Roy Sihombing SH
Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menggelar acara sidang dugaan Tipikor dengan terdakwa mantan Direktur Utama (Dirut) PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, Emirsyah Satar terkait kasus korupsi pengadaan pesawat Bombardier CRJ-1000 dan ATR 72-600 serta terdakwa Direktur PT Mugi Reksa Abadi, Soetikno Soedarjo di ruang Prof Dr HM Hatta Ali SH MH, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Jakpus, Senin (18/12/2023).
Pada sidang kali ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan 4 orang saksi yakni Sri Mulyati dan Muhammad Tohir selaku Internal Audit PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk dan Agus Priyanto dan Ike selaku direksi PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk untuk memberikan keterangan di hadapan majelis hakim, JPU dan masing-masing tim Kuasa Hukum dari kedua terdakwa. Perlu diketahui, Emirsyah Satar sebelumnya sudah divonis bersalah terkait kasus suap pengadaan mesin Rolls-Royce untuk pesawat Airbus milik PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, Boeing, Bombardier CJ-1000 dan ATR 72-600.
Dalam perkara itu, Emirsyah Satar dihukum 8 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider 3 bulan kurungan penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, pada 8 Mei 2020. Kini, Emirsyah Satar juga tengah diadili di Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus dalam kasus yang sama yakni terkait pengadaan pesawat CRJ-1000 dan ATR 72-600.
Jaksa menyebut total kerugian negara melalui PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk akibat perbuatan Emirsyah Satar sebesar 609 juta dolar Amerika Serikat (AS). “Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, atau orang lain atau suatu korporasi, yaitu memperkaya diri terdakwa Emirsyah Satar atau memperkaya orang lain yakni Agus Wahjudo Hadinoto Soedigno, Soetikno Soedarjo atau memperkaya korporasi yaitu Bombardier, ATR, EDC/Alberta sas dan Nordic Aviation Capital Pte, Ltd (NAC), yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, yaitu merugikan keuangan negara Cq PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, seluruhnya sebesar USD609.814.504,” kata jaksa saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Jakpus, Senin (18/09/2023).
Total kerugian negara senilai 609 juta dolar jika dirupiahkan senilai Rp9,37 triliun dengan kurs rupiah saat ini. Jaksa menyebut Emirsyah Satar tanpa hak menyerahkan rencana pengadaan armada (Fleet Plan) PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk ke Soetikno Soedarjo.
Padahal, rencana pengadaan itu merupakan rahasia perusahaan. “Terdakwa Emirsyah Satar secara tanpa hak menyerahkan rencana pengadaan armada (Fleet Plan) PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk yang merupakan rahasia perusahaan kepada Soetikno Soedarjo untuk selanjutnya diteruskan kepada Bernard Duc yang merupakan Commercial Advisor dari Bombardier,” ujar jaksa.
Kuasa Hukum terdakwa mantan Dirut PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Emirsyah Satar, Roy Sihombing SH mengatakan, keterangan 4 orang saksi di muka persidangan, membenarkan, bahwa sudah pernah ada perkara sebelumnya yang diperiksa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait pengadaan pesawat ATR dan pesawat Bombardier.
“Itu tidak bisa dipungkiri. Kemudian, terkait substansi, kinerja dari Emirsyah Satar tidak perlu diragukan lagi lah kalau dalam kepemimpinannya di PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. Pada dasarnya sudah diakui oleh keempat orang saksi di muka persidangan,” ujar Roy Sihombing SH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
Dikatakannya, terkait untuk penekanan intervensi dari Emirsyah Satar kepada keempat orang saksi itu jelas dibantah oleh keempat orang saksi di muka persidangan, bahwa Emirsyah Satar tidak pernah memberikan intervensi ataupun arahan sedikitpun terkait pengadaan pesawat ATR dan pesawat Bombardier ini. “Dalam perkara saat ini, dakwaan JPU kepada Emirsyah Satar mendakwa ulang terdakwa dengan Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor terkait perbuatan melawan hukum (PMH) diduga dilakukan oleh mantan Dirut PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Emirsyah Satar dalam pengadaan pesawat ATR dan pesawat Bombardier. Pesawat ATR itu untuk jenis mesin turbo propler dan pesawat Bombardier untuk sub 100 liter bahan bakarnya,” ungkap Roy Sihombing SH dari kantor Monang Sagala and Partners yang beralamat di daerah Senayan, Jakarta Selatan (Jaksel) ini.
Dijelaskannya, intinya memang kedua pesawat itu juga sudah pernah diperiksa di persidangan sebelumya yang disidik oleh KPK. “Jadi itu yang berusaha kita buktikan,” tegasnya.
“Sidang hari ini berbeda dengan sidang sebelumnya. Jadi bukan sidang lanjutan dari perkara sebelumnya ya dan itu yang lagi kita lakukan pembelaan terhadap Emirsyah Satar, bahwa klien saya ini mantan Dirut PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Emirsyah Satar sudah pernah dihukum, jangan sampai terjadi hukuman untuk kedua kalinya dengan hal yang sama. Jadi seperti itu. Itu yang lagi kita upayakan,” ucapnya.
Terkait dakwaan jaksa, sambungnya, untuk kerugian negara yang diduga dilakukan oleh Emirsyah Satar, dari hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Republik Indonesia (BPKP RI), banyak. “Menurut kami, dakwaan JPU terkait nilai kerugian negara tidak dihitung berdasarkan dasar yang jelas,” ungkapnya.
Ia mengharapkan hakim berani untuk memutus, bahwa perkara kliennya ini Nebis In Idem, bahwa perkara ini sudah pernah diperiksa sebelumnya dan sudah ada keputusannya dan memiliki keputusan hukum tetap (inchraat) dan tidak dapat diperkarakan lagi. “Perkara sidang hari ini terkait hal yang sama dengan perkara sebelumnya. Perkara yang disidik oleh KPK ada 5 pengadaan termasuk di situ pengadaan pesawat ATR dan pesawat Bombardier. Sekarang cuma 2 di Kejaksaan Agung (Kejagung) RI terkait ada 2 pengadaan yaitu perkara pengadaan pesawat ATR dan pesawat Bombardier. Kedua hal ini sudah pernah diperiksa oleh KPK dalam persidangan tahun 2020 hingga 2021. Sudah ada vonis hakim serta sudah inchraat,” urainya.
Agenda sidang selanjutnya akan digelar pada Senin (08/01/2024). “Saksi yang dihadirkan pada sidang hari ini, masih saksi dari JPU yaitu saksi Ad-Charge atau Saksi Meringankan. Nanti mungkin giliran dari kita untuk menghadirkan saksi masih lama ya karena didahulukan pemeriksaan saksi dari pihak JPU,” tandasnya. (Murgap)