Kuasa Hukum Terdakwa Dirut PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Ira Puspa Dewi dkk, Dr Soesilo Aribowo SH MH : Akuisisi Saham PT JN Untungkan PT ASDP Indonesia Ferry (Persero)
Kuasa Hukum terdakwa Dirut PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Ira Puspa Dewi dkk, Dr Soesilo Aribowo SH MH (pertama dari kiri) foto bersama anggota tim Kuasa Hukumnya Iksan SH di Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Kamis (18/09/2025). (Foto : Murgap Harahap)
Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menggelar acara sidang lanjutan perkara dugaan Tipikor dengan 3 (tiga) terdakwa petinggi PT Angkutan Sungai Darat dan Penyeberangan (ASDP) Indonesia Ferry (Persero) yang didakwa merugikan negara Rp1,25 triliun dalam kasus dugaan korupsi akuisisi saham PT Jembatan Nusantara (PT JN) pada 2019 hingga 2022, di ruang Prof Dr HM Hatta Ali SH MH, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Kamis (18/09/2025).
Dalam dakwaannya, Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan, kapal yang diakuisisi para terdakwa sudah tua dan tidak layak karena dalam kondisi karam. Sidang dakwaan digelar di Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, beberapa waktu lalu.
Para terdakwa dalam kasus ini adalah Direktur Utama (Dirut) PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Ira Puspa Dewi, mantan Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Yusuf Hadi, serta mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Harry Muhammad Adhi Caksono. “Yang merugikan keuangan negara sebesar Rp1.253.431.651.169 berdasarkan laporan penghitungan kerugian keuangan negara LHA-AF-08-DNA-05-2025 tanggal 28 Mei 2025,” ujar jaksa KPK Wahyu Dwi Oktavianto saat membacakan surat dakwaan.
Jaksa mengatakan, perbuatan ini dilakukan Ira Puspa Dewi dan kawan-kawan (dkk) bersama Adjie selaku Beneficial Owner PT JN. Para terdakwa didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 juncto (Jo) Pasal 18 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Jaksa mengatakan, perkara ini bermula dari skema kerja sama usaha (KSU) antara PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) dan PT JN pada 2019. Skema KSU itu berubah dalam proses akuisisi pembelian saham PT JN.
Para terdakwa melakukan 2 (dua) keputusan direksi yang bertujuan untuk mempermudah pelaksanaan KSU dengan PT JN. Jaksa mengatakan, para terdakwa juga menambahkan ketentuan pengecualian persyaratan KSU serta melakukan perjanjian KSU pengoperasian kapal antara PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) dan PT JN sebelum adanya persetujuan Dewan Komisaris.
“Juga tidak mempertimbangkan resiko pelaksanaan KSU dengan PT JN yang disusun Vice President (VP), Manajemen Resiko dan Quality Assurance (QA),” ujar jaksa.
Jaksa mengatakan, para terdakwa menyampaikan substansi izin pelaksanaan KSU dengan PT JN ke Dewan Komisaris PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) tapi ternyata substansi izin berbeda dengan yang disampaikan ke Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) saat itu. Para terdakwa juga disebut tidak mempertimbangkan usia kapal milik PT JN dalam menentukan opsi skema transaksi jual beli.
Jaksa menyebut, para terdakwa melakukan pengondisian penilaian sebanyak 53 (lima puluh tiga) unit kapal PT JN oleh Kantor Jasa Penilai Publik Mutaqin Bambang Purwanto Rozak Uswatun dan rekan (KJPP MBPRU). Para terdakwa juga disebut telah mengabaikan hasil uji tuntas teknik engineering (due diligence) PT Biro Klasifikasi Indonesia (PT BKI) dalam proses akuisisi terkait untuk tidak mengakuisisi 9 (sembilan) kapal PT JN yang kondisinya tidak layak.
“Bahwa berdasarkan laporan uji tuntas engineering (due diligence) PT BKI menyebut, terdapat 2 (dua) unit kapal yang belum siap beroperasi yaitu Kapal Motor Penyeberangan (KMP) Marisan Nusantara karena dari status, kelas, dan sertifikat perhubungan lainnya telah tidak berlaku dan KMP Jembatan Musi II karena kapal saat inspeksi dalam kondisi karam,” ujar jaksa.
Jaksa mengatakan, para terdakwa melakukan penundaan docking rutin tahunan 12 (dua belas) kapal milik PT JN dengan tujuan untuk mengalihkan beban pemeliharaan rutin terjadwal tahun 2021 kepada PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) sebagai pemilik baru PT JN. Jaksa menambahkan, para terdakwa mengondisikan valuasi perusahaan PT JN oleh KJPP Suwendho Rinaldy dan Rekan (KJPP SRR) berdasarkan penilaian KJPP MBPRU tanpa verifikasi dan review ulang serta memilih menggunakan Discount of Lack Marketability (DLOM) yang lebih rendah 20% kepada opsi DLOM 30% yang diusulkan KJPP SRR.
Jaksa mengatakan, perbuatan para terdakwa telah memperkaya Adjie selaku Beneficial Owner PT JN sebesar Rp1,25 triliun. Jaksa menerangkan, nilai ini menjadi kerugian keuangan negara yang terdiri dari tiga komponen yaitu dari nilai pembayaran atas akuisisi saham PT JN sebesar Rp892 miliar; pembayaran 11 (sebelas) kapal afiliasi PT JN sebesar Rp380 miliar; serta dari nilai bersih yang dibayar PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) kepada Adjie, PT JN, dan perusahaan afiliasi sebesar Rp1,272 triliun.
“Perbuatan terdakwa Ira Puspa Dewi, terdakwa Muhammad Yusuf Hadi, terdakwa Harry Muhammad Adhi Caksono telah memperkaya Adjie selaku pemilik atau penerima manfaat PT JN Group sebesar Rp1.253.431.651.169,” ujar jaksa
Kuasa Hukum terdakwa Dirut PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Ira Puspa Dewi, mantan Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Yusuf Hadi, serta mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Harry Muhammad Adhi Caksono, Dr Soesilo Aribowo SH MH mengatakan, keterangan kedua saksi sangat mendukung dan sangat positif untuk ketiga terdakwa. “Pertama, bahwa akuisisi saham itu tidak bisa diproses. Artinya, hasilnya itu tidak bisa dilihat langsung pada saat itu tapi ada proses yang targetnya mereka itu ada 5 (lima) tahun sampai tahun 2027,” ujar Dr Soesilo Aribowo SH MH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
Kedua, sambungnya, memang di awal agak berat bagi PT JN karena baru mulai akuisisi. “Tapi lambat laun sekarang secara konsolidasi PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) untung,” terang Dr Soesilo Aribowo SH MH dari Kantor Hukum Soesilo Aribowo (KHSA) yang beralamat di Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan (Jaksel) ini.
“Ketiga, bahwa proses akuisisi ini dikawal oleh berbagai lembaga. Selain 7 (tujuh) konsultan itu juga ada lembaga-lembaga lain seperti Jaksa Muda Tata Usaha Negara (JamdaTUN). Kemudian dari Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) RI. Jadi cukup sudah mereka (para saksi) semua mengatakan, bahwa tidak ada sesuatu yang luar biasa. Akuisisi saham terjadi normal dan sesuai aturan yang berlaku, sehingga tidak ada hal-hal yang sifatnya itu menjadi satu rumusan jadi perbuatan melawan hukum (PMH),” katanya.
Keempat, imbuhnya, dari akuisisi saham PT JN memang justru nilainya lebih rendah daripada perhitungan konsultan-konsultan itu. “Pada prinsipnya dari akuisisi saham PT JN sangat menguntungkan bagi PT ASDP Indonesia Ferry (Persero),” paparnya.
Dijelaskannya, JamdaTUN itu hanya mendampingi mengenai proses akuisisi saham itu. “Termasuk juga hasil audit itu sempat diserahkan ke BPKP RI untuk dikoreksi,” terangnya.
“JamdaTUN hanya mendampingi saja ketika proses akuisisi saham,” ungkapnya.
Menurutnya, kalau memang tidak ada kesalahan kepada ketiga terdakwa ini, dibebaskan. Sidang ini sempat diskorsing untuk istirahat, sholat dan makan siang (ishoma) dan dilanjutkan kembali pada pukul 15.15 WIB dengan agenda jaksa menghadirkan 3 Ahli untuk memberikan keterangan di hadapan majelis hakim, jaksa dan tim Kuasa Hukum terdakwa. (Murgap)