Kuasa Hukum Terdakwa Dirut PT Berkah Manis Makmur (BMM) Hans Falita Utama, Agus Sudjatmoko SH MH Jelaskan Perjanjian PT PPI (Persero) dan PT BMM Sediakan Impor 33.600 Ton Gula Tidak Terkait Distribusi

Kuasa Hukum terdakwa Dirut PT Berkah Manis Makmur (BMM), Hans Falita Utama, Agus Sudjatmoko SH MH (pertama dari kanan) foto bersama anggota tim Kuasa Hukumnya Damar SH, di PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Selasa (09/09/2025). (Foto : Murgap Harahap)

Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menggelar acara sidang lanjutan dugaan Tipikor 9 perusahaan gula swasta yang didakwa merugikan keuangan negara Rp578.105.411.622,47 (Rp578 miliar) bersama-sama mantan Menteri Perdagangan Republik Indonesia (Mendag RI) 2015 hingga 2016, Thomas Trikasih Lembong dan mantan Mendag RI 2016 hingga 2019, Enggartiasto Lukita dengan terdakwa Direktur Utama (Dirut) PT Berkah Manis Makmur (BMM), Hans Falita Utama, di ruang Prof Dr HM Hatta Ali SH MH, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Selasa (09/09/2025).

Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Agung (Kejagung) RI menyebut para terdakwa melakukan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) dengan mengajukan dan mendapatkan Persetujuan Impor (PI) Gula Kristal Mentah (GKM) dari Tom Lembong. “Total kerugian keuangan negara sebesar Rp578.105.411.622,47,” kata jaksa di Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Kamis (19/06/2025).

Adapun 8 nama pengusaha gula lainnya adalah Dirut PT Angels Products, Tony Wijaya NG, Direktur PT Makassar Tene, Then Surianto Eka Prasetyo, Dirut PT Sentra Usahatama Jaya, Hansen Setiawan, Dirut PT Medan Sugar Industry, Indra Suryaningrat, Dirut PT Permata Dunia Sukses Utama, Eka Sapanca, Presiden Direktur (Presdir) PT Andalan Furnindo, Wisnu Hendraningrat, Kuasa Direksi PT Duta Sugar International, Hendrogiarto A Tiwow, dan Direktur PT Kebun Tebu Mas Ali Sandjaja Boedidarmo. Jaksa menyebut mereka mengajukan PI kepada Tom Lembong dan Enggar ketika Kementerian Perdagangan (Kemendag) RI menugaskan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT PPI), Induk Koperasi Kartika (Inkopkar) milik Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD) dan Induk Koperasi Polisi Republik Indonesia (Inkopol) menjaga stok dan stabilisasi harga gula.

“Tanpa disertai rekomendasi dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin) RI,” ujar jaksa

PMH lainnya adalah mereka mengajukan PI GKM meskipun perusahaannya tidak berhak mengolah produk tersebut menjadi Gula Kristal Putih (GKP). Sebab, perusahaan-perusahaan tersebut merupakan produsen gula rafinasi.

Selain itu, jaksa juga mempersoalkan waktu importasi yang dilakukan para pengusaha gula. “Dilakukan pada saat produksi dalam negeri GKP mencukupi dan pemasukan atau realisasi impor GKM tersebut terjadi pada musim giling,” tutur jaksa.

Karena perbuatannya, para terdakwa didakwa melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 Juncto (Jo) Pasal 18 Undang-Undang (UU) Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Agenda sidang hari ini, jaksa menghadirkan 8 (delapan) saksi yakni Dadang Supriatna, Erwin, Agustin, Edi, Sin, Keni, Erik dan lainnya untuk memberikan keterangan di hadapan majelis hakim, JPU dan masing-masing tim Kuasa Hukum dari terdakwa.

Kuasa Hukum terdakwa Dirut PT Berkah Manis Makmur (BMM), Hans Falita Utama, Agus Sudjatmoko SH MH mengatakan, hari ini jaksa menghadirkan delapan saksi dan 3 (tiga) saksi di antaranya dari PT Duta Sugar International. “Jadi ketiga saksi tersebut keterangannya tidak ada kaitannya dengan PT BMM. Sementara, 5 (lima) saksi lainnya adalah dari distributor gula. Dari delapan saksi itu yang menjadi saksi untuk perkaranya terdakwa Hans Falita Utama cuma tiga yakni Dadang Supriatna, Edi dan Erwin. Sementara, kelima saksi lainnya hanya distributor,” ujar Agus Sudjatmoko SH MH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.

Ia mengatakan, saksi Dadang dan Edi sebagai Distributor 1 (D1) dan saksi Erwin selaku Distributor 2 (D2). “Nah, mereka para distributor tersebut langsung ditunjuk oleh PT PPI (Persero). Mereka tidak ada hubungannya dengan PT BMM tapi hubungannya dengan PT PPI (Persero). Mereka melakukan perjanjian kerjasama perjanjian jual beli. Perjanjian antara PT PPI (Persero) dan distributor ini adalah perjanjian jual beli. Artinya, perjanjian jual putus. Tidak ada perjanjian dengan PT BMM selaku produsen gula,” kata Agus Sudjatmoko SH MH dari Kantor Hukum Soesilo Aribowo (KHSA) yang beralamat di Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan (Jaksel) ini.

“PT BMM ada perjanjian dengan PT PPI (Persero) dan PT PPI (Persero) ada perjanjian dengan distributor. Nah kita mencontohkan, seperti tukang jahit baju saja, misalkan PT PPI (Persero) butuh baju, nah PT BMM carikan bahan bajunya, PT BMM menjahitnya setelah jadi baju, PT BMM jual bajunya ke PT PPI (Persero). PT PPI (Persero) mau memasarkan sendiri gulanya atau dipasarkan melalui D1 dan D2 itu PT BMM tidak mau tahu. Kepentingan PT BMM tidak sampai sejauh itu. PT BMM hanya memproduksi gula saja,” katanya.

Dijelaskannya, bahan bakunya GKM, PT BMM olah dan dimurnikan menjadi GKP. “Setelah menjadi GKP, PT BMM jual ke PT PPI (Persero) seharga Rp9.000 per Kilogram (Kg),” jelasnya.

Setelah itu, sambungnya, PT PPI (Persero) mau jual ke konsumen atau ke pengecer atau ke D1 ataupun ke D2, bukan urusan PT BMM dan tidak ada kepentingan akan hal itu. “Setelah jadi GKP itu urusan PT PPI (Persero). Dengan siapa GKP itu dijual berapa dan dengan siapa PT PPI (Persero) itu menjual gulanya dan berapa harga jual gulanya, itu urusan PT PPI (Persero). Makanya, tadi saya tidak bertanya terkait distribusi gula, sampai sejauh mana pendistribusian gulanya dan berapa lama pendistribusian gulanya, itu bukan urusan PT BMM. PT BMM hanya memproduksi gula saja. PT BMM dan PT PPI (Persero) itu perjanjiannya hanya soal GKP tidak ada kaitannya dengan distribusi. PT BMM tidak ada kepentingan,” paparnya.

“Jadi dari keterangan ketiga saksi, sebenarnya sudah jelas, mereka perjanjiannya dengan PT PPI (Persero). Bayarnya juga ke PT PPI (Persero) tidak ada pembayaran ke PT BMM,” ungkapnya.

Dikatakannya, soal pengambilan gula, D1 dan D2 itu mengambil gulanya ke pabrik gula PT BMM. “Itu perjanjian antara PT PPI (Persero) dan D1. Perjanjian mereka mengambil langsung ke produsen. Itu urusan di antara mereka. PT BMM tahunya dapat uang lalu disampaikan barang siap, PT PPI (Persero) mengeluarkan Delivery Order (DO) atau Order Pengiriman,” pungkasnya.

“Pengiriman itu ada macam-macam dan pengiriman itu business as usual (kegiatan bisnis biasa). Misalnya, ada pengiriman dan pengambilan di gudang. Nah, si penjual kirim ke gudangnya si pembeli. Ada franco pabrik. Si pembeli mengambil di pabrik atau franco on truck namanya fot. Nah, si penjual mengirim ke truknya. Kalau sudah sampai di truk ya sudah itu urusan distributor. Nah, itu urusan antara penjual dan pembeli. Penjual urusannya dengan PT PPI (Persero) dan distributor. Nah itu kalau mereka minta mengambilnya di pabriknya PT BMM itu urusan mereka. PT BMM cuma menyiapkan gulanya. Mau yang mengambil gula itu PT PPI (Persero) ataupun temannya PT PPI (Persero), itu urusan mereka. PT BMM tidak ada urusan,” terangnya.

Ia menegaskan, PT BMM mengolah GKM menjadi GKP dan PT BMM jual ke PT PPI (Persero) jual beli putus. “Setelah itu urusan PT PPI (Persero). Kurang lebih seperti itu,” ucapnya.

“PT BMM benar-benar hanya pelaku produsen gula saja. PT BMM membantu pemerintah RI dalam hal ini PT PPI (Persero) untuk menyediakan GKP. PT BMM siap untuk menyediakan GKP. PT BMM mengimpor GKM, setelah itu mengolah menjadi GKP dan setelah itu diserahkan ke PT PPI (Persero), sesuai Surat Penugasan yang ditugaskan adalah PT PPI (Persero) bukan PT BMM. PT BMM hanya membantu PT PPI (Persero) menyediakan gulanya. Setelah gula siap ya sudah urusan PT PPI (Persero),” urainya.

Ia menyebutkan, perjanjian PT PPI (Persero) dan PT BMM dalam menyediakan impor gula 33.600 ton gula sudah terpenuhi semua. “Kewajiban PT BMM sudah terpenuhi semua sesuai perjanjian antara PT BMM dan PT PPI (Persero),” tandasnya. (Murgap)

Tags: