Kapten Pilot PT NAM Air Aulia Miftah (pertama dari kiri) foto bersama Kuasa Hukumnya Syamsul Jahidin SIKom SH MM, di luar ruang Mudjono 1, PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Rabu (25/10/2023). (Foto : Murgap Harahap)
Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menggelar acara sidang Gugatan dengan agenda sidang Laporan Hasil Mediasi (Panggil para pihak) dengan Nomor Perkara 463/Pdt.G/2023/PN Jkt.Pst antara pihak Penggugat Kapten Pilot PT NAM Air Aulia Miftah dan pihak Tergugat 1 yakni perusahaan maskapai penerbangan PT NAM Air dan pihak Tergugat 2 yakni PT Sriwijaya Air di ruang Mudjono 1, PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Rabu (25/10/2023).
Kapten Pilot PT NAM Air Aulia Miftah sebagai pihak Penggugat menceritakan pada saat terjadi pandemi Corona Virus Disease-19 (Covid-19) dirinya terkena lay off (larangan terbang) dan di situ dirinya diberi opsi (pilihan) untuk mengundurkan diri, itu yang pertama. “Opsi kedua, jika saya tidak mengundurkan diri, perusahaan akan mengeluarkan atau mem-Putus Hubungan Kerja (PHK) diri saya,” ujar Aulia Miftah kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
Dikatakannya, tapi dirinya menyampaikan kepada pihak manajemen PT NAM Air, bahwa dirinya silahkan kalau perusahaan menginginkan dirinya mundur dari perusahaan, namun dirinya tidak mau mengundurkan diri. “Saya waktu itu masih dalam perjanjian ikatan dinas pendidikan,” ungkapnya.
Menurutnya, PT NAM Air memutus ikatan dinas pendidikannya selaku pilot secara sepihak pada saat pandemi Covid-19. “PT NAM Air melayangkan surat pengunduran diri saya lewat surat elektronik atau email dan langsung saya serahkan perkara saya ini kepada Kuasa Hukum saya,” paparnya.
“Kejadian ini terjadi sejak 2 tahun lalu,” katanya.
Ia mengharapkan profesi pilot bisa dihargai oleh PT NAM Air dan Pemerintah Republik Indonesia (RI). “Setidaknya, memanusiakan manusia. Karena mengenyam pendidikan sebagai pilot juga tidak mudah dan biaya sangat tinggi. Harapan saya, kalau bisa hak-hak saya diperjuangkan dan insya Allah ini akan mengangkat harkat dan martabat penerbang di Indonesia,” urainya.
“Jam terbang (flight) saya, sudah selama 3000 jam lebih,” katanya.
Ia menerangkan, selama terjadinya pandemi Covid-19, ada 2 Kapten Pilot PT NAM Air yang dikeluarkan oleh PT NAM Air. “Kebetulan Kapten Pilot PT NAM Air yang senior tersebut tidak melakukan perlawanan melalui jalur hukum kepada perusahaan. Hanya saya saja yang melakukannya,” tuturnya.
Kuasa Hukum Kapten Pilot PT NAM Air Aulia Miftah, Syamsul Jahidin SIKom SH MM mengatakan, kliennya tidak terkena PHK akibat kontrak kerja. “Kalau kontrak kerja itu hubungannya dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT). Tapi klien saya ini berdasarkan ikatan dinas yang dilakukan sejak 2019. Kalau di pilot itu ada namanya Berifikasi. Itu standar pilot,” ujar Syamsul Jahidin SIKom SH MM kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
“Judulnya kontrak kerja tapi perjanjian pendidikan dan ikatan dinas. Jadi ini tidak masuk di dalam klausul PKWT dan PKWTT. Nah, di sini di dalam klausulnya dikatakan ketentuan tambahan, jika salah satu pihak mengundurkan diri, maka mengganti restitusi uang pendidikan sejumlah. Sesuai perjanjiannya itu senilai 32.000 Dollar Amerika Serikat (AS). Itu kalau salah satu pihak, kalau pihak pilot mengundurkan diri, maka harus mengganti uang 32.000 Dollar AS,” terangnya.
Pertanyaannya, sambungnya, kalau pilot diundurkan oleh perusahaan atau salah satu pihak, maka pihak yang satu dan lainnya, memiliki kewajiban dan hak yang sama. “Artinya, kalau salah satu pihak yang cacat janji, artinya memutus secara sepihak, maka harus mengganti uang 32.000 Dollar AS,” tegasnya.
Dikatakannya, perjanjian ini berlaku hingga 7 tahun. “Jadi tidak masuk di dalam klausul masa kerja. Karena di sini, masa jangka waktunya adalah mulai 13 Desember 2018 hingga 7 tahun masa kerja. Dikatakan qualified oleh perusahaan, melalui keputusan perusahaan. Jadi semau-maunya perusahaan,” jelasnya.
“Ini lah pemikiran oligarki yang tidak memanusiakan manusia. Padahal, sejatinya pilot tugas profesi yang sangat mulia karena mengantarkan orang dari keberangkatan hingga menuju ke tempat yang dituju dengan selamat. Menjadi pilot memiliki resiko tinggi dan memiliki kemampuan skill (keahlian) serta knowledge (pengetahuan) yang sangat tinggi,” urainya.
Ia memohon, tolonglah dimanusiakan profesi pilot ini. “Artinya apa? Pilot dan Co-Pilot menentukan nyawa sesorang ketika di dalam sebuah penerbangan,” tuturnya.
“Agenda sidang kali ini, pihak Tergugat 1 PT NAM Air hadir dan Tergugat 2 PT Sriwijaya Air juga hadir. Karena pihak Tergugat 2 PT Sriwijaya Air menganggap tidak ada hubungan hukum. Nah, sejatinya dan pada aktualnya akan kami buktikan kelak. Jadi Direktur Legalnya satu grup dan Direktur Head Recomendation Departement (HRD) juga satu grup dan PT Sriwijaya Air berada di kantor yang sama. Jadi grup yang sama dan di wilayah kantor yang sama serta orang-orang yang sama. Jadi kita akan mencoba buktikan secara de facto (fakta) hukum dengan membuktikan fakta-fakta yang ada, bahwa mereka itu satu grup dan satu afiliasi,” ucapnya.
Disebutkannya, kantor PT Sriwijaya Air ini berlokasi di sekitaran Neglasari, Tangerang. “Klien saya sangat dirugikan dengan adanya perkara ini. Bukan hanya klien saya saja yang merasa dirugikan tapi dengan adanya perkara ini akan menciderai profesi pilot di mana pun berada di republik ini karena sangat mudah sekali perusahaan untuk memutus dan membuang tanpa ada alasan,” ungkapnya.
“Alasan dibuang karena efisiensi. Padahal, masih ada perjanjian pendidikan dan ikatan dinas. Jadi perjanjian pendidikan dan ikatan dinas tidak diselesaikan kewajibannya. Jadi pilot ini tenaga profesional yang tidak dianggap oleh perusahaan,” sesalnya.
Ia bertekad dengan adanya perkara ini, akan memperjuangkan nasib banyak pilot di seluruh Indonesia yang terkait dengan perusahaan penerbangan agar perusahaan penerbangan ini lebih selektif dan memperhatikan, bahwa pilot dan pramugari adalah aset yang berharga bagi perusahaan. “Jadi untuk beberapa maskapai penerbangan harusnya memperhatikan itu dan jangan mencari keuntungan semata. Jika untung tidak akan disebut tapi ketika rugi akan disebut,” paparnya.
“Kita akan menguji oligarki-oligarki ini. Saya sendiri pun selaku Kuasa Hukum, pernah mendengar diduga dari mantan karyawannya tidak saya sebutkan namanya, jadi pemilik perusahaan ataupun oknum direksinya mengatakan, hukum bisa dibeli di republik ini, menurut mantan karyawannya. Terlepas benar atau tidaknya, itu sebagai acuan kami akan menguji tegaknya hukum acara, hukum peradilan di Indonesia masih tegak lurus dan bersih,” ungkapnya.
Dijelaskannya, mulai diberhentikan kliennya dari ikatan dinas oleh pihak PT NAM Air sejak tahun 2020 saat terjadinya pandemi Covid-19. “Jadi pada saat pendemi Covid-19 tahun 2020, dan pada tahun 2021, klien saya diputus melalui pesan email. Bukan dengan surat panggilan dari direksi perusahaan tersebut dan tidak ada Surat Panggilan (SP) 1 dan SP 2 hingga SP 3. Jadi klien saya ini dinonaktifkan dengan dirumahkan dengan internal memo. Jadi berdasarkan memo saja. Tiba-tiba karena pesawat ATR yang menurut sepengetahuan klien saya, bahwa pesawat tersebut sudah tidak beroperasi lagi. Jadi bukannya dialihkan, malah diputus, perusahaan menghindari kerugian,” ujarnya.
“Kalau menurut hemat kami, perkara kliennya ini bersangkutan dengan pasal 1328, jadi melanggar perjanjian atau cacat hukum atau Wan Prestasi. Sekarang begini logikanya, di dalam klausul perjanjian tersebut mengatakan, jika salah satu pihak membatalkan, maka salah satu pihak harus mengganti kerugian atas hal tersebut sesuai dengan adanya di dalam klausul kontrak. Nah, pertanyaannya, kalau salah satu pihak menerapkan hal tersebut, apakah pihak lain tidak punya hak yang sama? Karena perusahaan yang memutus, maka perusahaan yang harus bertanggung jawab,” katanya.
Menurutnya, dengan adanya pemutusan ikatan dinas dengan kliennya, maka perusahaan telah melakukan tindakan semena-mena. “Diputus dengan email tanpa ada alasan yang jelas dari perusahaan. Tanpa ada penggajian yang jelas dan tanpa ada pembayaran yang jelas. Klien saya ini tidak dianggap sebagai profesi pilot yang mungkin masyarakat bisa melihat, bahwa profesi pilot ini adalah satu profesi yang sangat mulia, dan harusnya profesi pilot ini dimuliakan,” tukasnya.
“Jadi email itu akan kita jadikan alat bukti di muka persidangan. Dalam email tersebut isinya mengatakan, “Anda sudah tidak bekerja lagi”. Jadi semena-mena,” jelasnya.
Agenda sidang selanjutnya, di Nota Eksepsi (Keberatan) atas jawaban dari pihak Tergugat terhadap gugatan kliennya digelar pada 1 November 2023, menggunakan kalender Electronik Sidang atau (E-Court), lanjut dengan Replik (Jawaban) dan Duplik (Sanggahan). “Setelah adanya pembacaan Replik dan Duplik akan ada putusan sela, ataupun tidak ada putusan sela, maka pada 22 November 2023, setelah itu agenda pembuktian. Di atas tanggal 22 November 2023 setelah pembuktian tergantung kepada pengajuan Nota Eksepsinya,” paparnya.
“Sepengetahuan saya, klien saya ini sudah punya pengalaman bekerja di beberapa perusahaan maskapai penerbangan. Artinya, kalau sudah memiliki pengalaman bekerja di beberapa perusahaan maskapai penerbangan, sudah memiliki pengalaman yang tinggi,” jelasnya.
Ketika anak masih kecil, sambungnya, ditanya oleh orang tuanya dan gurunya, cita-cita kalau sudah dewasa mau jadi apa dan jawabannya mau jadi pilot, tentara dan polisi. “Tapi saat ini, seorang pilot dikriminalisasi. Artinya apa? Kita lagi memperjuangkan masa depan yang cerah bagi calon-calon pilot. Sekolah pilot itu juga susah dan tidak murah,” tandasnya. (Murgap)