Kuasa Hukum terdakwa Pengacara Gregorius Ronald Tannur, Lisa Rahmat SH, Andi Syarifudin SH didampingi anggota tim Kuasa Hukumnya saat jumpa pers usai pembacaan putusan vonis hakim kepada kliennya, di luar ruang Prof Dr HM Hatta Ali SH MH, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Rabu (18/06/2025). (Foto : Murgap Harahap)
Jakarta, Madina Line.Com – Tok! Akhirnya, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menjatuhkan hukuman kurungan penjara 11 tahun kepada terdakwa pengacara Gregorius Ronald Tannur, Lisa Rahmat SH, pada perkara kasus dugaan suap vonis bebas Gregorius Ronald Tannur, dengan terdakwa lainnya yakni mantan Sekretaris Mahkamah Agung Republik Indonesia (Ses MA RI) Zarof Ricar, dan ibu Gregorius Ronald Tannur, Meirizka Wijaya, di ruang Prof Dr HM Hatta Ali SH MH, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Rabu (18/06/2025).
Sementara, terdakwa Ses MA RI Zarof Ricar dijatuhi hukuman kurungan penjara 16 tahun dan ibu Gregorius Ronald Tannur, Meirizka Wijaya dijatuhi hukuman kurungan penjara selama 3 tahun. Kuasa Hukum terdakwa pengacara Gregorius Ronald Tannur, Lisa Rahmat SH, Andi Syarifudin SH mengatakan, pihaknya menghormati putusan majelis hakim.
“Tapi ketika ada pertanyaan, apakah kami sependapat dengan putusan hakim itu? Tentu tidak. Karena kenapa? Bahwa putusan itu memang hakim ini dihadapkan oleh 3 (tiga) azaz yakni azaz kepastian hukum, azaz keadilan dan azaz kemanfaatan,” ujar Andi Syarifudin SH kepada awak media saat ditemui usai acara sidang ini.
Dikatakannya, azaz kepastian hukum, memang dari awal perkara ini, bahwa sebenarnya mulai prosesnya itu diawali dengan cara tidak sah. “Kenapa? Perkara ini digembar-gemborkan ketangkap tangan. Tapi fakta di persidangan, itu tidak. Harusnya melalui proses penyelidikan dan penyidikan, surat perintah penangkapan, penyitaan dan penggeledahan dan lain-lain. Itu kan proses,” ungkapnya.
“Ini faktanya terungkap di pengadilan, tidak. Itu azaz kepastian hukumnya jelas, pertama, dalam persidangan itu kita tahu bersama, bahwa kami tidak menemukan satu alat bukti pun yang menjelaskan, perbuatan terdakwa Lisa Rahmat SH ini,” katanya.
Kedua, sambungnya, pihaknya tidak menemukan 2 (dua) alat bukti yang menjelaskan, bahwa Barang Bukti (BB) itu benar-benar bersumber dari terdakwa Lisa Rahmat SH, itu terkait azaz kepastian hukumnya. “Kalau kita bicara azaz keadilan, mana bisa adil. Katanya terdakwa Meirizka Wijaya menyuruh terdakwa Lisa Rahmat SH untuk melakukan menyuap hakim. Tapi kita tahu bersama, terdakwa Meirizka Wijaya dijatuhi hukuman kurungan penjara selama 3 tahun. Sementara, terdakwa Lisa Rahmat SH dijatuhi hukuman kurungan penjara selama 11 tahun. Bagaimana bisa?” tanyanya.
Menurutnya, di perkara kliennya ini ada satu peristiwa yang ramai di media sosial (medsos), bahwa seorang bandar dibebaskan dan kemudian pengedarnya dihukum mati. “Ini lucu gitu loh. Seperti itu lah kira-kira perumpamaannya perkara ini,” katanya.
“Sesuai Hukum Acara, tim Penasehat Hukum dikasih waktu 7 (tujuh) hari untuk pikir-pikir setelah pembacaan putusan hakim ini. Ketika nanti tidak dinyatakan banding, pasti berkekuatan hukum tetap atau inchraat ya putusan hakim ini tapi dalam hal Hukum Acara itu bisa saja nanti langsung banding. Bahwa dalam putusan hakim ini memang hakim itu memutus perkara itu dihadapkan dengan tiga azaz yakni azaz kepastian hukum, azaz keadilan dan azaz manfaat,” ucapnya.
Dijelaskannya, ketiga azaz ini tidak terpenuhi, maka azaz manfaat itu akan memberikan inflasi kepada masyarakat. “Kenapa demikian? Seperti tadi di awal saya sampaikan, bahwa di awal proses kasus ini, itu sudah tidak ada azaz kepastian hukumnya,” paparnya.
“Kenapa demikian? Kita ketahui bersama, bahwa peristiwa itu 3 bulan kemudian. Kemudian, dilakukan proses hukum dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Dilakukan penangkapan, penggeledahan, penyitaan, tanpa sesuai dengan proses hukum yang sah, sehingga persoalan ini seperti kita ketahui bersama, dibawa ke pengadilan dan dinyatakan turut bersalah dan seharusnya proses hukum diawali dengan secara tidak sah itu, maka putusannya harus dinyatakan batal demi hukum, atau dibebaskan lah terdakwa Lisa Rahmat SH, seperti itu lah. Kalau kita bicara hukum,” tegasnya.
Kalau ada pertanyaan, sambungnya, bagaimana ketika misalnya hakim memutus tanpa didasari dengan 3 azaz tadi itu. Andi Syarifudin SH secara pribadi mengatakan, itu hanya berdasarkan cerita atau pendapat pribadi hakim ketika mengabaikan tiga azaz tadi itu.
“Namanya azaz itu adalah sakral. Kalau orang hukum itu tidak boleh sama sekali melanggar azaz,” terangnya.
Dijelaskannya, salah penyebutan terdakwa Lisa Rahmat SH sebagai hakim itu ultra petita. “Seharusnya fair (adil) lah. Mungkin pendapatnya karena perkara ini pidana, hakim juga punya kewenangan untuk bisa memberikan putusan lebih itu haknya hakim,” tuturnya.
“Makanya tadi saya bilang, bahwa hakim itu memutus satu perkara dengan tiga azaz tadi. Kalau kita bicara azaz kepastian hukumnya di mana? Prosesnya saja sudah tidak benar. Fakta di persidangan kami tidak menemukan dua alat bukti yang sah,” ungkapnya.
Terkait azaz keadilan, sambungnya, bagaimana bisa adil. “Terdakwa Lisa Rahmat SH katanya disuruh menyuap hakim. Tapi yang menyuruh malah dihukum 3 tahun penjara dan yang disuruh menyuap 11 tahun hukuman kurungan penjara. Adilnya di mana?” tanyanya lagi.
“Azaz kemanfaatannya di mana? Azaz kemanfaatan itu kan edukasi. Terus edukasinya di mana? Tidak ada edukasi. Jadi tiga azaz itu tidak terpenuhi. Saya melihat seperti itu,” tandasnya. (Murgap)