Dio Alberto S SH MH
Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menggelar acara sidang lanjutan untuk keenam kalinya dengan Nomor Pokok Perkara 39 Tindak Pidana Khusus atau Tipidsus tahun 2023 terkait perkara Ali Sofyan yang merupakan salah satu ahli waris tanah dari RS Hadi Sopandi pemilik tanah yang sebelumnya dikuasai oleh pihak PT Pertamina dan kejadiannya pada tahun 2016 hingga 2017 dengan terdakwa ahli waris tanah Ali Sofyan, di ruang Wirjono Projodikoro 2, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Selasa (30/05/2023).
Pada sidang kali ini, dihadirkan seorang saksi bernama Darmi Marasabessy SH sebagai Kuasa Hukum yang ditunjuk oleh ahli waris berdasarkan rekomendasi seseorang untuk memberikan keterangan dan penjelasan di hadapan Jaksa Penuntut Umum (JPU), majelis hakim, dan Kuasa Hukum dari terdakwa ahli waris tanah Ali Sofyan. Kuasa Hukum terdakwa salah satu ahli waris tanah dari RS Hadi Sopandi, Ali Sofyan, Dio Alberto S SH MH mengatakan, saksi Darmi Marasabessy SH masuknya itu setelah permohonan eksekusi perkara tanah kedua dan ketiga.
“Ternyata pun dalam proses itu dari dalam kesaksian, dalam proses mengajukan permohonan eksekusi perkara tanah itu tidak ada yang namanya Rina Pertiwi. Tidak ada,” ujar Dio Alberto S SH MH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara ini.
Dikatakannya, Rina Pertiwi itu tidak pernah terlibat apa pun dalam proses eksekusi perkara tanah dari adanya Darmi Marasabessy SH ini. “Malah saksi Darmi Marasabessy SH ini ketemunya dengan Tresno dan Martin dari PN Jakarta Timur (Jaktim),” ungkap Dio Alberto S SH MH dari Kantor Law Firm Managing Partner Eggi Sudjana and Partner yang berlokasi di Jakarta ini.
Dijelaskannya, berarti dari keterangan saksi Darmi Marasabessy SH sudah jelas, bahwa tidak ada hubungannya antara ahli waris maupun Saleh Wiyono dengan urusan eksekusi perkara tanah ini. “Tidak ada hubungannya sama sekali. Tidak ada yang dibantu. Bahkan, Darmi Marasabessy SH ini sebagai lawyer atau pengacara, dia mendaftarkan permohonan eksekusi perkara tanah itu di Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di PN Jaktim,” katanya.
“Adanya cerita, bahwa ada perbantuan tangan-tangan yang tidak terlihat dari pemenangan Peninjauan Kembali (PK) hingga berhasilnya eksekusi, ini kan yang ingin dibangun. Tapi ternyata saksi-saksi yang dihadirkan oleh JPU di muka persidangan membuktikan, bahwa tidak ada karena semuanya sesuai prosedur hukum,” jelasnya.
Dikatakannya, semuanya didaftarkan lewat PTSP. “Nah, jadi perbantuannya di mana? Bahkan orang yang dibilang Rina Pertiwi yang membantu itu tidak ada di situ dan tidak ada sangkut pautnya. Malah yang bertanggung jawab untuk mengeksekusi itu adalah Martin dari PN Jaktim dan Tresno, juru sita dan panitera dari PN Jaktim,” urainya.
Bahkan pun, pihak yang mengeksekusi itu, sambungnya, juru sita dari PN Jakpus. “PN Jaktim mendelegasikan ke PN Jakpus. Jadi di mana korelasi adanya suap menyuap ataupun perbantuan-perbantuan itu?” tanyanya.
“Dilakoninya tabir yang selama ini gelap simpang siur menjadi jelas serta memberikan fakta-fakta yang memuaskan bagi kita semua. Memang tidak ada kasus gratifikasi maupun suap menyuap seperti yang didakwakan oleh JPU,” tuturnya.
Menurutnya, semua murni sesuai proses hukum yang benar. “Bahkan, hakim-hakim yang memutus perkaranya ini masih ada sampai sekarang. Itu bisa di-kroschek, apakah ada proses suap atau tidak? Ya tidak ada,” terangnya.
“Keterangan Darmi Marasabessy SH tidak memberatkan bagi kliennya malah meringankan. Lagi-lagi saksi-saksi yang dihadirkan oleh JPU, justru meringankan bagi kliennya. Bahwa dia adalah saksi fakta yang mengurus permohonan eksekusi perkara tanah secara Standar Operasional Prosedur (SOP) hukum yang benar,” paparnya.
Dikatakannya, saksi Darmi Marasabessy SH ini mendaftar ke PTSP dan tidak ada koordinasi dengan panitera maupun juru sita. “Bagaimana dia dari PN Jaktim tapi ternyata didelegasikan ke PN Jakpus. Dia sendiri yang melakukan itu. Artinya apa? Semua prosedur hukum sudah dipenuhi,” ujarnya.
Nah, imbuhnya, masalah rekening PT Pertamina, itu konteksnya, ia menyamakan dengan pernyataan hakim dipersilahkan saja ya, intinya kan sudah dieksekusi. “Dasar dieksekusi itu putusan hakim. Putusan pengadilan yang sah. Terus apa lagi yang menjadi masalah?” tanyanya lagi.
Mengenai ternyata saksi Darmi Marasabessy SH tahu nomor rekening ini dan itu, imbuhnya, urusan internal saksi dan tidak ada hubungannya dengan kliennya. “Selama terdakwa Ali Sofyan menerima uang dari eksekusi perkara tanah dari pihak yang benar dan cara yang benar, ya sudah selesai. Itu hakim yang bicara,” katanya.
“Saksi Darmi Marasabessy SH adalah pengacara atau lawyer yang direkomendasikan oleh Almarhum (Alm) Saleh Wiyono. Dia merekomendasikan, ini saya ada lawyer yang bagus pakai ini. Begitulah. Nah, ahli waris setuju untuk menggunakan jasa Darmi Marasabessy SH untuk meneruskan proses eksekusi perkara tanah,” ucapnya.
Dijelaskannya, karena proses eksekusi tanah yang pertama itu dilakukan langsung oleh ahli waris, karena ada rekomendasi itu, akhirnya masuklah Darmi Marasabessy SH untuk melanjutkan permohonan eksekusi perkara tanah kedua dan ketiga. “Ketika menunjuk Darmi Marasabessy SH sudah permohonan eksekusi perkara tanah. Artinya, Peninjauan Kembali (PK)-nya itu sudah lama selesai. Jadi tidak ada hubungannya,” katanya.
“Kalau secara langsung keterangan saksi Darmi Marasabessy SH tidak ada relevansinya untuk kliennya. Tapi membuktikan, bahwa tidak ada praktek-praktek yang dicurigai oleh JPU dan tidak ada bukti Mensreanya atau Niat jahatnya,” tandasnya. (Murgap)