Christophorus Harno SH
Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) kembali menggelar acara sidang lanjutan dengan Nomor: 60/Pid.Sus-TPK/2023/PN.Jkt.Pst dengan 3 terdakwa atas kasus dugaan Tipikor pada PT PGAS Solution untuk pembayaran pengadaan dan sewa alat pembuatan sumur geothermal tahun 2018 di ruang Wirjono Projodikoro 1, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Kamis (07/09/2023).
Adapun ketiga terdakwa dalam perkara Tipikor ini adalah Yoga Trihono ST MT selaku Direktur Teknik dan Pengembangan PT PGAS Solution periode 2016 hingga 2019, Yuzat selaku Direktur Utama (Dirut) PT Taruna Aji Kharisma (PT TAK) dan Andrean selaku Dirut PT Adhidaya Nusaprima Tekhnindo (PT ANT). Pada sidang kali ini, dihadirkan Ahli Keuangan Negara dari Sekretaris Direktorat Jenderal (Sesditjen) Keuangan Negara Kementerian Keuangan Republik Indonesia (Kemenkeu RI) Siswo atas permintaan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk memberikan keterangan dan penjelasan di hadapan majelis hakim, JPU dan masing-masing tim Kuasa Hukum dari ketiga terdakwa.
Kuasa Hukum terdakwa Dirut PT TAK Yuzat, Christophorus Harno SH mengatakan, bahwa ada satu pernyataan Ahli Keuangan Negara Siswo di muka persidangan yang menyinggung terdakwa Yuzat yaitu kalau memang dianggap piutang adalah kekayaan negara, artinya kalau piutang itu dipahami oleh mereka, maka perkara ini bukan soal Tipikor tapi hutang piutang. “Kalau hutang PT TAK dibayar ke PT PGAS Solution, selesai urusan dan piutang ke negara, terbayar. Artinya, tidak ada pihak yang dirugikan,” ujar Christophorus Harno SH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
“Tapi kan kita tidak tahu. Maunya negara bagaimana atau keinginan JPU itu bagaimana dan keinginan hakim bagaimana, kita tidak tahu. Tapi kalau boleh dikatakan, bahwa hutang piutang itu suatu kerugian negara, tidak bisa dong,” ungkap Christophorus Harno SH dari Kantor Law Firm Samin Samiaji yang berlokasi di Kota Tangerang ini.
Dikatakannya, memang peristiwanya ada tapi bukan peristiwa Tipikor tapi merupakan soal hutang piutang. “Agenda sidang selanjutnya atas permintaan dari semua tim Kuasa Hukum dari ketiga terdakwa akan menghadirkan saksi fakta,” terangnya.
“Menurut kami, dari apa yang dikatakan oleh Ahli Keuangan Negara terkait piutang itu bisa dihitung sebagai kekayaan negara. Kalau piutang itu bisa dihitung sebagai kekayaan negara, maka apa yang terjadi dalam perkara ini adalah hutang piutang. Oleh karena apa? Negara tahu, bahwa PT TAK yang dimiliki oleh terdakwa Yuzat itu mempunyai piutang dari PT PGAS Solution,” tegasnya.
Dijelaskannya, PT PGAS Solution tahu, bahwa PT TAK itu mempunyai piutang dari PT Sabang Geothermal Energy (SGE) sebanyak Rp50 miliar. “Nah, semua pihak dari mereka sudah tahu soal itu. Kalau semua pihak sudah mengetahui soal itu, maka simplifikasinya tidak ada pihak yang dirugikan,” ucapnya.
“Sudah ada Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dan segala macam. Lalu apa? Kenapa perkara ini dipaksakan menjadi sebuah peristiwa Tipikor?” tanyanya.
Ia berharap keterangan Ahli Keuangan Negara Siswo bisa netral. “Tapi ternyata dengan pernyataan semacam itu sudah jelas, bahwa sebenarnya peristiwa ini memang terjadi tapi bukan peristiwa pidana tapi peristiwa perdata biasa,” katanya.
Apalagi, sambungnya, proyek pengeboran sumur geothermal ini pun sudah selesai dikerjakan dengan baik. “Terbukti dalam persidangan kok. Kemudian, dari keterangan saksi-saksi di muka persidangan. Barangnya ada dan proyek sudah selesai dengan baik serta ada sertifikatnya. Lalu apa lagi yang dikejar,” terangnya.
“Filosofi daripada negara, jika ada orang yang berhutang kepada negara, dan hutangnya dibayar kepada negara, maka selesai kan hutangnya. Kenapa kita sekarang ini tidak berpikir bagaimana caranya PT TAK agar membayar hutangnya,” katanya.
Oleh karena mereka juga mengetahui, sambungnya, bahwa PT TAK itu punya piutang di PT SGE, sehingga kenapa tidak bersama-sama, hey coba deh menagih hutang di PT SGE. “Negara bisa membantu PT TAK untuk menagih hutang kepada PT SGE. Selesai kan masalahnya,” tuturnya.
Untuk apa, imbuhnya, agar PT TAK bisa membayar hutang kepada PT PGAS Solution. “Kenapa harus dibuat ribet begitu. Saya mengatakan itu kenapa? Karena ada kemungkinan PT SGE itu menbayar. PT SGE itu bukan perusahaan fiktif kok. Proyeknya juga tidak fiktif dan tidak ada satu pun yang fiktif,” tandasnya. (Murgap)