tebu, mereka tidak bisa bekerja,” ucapnya.

“Makanya, di awal perusahaan tersebut produksinya sedikit karena ampasnya masih sedikit. Di akhir, mereka memproduksi banyak gula d peak season (musim puncak) di bulan Agustus. Kalau di awal, musim gilingnya di bulan Mei. Nah, bulan Mei mereka sudah bisa menggiling. Tapi belum banyak. Kalau dikatakan penugasan di Januari itu untuk memenuhi kebutuhan nasional itu mereka baru bisa memenuhi kebutuhan paling cepat di bulan Juli,” paparnya.

Disebutkannya, karena mereka masuk musim giling itu di bulan Mei baru sedikit. “Produksi kan baru bisa dilempar ke distribusi paling cepat di bulan Agustus. Nah, di rentang waktu itu kan kosong pasokan gula, untuk memenuhi kuota harus impor. Impor itu pilihannya 2 (dua) yakni GKP atau GKM,” urainya.

“Untuk GKP, impor juga tidak bisa langsung. Lebih lana dibanding GKM dan GKP karena spesifikasi gula luar negeri itu beda. Masing-masing punya spesifikasi sendiri-sendiri,” jelasnya.

Kalau di Indonesia, sambungnya, ada GKM, Gula Kristal Rafinasi (GKR) dan GKP. “Di luar negeri hanya ada dua GKM dan GKR. Tidak ada GKP. GKP itu hanya ada di Indonesia saja, sehingga ketika klien kita (terdakwa Hans Falita Utama) mau mengimpor gula untuk kebutuhan GKP sesuai kebutuhan Indonesia itu tidak bisa langsung dapat,” tuturnya.

“Tidak ready stok (stok siap). Di luar negeri itu tidak ada istilah GKP sesuai kebutuhan Indonesia. Kalau memang butuh GKP itu mesti request (pesan). Saya butuh gula rafinasi sekian-sekian, itu negara luar mesti produksi dulu. Jadi produksinya di sana. Jadi sama-sama produksi. Kalau kita impor GKP, produksinya ada di luar negeri dan roda ekonomi berjalan di luar negeri,” tegasnya.

Nah, sambungnya, kalau mau impor GKM langsung bisa. “Jadi di luar negeri, semua tebu bahan baku ada dua. Itu tidak ada di luar negeri mengolah tebu langsung menjadi gula rafinasi, tidak ada. Kenapa? Musim gilingnya pendek. Maka mereka mengolah dulu GKM. Lalu GKM disimpan di gudang. Itu penyimpanan untuk menaruh GKM. Nah, tinggal nanti kebutuhan apa? Kalau butuh gula rafinasi dikasih gula rafinasi,” terangnya.

“Kalau ada yang mau diekspor, maka diekspor. Jadi tidak ada di luar negeri mengolah jadi GKM. Mereka mesti mengolah itu GKM dulu karena itu paling cepat lalu disimpan di gudang. Lalu nanti kebutuhannya apa? Nah Ahli ini tidak paham soal itu. Itu penting saya tanyakan kaitannya dengan politik kebijakan pemerintah (politic will), kapan harus mengimpor dan apa yang diimpor. Itu kan sudah ada di dalam nomenklatur atau kewenangan pemerintah RI, dalam hal ini di Kemendag RI bahkan Kemenko Perekonomian RI, itu kan mereka sudah mempertimbangkan dari berbagai sisi,”jelasnya.

Nah, imbuhnya, dari keterangan Ahli Kepabeanan menjelaskan, harusnya GKP yang diimpor. “Aturannya tidak ada. Ketika ditanya aturannya apakah ada? Jawab Ahli tidak ada. Artinya, Ahli hanya melihat dari sisi Kepabeanan. Sementara, politik mengambil kebijakan itu kan faktor pertimbangannya tidak hanya Kepabeanan. Soal konsumen bagaimana? Perlindungan petani juga bagaimana? Terus kebutuhan konsumen bagaimana? Konsumen harga gula naik teriak-teriak. Kalau harga naik, petani senang tapi konsumen teriak-teriak,” tuturnya.

“Sebaliknya, harga turun, konsumen senang, petani teriak. Nah, ini kan perlu dipertimbangkan oleh Kemendag RI. Itu namanya politik kebijakan,” ucapnya.

Ia menilai Ahli Kepabeanan hanya mengemukakan pendapatnya bukan institusi. “Jadi seharusnya dikatakan GKP itu masih belum teruji lah. Dasar hukumnya tidak ada,” paparnya.

“Keterangan kedua Ahli tidak bisa digunakan. Karena memang Ahli dihadirkan dan diuji. Apakah pendapatnya itu sesuai dengan kompetensinya dan bisa digunakan sebagai dasar untuk mengambil kesimpulan atau tidak. Kemudian diuji. Tergantung penilaian masing-masing. Tapi dari persidangan sudah kelihatan, Ahli tidak mempunyai kompetensi untuk dijadikan Ahli di sini. Karena banyak ditanya banyak tidak tahu,” ungkapnya.

Terkait GKP, sambungnya, intinya pada perkara ini soal kemahalan harga. “Kerugian negaranya itu karena ada kemahalan harga. Kemahalan harga, kalau menurut jaksa, delapan perusahaan itu mengimpor GKM digunakan dalam rangka stabilisasi. Karena dalam rangka stabilisasi harga GKP, maka GKM diolah jadi GKP. Nah, yang dibayar Bea Masuk (BM)-nya dan Pajak Penambahan Nilai (PPN)-nya dalam rangka impor itu adalah soal tarif GKM. Kan mestinya begitu. Impor GKM tarif BM GKM. Nah, jaksa itu menganggap harusnya yang diimpor itu GKM tapi GKP. Nah, dasarnya apa? Tidak ada,” pungkasnya.

“Ahli juga mengatakan tidak ada aturannya yang harus diimpor itu GKP. Faktanya, perusahaan ini mengimpor GKM menjadi GKP dalam rangka stabilitasi berdasarkan kesepakatan dalam Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas) yang diadakan di Kemenko Perekonomian RI. Jadi sudah menyepakati harusnya untuk memberikan nilai tambah yang harusnya diimpor adalah GKM. Jangan GKP langsung,” terangnya.

Menurutnya, kalau yang diimpor GKP langsung tidak ada nilai tambah (value added) di dalam negeri. “Kalau yang diimpor GKM, ada proses produksi di sini. Bisa menyerap tenaga kerja, bayar pajak, ada vendor penyuplai bahan bakar batubara, hidup bagi mereka yang punya batubara. Kita butuh carbonsasi (CO2), kita tidak bisa memproduksi sendiri. Pasti ada penyuplainya dan ada packing (kemasan) karung. Itu kan roda ekonominya berputar. Ada transportasi dan pajak karena beli batubara bayar pajak. Itu pemasukan buat negara.,” katanya.

“Makanya, jangan mengimpor barang konsumsi. Harus bahan baku. Kalau barang konsumsi jadi konsumtif. Makanya, untuk melindungi ekonomi di Indonesia, punya kebijakan di Rakortas lebih baik mengimpor GKM jadi GKP. Itu kesepakatan dalam rapat. Nah, ini malah dipermasalahkan. Ini yang menjadi pertanyaan,” ujarnya.

Agenda sidang selanjutnya akan digelar pada Selasa (23/09/2025), jaksa akan menghadirkan Ahli Perhitungan Kerugian Negara Siswo. “Dakwaan jaksa harus mengimpor GKP tidak ada dasar hukumnya,” tandasnya. (Murgap)

Tags: