Christophorus Harno SH
Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menggelar acara sidang lanjutan dengan Nomor: 60/Pid.Sus-TPK/2023/PN.Jkt.Pst dengan 3 terdakwa atas kasus dugaan Tipikor pada PT PGAS Solution untuk pembayaran pengadaan dan sewa alat pembuatan sumur geothermal tahun 2018 di ruang Prof Dr Kusuma Atmadja SH MH, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Senin siang (14/08/2023).
Adapun ketiga terdakwa dalam perkara Tipikor ini adalah Yoga Trihono ST MT selaku Direktur Teknik dan Pengembangan PT PGAS Solution periode 2016 hingga 2019, Yuzat selaku Direktur Utama (Dirut) PT Taruna Aji Kharisma (PT TAK) dan Andrean selaku Dirut PT Adhidaya Nusaprima Tekhnindo (PT ANT). Pada sidang kali ini, dihadirkan 4 saksi atas permintaan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) yakni 2 orang saksi dari PT Sabang Geothermal Energy (SGE) dan Bunga dari PT ANT serta Danisworo sebagai Sub Kontraktor PT TAK untuk memberikan keterangan dan penjelasan di hadapan majelis hakim, JPU dan masing-masing tim Kuasa Hukum dari ketiga terdakwa.
Kuasa Hukum terdakwa Dirut PT TAK Yuzat, Christophorus Harno SH mengatakan, sebenarnya PT SGE hubungannya dengan bohirnya saja, oleh karena PT SGE memberikan pekerjaan kepada PT TAK, kemudian PT TAK meminta kepada PT PGAS Solution untuk penyediaan barang bukan biaya. “Sama sekali tidak ada soal uang tapi alat-alat atau barang yakni penyediaan barang-barang untuk pengeboran sumur geothermal dan itu terbukti, bahwa transaksi jual beli alat-alat antara PT TAK dan PT PGAS Solution. Buktinya apa? Buktinya dengan Purchase Order (PO) atau Order Pembelian barang,” ujar Christophorus Harno SH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
Dikatakannya, PO itu jelas isinya barang atau alat apa saja yang dibutuhkan untuk proyek pengeboran sumur geothermal ini. “Ternyata, PT PGAS Solution menyetujui untuk mengadakan barang-barang tersebut. Oleh karena PT PGAS Solution tidak punya pengalaman dengan kondisi ini, sehingga meminta sub kontraktorkan pada PT ANT,” kata Christophorus Harno SH dari Kantor Law Firm Samin Samiaji yang berlokasi di Kota Tangerang ini.
“Oleh karena PT ANT tidak mempunyai pengalaman dengan kondisi ini, maka PT ANT konsultasi kepada klien kami terdakwa Dirut PT TAK Yuzat. Siapa saja yang punya pengalaman di PT ANT nanti karena di situ jelas, karena PT ANT tidak punya pengalaman, maka PT ANT konsultasi dengan terdakwa Dirut PT TAK Yuzat untuk mengetahui siapa saja pihak yang harus bisa dilibatkan dalam rangka untuk pengadaan barang-barang yang dibutuhkan oleh PT TAK, di mana PT TAK mendapatkan PO dari PT PGAS Solution,” terangnya.
Dijelaskannya, terdakwa Dirut PT TAK Yuzat memberikan nama sub kontraktor yang harus dilibatkan dalam proyek pengeboran sumur geothermal ini. “Kemudian, PT ANT yang membayar untuk sub kontraktor yang telah menyediakan barang-barang pengeboran sumur geothermal ini. Nah, sehingga kita bisa buktikan secara terbalik pihak yang ditagih oleh PT ANT adalah PT PGAS Solution bukan PT ANT menagih kepada PT TAK, sehingga PT ANT menagih kepada PT PGAS Solution,” ungkapnya.
“Ketika saya tanyakan kepada saksi, ini lah satu-satunya saksi di dalam persidangan yang keterangan dan penjelasannya berarti yaitu saksi Bunga dari PT ANT. Dari situlah ketika kita tanyakan kepada saksi Bunga, apakah PT ANT dalam hal ini pernah menagih hutang kepada PT TAK? Saksi Bunga lalu menjawab tidak pernah PT ANT menagih hutang kepada PT TAK. PT ANT tidak pernah ada hubungan pembayaran dengan PT TAK tapi PT ANT mendapatkan PO itu dari PT PGAS Solution, sehingga PT ANT menagih hutangnya kepada PT PGAS Solution,” paparnya.
Artinya, sambungnya, bahwa sama sekali tidak ada transaksi pembayaran uang yang diberikan kepada PT TAK oleh PT ANT. “Sama sekali tidak ada, sehingga perkara ini benar-benar merupakan transaksi perdata jual beli. Tapi perkara ini terlihat seperti dipaksakan sedemikian rupa oleh JPU, seakan-akan perkara ini adalah Tipikor. Kelihatannya majelis hakim seakan-akan menuduh, bahwa proyek pengeboran sumur geothermal ini fiktif. Padahal, proyek ini sama sekali tidak fiktif tapi terbukti semuanya, bahwa barang pengeboran sumur geothermal itu ada dan barangnya ada, dan klien saya terdakwa Dirut PT TAK Yuzat di muka persidangan juga mengatakan, bahwa proyek ini selesai 100%,” jelasnya.
“Keterangan Komisaris Utama (Komut) PT SGE di muka persidangan hari ini juga jelas mengatakan, bahwa ada hutang dari PT SGE kepada PT TAK. Kalau di dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) jelas dikatakan kurang lebih sebesar Rp50 miliar. Sedangkan, kita tahu, bahwa hutangnya PT TAK kepada PT PGAS Solution cuma Rp23 miliar. Tapi saya hanya fokus, bahwa perkara ini bukan transaksi Tipikor tapi sungguh-sungguh perkara ini adalah transaksi perdata karena ada hutang piutang,” urainya.
Ia mengakui keterangan 4 saksi di muka persidangan, keterangannya meringankan bagi kliennya terdakwa Dirut PT TAK Yuzat. “Termasuk saksi dari PT SGE, keterangannya di muka persidangan meringankan untuk terdakwa Dirut PT TAK Yuzat. Makanya, timbul problematika bagaimana cara pembayaran? Makanya, dari Komut PT SGE mengatakan di muka persidangan, masih ada hutang piutang PT SGE ke PT TAK sebesar Rp50 miliar,” paparnya.
“Jadi PT SGE punya hutang ke PT TAK sebesar Rp50 miliar dan tidak ada hubungannya dengan PT PGAS Solution dan PT ANT. Makanya, kalau ditanya apakah PT SGE tahu tentang PT ANT? Jawabannya tidak tahu menahu. Apakah PT SGE tahu dengan PT PGAS Solution? Jawabannya tidak tahu. Yang tahu menahu adalah PT SGE punya hutang kepada PT TAK sebesar Rp50 miliar,” ujarnya.
Ia mengharapkan majelis hakim bisa jujur enough (cukup jujur), bahwa melihat perkara ini, oke ada peristiwa yang terjadi tapi bukan ranah hukum pidana tapi soal hutang piutang. (Murgap)