Kuasa Hukum Terdakwa Pemilik EO GR Pro GAR, Misfuryadi Basrie SH Terangkan Kliennya Harus Dijadikan Korban dan Alat Harus Setor Dana-dana Kelebihan-kelebihan Maupun Keperluan-keperluan untuk Disbud
Kuasa Hukum terdakwa pemilik EO GR Pro GAR, Misfuryadi Basrie SH (pertama dari kiri) foto bersama anggota tim Kuasa Hukumnya Barens Damanik SH, di luar ruang Prof Dr HM Hatta Ali SH MH, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Selasa (16/09/2025). (Foto : Murgap Harahap)
Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menggelar acara sidang lanjutan perkara terdakwa pemilik Event Organizer (EO) Gerai Production (GR Pro) Gatot Arif Rahmadi (GAR) yang diduga melakukan penyimpangan kegiatan-kegiatan pada Dinas Kebudayaan (Disbud) Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota (Pemprov DKI) Jakarta yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) bersama 2 (dua) terdakwa lainnya berinisial Iwan Henry Wardhana (IHW) dan terdakwa Mohamad Fairza Maulana (MFM) senilai Rp36,3 miliar, di ruang Prof Dr HM Hatta Ali SH MH, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Selasa (16/09/2025).
Dalam dakwaan jaksa, terdakwa IHW selaku Kepala Dinas Kebudayaan (Kadisbud) DKI Jakarta periode 2020 hingga 2024, terdakwa MFM selaku Pelaksana tugas (Plt) Kepala Bidang (Kabid) Pemanfaatan, dan terdakwa GAR, diduga bersepakat untuk menggunakan tim EO miliknya dalam kegiatan-kegiatan pada bidang Pemanfaatan Disbud Provinsi DKI Jakarta. Terdakwa MFM dan terdakwa GAR diduga bersepakat untuk menggunakan sanggar-sanggar fiktif dalam pembuatan Surat Pertanggung Jawaban (SPJ) guna pencairan dana kegiatan Pergelaran Seni dan Budaya.
Bahwa perbuatan terdakwa IHW, MFM, dan GAR bertentangan antara lain Undang-Undang (UU) Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), Peraturan Presiden (Perpres) Republik Indonesia (RI) Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Perpres RI Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Kemudian, melanggar Peraturan Daerah (Perda) Provinsi DKI Jakarta Nomor 5 Tahun 2007 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah, Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 8 Tahun 2018 tentang Pedoman Swakelola. Pasal yang didakwakan untuk para terdakwa adalah Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 Juncto (Jo) Pasal 18 ayat (1) UU RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Jaksa meyakini terdakwa IHW menikmati uang korupsi dalam kasus ini sebesar Rp16,2 miliar. Sidang dakwaan IHW digelar di Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Selasa (17/06/2025).
Dua terdakwa lain yang diadili dalam kasus ini adalah MFM selaku Plt Kabid Pemanfaatan sejak 27 Juni 2023 hingga 5 Agustus 2024 dan Kabid Pemanfaatan sejak 5 Agustus 2024 hingga 31 Desember 2024 sekaligus sebagai Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) pada Disbud DKI Jakarta. Kemudian, terdakwa GAR selaku pemilik EO GR Pro sekaligus pelaksana kegiatan Pergelaran Kesenian Terpilih (PKT),
Pergelaran Seni Budaya Berbasis Komunitas (PSBB Komunitas) dan keikutsertaan mobil hias pada event Jakarnaval. Jaksa mengatakan, terdakwa IHW dan kawan kawan (dkk) diduga merekayasa bukti pertanggung jawaban pengelolaan anggaran yang melebihi dari pengeluaran pada kegiatan PSBB Komunitas, PKT dan Jakarnaval.
Dalam dakwaannya, jaksa merincikan aliran uang yang dinikmati para terdakwa dan pihak lain dalam kasus ini adalah pertama, memperkaya terdakwa IHW sebesar Rp16.200.000.000, kedua, memperkaya terdakwa MFM sebesar Rp1.441.500.000. Ketiga, memperkaya terdakwa GAR sebesar Rp13.520.345.212,6.
Keempat, memperkaya saksi Imam Hadi Purnomo sebesar Rp150.000.000. Kelima, memperkaya Cucu Rita Sary sebesar Rp150.000.000.
Keenam, memperkaya Moch Nurdin sebesar Rp300.000.000, ketujuh, memperkaya Tonny Bako sebesar Rp50.000.000. Kedelapan, memperkaya Feni Medina sebesar Rp100.000.000, kesembilan, memperkaya Ni Nengah Suartiasih sebesar Rp100.000.000 dan kesepuluh, digunakan untuk pemberian uang tahun baru, Tunjangan Hari Raya (THR), acara munggahan, kegiatan refreshing, uang saku dan pembelian bunga staf/pegawai di Bidang Pemanfaatan sebesar Rp4.307.199.844 sesuai dengan arahan terdakwa IHW dan MFM.
Jaksa mengatakan, dugaan persengkongkolan ini bermula dari penyimpangan yang dilakukan pada kegiatan milad Bang Japar. “Bahwa dalam pelaksanaan kegiatan PSBB Komunitas Tahun Anggaran (TA) 2022 sampai dengan 2024, terdakwa GAR bekerjasama dengan terdakwa MFM untuk merekayasa bukti-bukti pertanggung jawaban pengelolaan anggaran yang melebihi dari pengeluaran yang sebenarnya, sehingga atas kelebihan pembayaran yang diperoleh dapat memenuhi kesepakatan untuk memberikan kontribusi berupa uang yang diserahkan kepada terdakwa IHW,” ujar jaksa.
Jaksa mengatakan, terdakwa GAR selaku pemilik GR Pro terlebih dahulu menentukan data sanggar yang akan digunakan dan dimintakan persetujuan ke terdakwa MFM. Kemudian, membuat proposal seolah-olah dari pelaku seni atau sanggar, disposisi dan nota dinas dari Disbud Pemprov DKI Jakarta, surat permohonan dari Disbud Pemprov DKI Jakarta kepada sanggar, surat jawaban kesediaan dari sanggar, surat tugas dari Disbud Pemprov DKI Jakarta kepada pelaku seni atau sanggar, daftar hadir dan daftar honorarium serta bukti foto-foto dokumentasi pelaksanaan kegiatan.
“Menyusun bukti pembayaran kepada pelaku seni atau sanggar fiktif atau sanggar yang dipinjam identitasnya dan membuat bukti pembayaran honorarium yang melebihi dari pembayaran yang sebenarnya (mark-up),” ujar jaksa.
Selain bukti pembayaran yang dibuat fiktif dan di mark-up, jaksa mengatakan, terdakwa IHW dkk juga menyusun foto dokumentasi yang tidak sesuai dengan pelaksanaan kegiatan melalui proses editing foto. Lalu, membuat bukti pembayaran sewa alat peraga kesenian (ondel-ondel) yang tidak sesuai dengan kenyataan.
“Menyusun bukti pembayaran berupa kwitansi dan invoice pemesanan nasi kotak, snack dan air mineral kepada Dulu Kala Catering dan Gerai Catering Jakarta yang merupakan perusahaan catering milik terdakwa GAR, dengan cara seolah-olah pihak Disbud Pemprov DKI Jakarta dan melalui aplikasi e-order telah membuat pesanan belanja makan dan minuman kepada perusahaan katering Dulu Kala Catering dan Gerai Catering Jakarta,” kata jaksa.
“Namun pelaksanaannya, saksi GAR memesan nasi kotak, snack dan air mineral kepada vendor katering lain yaitu Arya Catering dengan nilai pemesanan sesuai perhitungan sebenarnya di lokasi acara yang lebih rendah dibandingkan nilai pemesanan melalui aplikasi e-order,” ungkap jaksa.
Jaksa mengatakan, para terdakwa juga menyusun bukti pembayaran sewa peralatan acara yang nilainya lebih besar dibandingkan dengan biaya riil yang dikeluarkan melalui perusahaan peralatan yang dipinjam identitasnya oleh terdakwa GAR. Kemudian, diserahkan datanya ke Disbud Pemprov DKI Jakarta untuk diproses seolah-olah telah mengikuti proses pengadaan langsung dan ditunjuk sebagai pelaksana kegiatan sesuai arahan terdakwa MFM.
Jaksa mengatakan, penyimpangan juga dilakukan para terdakwa pada kegiatan PKT secara swakelola. Jaksa menuturkan, bukti pertanggung jawaban kegiatan itu juga diduga direkayasa dan dibuat fiktif
“Bahwa dalam pelaksanaan kegiatan PKT secara swakelola TA 2022 sampai dengan 2024, terdakwa MFM memerintahkan saksi AA Rukanda Hadipriana untuk merekayasa bukti-bukti pertanggung jawaban pengelolaan anggaran, dengan cara menambahkan komponen tampilan yang sebenarnya tidak digelar (fiktif) dan atau menaikkan pembayaran honorarium pelaku seni yang secara riil melaksanakan pentas melalui mark-up biaya pembayaran honorarium,” tutur jaksa.
Jaksa mengatakan, bukti pendukung lainnya seperti daftar hadir, biodata, dan dokumentasi foto kegiatan agar seolah-olah pelaku seni tampil dalam kegiatan PKT disiapkan oleh staf Bidang Pemanfaatan, sedangkan stempel kwitansi tanda terima, menggunakan stempel sanggar palsu. Terdakwa MFM juga disebut memerintahkan saksi AA Rukanda Hadipriana untuk membuat bukti pertanggung jawaban PKT Disbud DKI Jakarta secara swakelola atas komponen tampilan yang sebenarnya tidak digelar.
“Dengan menggunakan dokumen pelaku seni atau sanggar yang sebelumnya pernah digunakan untuk pertanggung jawaban kegiatan PKT yang lain atau dengan cara meminjam identitas pelaku seni,” papar jaksa.
Jaksa mengatakan, bukti pertanggung jawaban berupa pembayaran honorarium kepada pelaku seni fiktif yang telah di-mark-up juga digunakan untuk mencairkan anggaran kegiatan PKT secara swakelola Disbud Provinsi DKI Jakarta TA 2022 hingga 2024. Jaksa mengatakan, selisih pembayaran yang dikembalikan oleh pelaku seni dari pelaksanaan dan pertanggung jawaban kegiatan PKT secara swakelola TA 2022 hingga 2024 digunakan untuk kepentingan pribadi terdakwa IHW, MFM dan Ni Nengah Suartiasih serta pejabat Disbud Pemprov DKI Jakarta lainnya.
“Bahwa selisih pembayaran tidak sah yang dikembalikan oleh pelaku seni baik kepada terdakwa GAR maupun kepada staf Disbud Pemprov DKI Jakarta sebagai akibat dari pelanggaran yang terjadi dalam pelaksanaan dan pertanggung jawaban kegiatan PSBB Komunitas, PKT, dan Jakarnaval TA 2022 hingga 2024 pada Disbud Pemprov DKI Jakarta dan Suku Dinas (Sudin) Kebudayaan digunakan untuk memberikan kontribusi berupa uang yang diserahkan kepada terdakwa IHW, MFM dan untuk terdakwa GAR sendiri serta pihak lain,” tutur jaksa.
Agenda sidang kali ini, jaksa menghadirkan 4 (empat) saksi yakni 3 (tiga) saksi karyawan EO GR Pro yaitu Mey Artika Sari dan dua lainnya serta M Nurdin selaku Kepala Sub Disbud (Kasudisbud) Jakpus untuk memberikan keterangan di hadapan majelis hakim, jaksa dan tim Kuasa Hukum terdakwa. Dalam keterangannya di muka persidangan, saksi M Nurdin mengakui tidak pernah menerima uang Rp50 juta dari terdakwa GAR secara cash (tunai).
Kuasa Hukum terdakwa pemilik EO GR Pro Gatot Arif Rahmadi (GAR), Misfuryadi Basrie SH mengatakan, kalau pemberian uang Rp50 juta yang diterima oleh saksi M Nurdin secara transfer ada buktinya atas nama keponakan yaitu Mas Riza. “Penerimaan uang secara cash yang diterima oleh saksi M Nurdin sebesar Rp50 juta walaupun tidak ada bukti tapi ada saksi bernama Pak Mularsih. Anak buah terdakwa GAR yakni Mey Artika Sari juga mengakui di muka persidangan mengantarkan uang ke saksi M Nurdin. Jadi kalau di total jumlah uangnya sekali kegiatan itu Rp50 juta sebanyak 6 (enam) kali kegiatan jumlahnya sekitar Rp300 juta ditambah Rp25 juta. Total semua hampir Rp350 juta, uang yang diterima oleh saksi M Nurdin,” ujar Misfuryadi Basrie SH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
Dijelaskannya, kalau tidak ada tanda bukti, bisa saja saksi M Nurdin menyangkal bahwa dirinya tidak menerima uang tersebut. “Tapi ada saksi-saksi dan terdakwa GAR pun menguatkan, bahwa terdakwa GAR benar memberikan uang itu atas permintaan dan kita tergantung dengan mempertegas lagi ke hakim ketua dan jaksa,” terang Misfuryadi Basrie SH dari kantor law firm Misfuryadi yang beralamat di Jatirahayu, Kompleks Televisi Republik Indonesia (TVRI), Jakarta ini.
Dijelaskannya, uang Rp50 juta digunakan untuk membantu kegiatan dari Sudisbud. “Jadi ada kerjaan nanti dikasih bantuan dana feed back (umpan balik) ke Sudinbud untuk biaya operasional dan segala macam. Ada juga yang lain-lain, standar lah,” katanya.
“Keterangan dari saksi EO GR Pro menerangkan, memberikan laporan-laporan SPJ itu kan berdasarkan kegiatan yang dilakukan oleh EO GR Pro. Kalau memang sanggar itu karena banyak sanggar yang dulu sudah melakukan kegiatan di acara, kemudian dibayar dulu oleh EO GR Pro terdakwa GAR karena tagihan ke Disbud sebulan hingga 2 (dua) bulan baru cair, terdakwa GAR merasa kasihan, mereka dibayar ke pelaku seninya. Setelah itu, uang yang masuk ke sanggar-sanggar atas nama itu dikembalikan lagi oleh terdakwa GAR. Kenapa dibuat seperti itu? Karena banyak pelaku seni atau sanggar yang atas nama orang lain, akhirnya tidak mengembalikan uang yang masuk dari Dinbud. Padahal, mereka sudah ditalangi duluan oleh terdakwa GAR,” ungkapnya.
Ia mengharapkan keterangan keempat saksi di muka persidangan bisa lebih membuat terang benderang perkara ini, mana yang salah dan mana yang benar. “Intinya, saya selalu bilang, bahwa klien kami (terdakwa GAR) menjadi alat dan korban. Korban karena terdakwa GAR bekerja untuk kepentingan karyawan banyak dan untuk perusahaan. Terdakwa GAR harus dijadikan alat dan harus setor dana-dana yang kelebihan-kelebihan itu ke sana maupun keperluan-keperluan Disbud. Terdakwa GAR hanya dijadikan alat dan korban,” tegasnya
Agenda sidang selanjutnya akan digelar Kamis (18/09/2025), jaksa akan menghadirkan Ahli dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI. “Waktunya ini terlalu mepet karena kita baru hari ini mendapat laporan hasil kerugian negara. Apalagi, laporannya itu tebal sekali halamannya dan mana hurufnya kecil-kecil,” terangnya.
“Sebenarnya, saya tanya kepada hakim, hakim mengatakan, bagaimana caranya? Kalian lah, terserah saja,” urainya.
Ia merasa kecewa harusnya dari jaksa dan hakim berembuk karena tadi terdakwa GAR minta waktu, kalau bisa sidang digelar pada Selasa depan. “Namun, majelis hakim tidak memberikan waktu,” katanya
Ia mengilustrasikan untuk mempelajari hasil laporan kerugian negara tersebut dengan cara berkas direndam dan airnya diminum. “Hak terdakwa GAR untuk melakukan sanggahan. Diberikan kesempatan kepada kawan-kawan Kuasa Hukum terdakwa untuk melakukan klarifikasi. Memberikan sanggahan itu haknya terdakwa karena klien kami (GAR) ini statusnya terdakwa. Klien kami ini belum terpidana,” jelasnya.
“Kerugian negara itu ada yang real (nyata) merugikan negara dan ada juga negara sebenarnya tidak rugi. Makanya, perlu ada klarifikasi, sanggahan diberikan kesempatan kepada klien kami (terdakwa GAR) oleh majelis hakim. Sanggahan itu minimal 2 (dua) kali diberikan kepada klien kami (terdakwa GAR). Ini 1 (satu) kali pun tidak ada diberikan sanggahan karena kami baru menerima sekarang laporan hasil kerugian negara yang diserahkan oleh jaksa. Maksudnya, kalau hari ini baru menerima laporan hasil kerugian negara, kita klarifikasi dulu hasil laporan kerugian negara tersebut,” ucapnya.
Menurutnya, ia bisa panggil semua audit, pembukuan, ini ada pengeluaran ini dan itu. “Lalu kita bertanya betul gak? Itu saja,” terangnya.
Kuasa Hukum terdakwa pemilik EO GR Pro GAR, Barens Damanik SH menambahkan, kalau bahasa kita bagaimana susah juga. “Cuma artinya tadi kita complain (protes). Cuma bahasa hakim itu soal baru hari ini kita terima laporan hasil kerugian negara, bahasa hakim itu kita dikejar oleh waktu. Ya sudah bagaimana caranya. Menurut hakim, kalau jaksa sudah menyerahkan hasil laporan kerugian negara kepada Kuasa Hukum terdakwa, kita lah yang mengelola itu walaupun hanya dua hari,” ujar Barens Damanik SH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
Menurutnya, terlalu singkat untuk mempelajarinya. “Tapi kita akan cobalah karena kita tidak dikasih waktu untuk membaca dan untuk melakukan sanggahan atas laporan hasil kerugian negara itu,” tandasnya. (Murgap)