Roy Sihombing SH
Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menggelar acara sidang dugaan Tipikor dengan terdakwa mantan Direktur Utama (Dirut) PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, Emirsyah Satar terkait kasus korupsi pengadaan pesawat Bombardier CRJ-1000 dan ATR 72-600 serta terdakwa Direktur PT Mugi Reksa Abadi, Soetikno Soedarjo (SS) di ruang Prof Dr Kusuma Atmadja SH MH, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Jakpus, Senin (22/01/2024).
Pada sidang kali ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan 3 orang saksi yakni Direktur Service PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, Jaya, Mega dan lainnya untuk memberikan keterangan di hadapan majelis hakim, JPU dan masing-masing tim Kuasa Hukum dari kedua terdakwa. Perlu diketahui, Emirsyah Satar sebelumnya sudah divonis bersalah terkait kasus suap pengadaan mesin Rolls-Royce untuk pesawat Airbus milik PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, Boeing, Bombardier CJ-1000 dan ATR 72-600.
Dalam perkara itu, Emirsyah Satar dihukum 8 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider 3 bulan kurungan penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, pada 8 Mei 2020. Kini, Emirsyah Satar juga tengah diadili di Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus dalam kasus yang sama yakni terkait pengadaan pesawat CRJ-1000 dan ATR 72-600.
Jaksa menyebut total kerugian negara melalui PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk akibat perbuatan Emirsyah Satar sebesar 609 juta dolar Amerika Serikat (AS). “Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, yaitu memperkaya diri terdakwa Emirsyah Satar atau memperkaya orang lain yakni Agus Wahjudo Hadinoto Soedigno, Soetikno Soedarjo (SS) atau memperkaya korporasi yaitu Bombardier, ATR, EDC/Alberta sas dan Nordic Aviation Capital Pte, Ltd (NAC), yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara yaitu merugikan keuangan negara Cq PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, seluruhnya sebesar USD609.814.504,” kata jaksa saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Jakpus, Senin (18/09/2023).
Total kerugian negara senilai 609 juta dolar, jika dirupiahkan senilai Rp9,37 triliun dengan kurs rupiah saat ini. Jaksa menyebut Emirsyah Satar tanpa hak menyerahkan rencana pengadaan armada (Fleet Plan) PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk ke Soetikno Soedarjo (SS).
Padahal, rencana pengadaan itu merupakan rahasia perusahaan. “Terdakwa Emirsyah Satar secara tanpa hak menyerahkan rencana pengadaan armada (Fleet Plan) PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk yang merupakan rahasia perusahaan kepada Soetikno Soedarjo (SS) untuk selanjutnya diteruskan kepada Bernard Duc yang merupakan Commercial Advisor dari Bombardier,” ujar jaksa.
Kuasa Hukum terdakwa mantan Dirut PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Emirsyah Satar, Roy Sihombing SH mengatakan, keterangan 3 orang saksi di muka persidangan, tidak terlalu signifikan karena tidak ada yang langsung ikut dalam proses pengadaan pesawat. “Tapi kita coba gali semuanya. Apa pun keterangan yang disampaikan oleh saksi, kita coba sampaikan juga pertanyaan-pertanyaan dari tim Kuasa Hukum,” ujar Roy Sihombing SH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
Dikatakannya, pada dasarnya memang keterangan ketiga saksi tidak ada yang memberatkan buat kliennya. “Semuanya sudah diambil sesuai prosedur dan sudah ada keputusan direksi dalam pengadaan pesawat ATR 72-600 dan Bombardier CRJ-1000. Jadi menurut saya, juga tidak beralasan dakwaan yang disampaikan oleh JPU,” ungkap Roy Sihombing SH dari kantor Monang Sagala and Partners yang beralamat di daerah Senayan, Jakarta Selatan (Jaksel) ini.
“Dalam perkara saat ini, dakwaan JPU kepada Emirsyah Satar mendakwa ulang terdakwa dengan Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor terkait Perbuatan Melawan Hukum (PMH) diduga dilakukan oleh mantan Dirut PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Emirsyah Satar dalam pengadaan pesawat ATR 72-600 dan pesawat Bombardier CRJ-1000,” paparnya.
Agenda sidang akan dilanjutkan pada Senin (05/02/2024) untuk menghadirkan saksi mahkota ataupun susunan komisaris PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk ketika kliennya masih menjabat. “Pada dasarnya, kita tetap pada pembelaan kita yakni Nebis In Idem, bahwa Perkara ini sudah pernah diproses dalam perkara gratifikasi sebelumnya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Intinya itu saja,” tegasnya.
“Kalaupun mau dibuktikan unsur-unsur dakwaan juga tidak terpenuhi menurut kami, berdasarkan keterangan saksi yang telah dihadirkan oleh JPU,” tandasnya. (Murgap)