Ariel Muchtar SH MH
Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) kembali menggelar acara sidang lanjutan kasus dugaan korupsi proyek pengadaan satelit slot orbit 123 derajat Bujur Timur (BT) kontrak sewa satelit Artemis Avanti di Kementerian Pertahanan Republik Indonesia (Kemenhan RI) tahun 2015 dengan 4 (empat) terdakwa di ruang Prof Dr HM Hatta Ali SH MH, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Senin siang (15/05/2023).
Terdakwa dalam perkara ini adalah Direktur Jenderal Kekuatan Pertahanan (Dirjen Kuathan) Kemenhan RI periode Desember 2013 sampai Agustus 2016 Laksamana Muda (Purn) Agus Purwoto, Komisaris Utama (Komut) PT Dini Nusa Kusuma (DNK) Arifin Wiguna dan Direktur Utama (Dirut) PT DNK Surya Cipta Witoelar. Selain itu, ada satu terdakwa yang merupakan Warga Negara Asing (WNA) asal Amerika Serikat (AS) bernama Thomas Van Der Heyden.
Pada sidang kali ini, dihadirkan 6 (enam) saksi dari Kemenhan RI atas permintaan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk memberikan keterangan di hadapan majelis hakim, JPU dan tim Kuasa Hukum dari masing-masing terdakwa. Keempat terdakwa dalam kasus ini diduga melakukan pengadaan satelit slot orbit 123 derajat BT kontrak sewa satelit Artemis Avanti dengan dalih, bahwa dalam kondisi darurat untuk menyelamatkan Alokasi Spektrum pada slot orbit 123 derajat BT.
Namun, ternyata satelit Artemis Avanti yang telah disewa tidak berfungsi karena spesifikasi satelit tersebut tidak sama dengan satelit sebelumnya, yaitu Garuda-1. Tindakan secara melawan hukum dan melanggar peraturan perundang-undangan yang dilakukan para terdakwa itu mengakibatkan kerugian negara.
Perkiraan kerugian negara dari kasus ini berdasarkan laporan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) RI Nomor : PE.03.03/SR-607/D5/02/2022 tanggal 12 Agustus 2022, kurang lebih Rp453.094.059.540,68. Perbuatan para terdakwa diduga telah memenuhi unsur Tipikor sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 juncto (jo) Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Kuasa Hukum terdakwa Komut PT DNK Arifin Wiguna, Ariel Muchtar SH MH mengatakan, keterangan keenam saksi apa adanya kepada terdakwa mantan Dirjen Kuathan Kemenhan RI Laksamana Muda Agus Purwoto.
“Kalau keterangan saksi yang menyangkut terdakwa Arifin Wiguna, saksi yang mengaku mengenal hanya saksi Bambang saja. Karena pernah bersamaan pergi ke ORM atau pertemuan Operator Satelit di Dubai,” ujar Ariel Muchtar SH MH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
Dijelaskannya, terdakwa Komut PT DNK Arifin Wiguna kapasitasnya bukan sebagai pihak yang mengikuti rapat ORM. “ORM itu seperti pertemuan Operator Satelit sedunia. Jadi yang mengatur bagaimana prosesnya di dunia satelit itu ya ORM,” terangnya.
“Tadi dijelaskan oleh saksi dari Staf Biro Hukum Kemenhan RI bernama Bambang, ikut Rapat Terbatas (Ratas) Kabinet dengan Presiden RI. Intinya, pada saat itu Ratas Kabinet itu digelar pada tahun 2017 atau 2018. Jadi jauh setelah perkara satelit Artemis Avanti disidangkan di Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus ini,” katanya.
Dijelaskannya, saksi Bambang mengatakan, pada tahun 2018 itu harus segera konsentrasi pada penyelamatan satelit menunjuk pihak swasta dan jangan sampai negara mengeluarkan biaya lagi. “Itu lah kemudian, PT DNK masuk dan ditunjuk karena memang melalui beauty contest dan ditunjuk sebagai operator,” terangnya.
“Jadi permasalahan tahun 2018 berbeda dengan apa yang disidangkan sekarang. Jadi saksi-saksi menerangkan kejadian pada tahun 2018,” paparnya.
Dikatakannya, untuk kejadian tahun 2015, para saksi tidak tahu dan menurut para saksi terkait satelit Artemis Avanti itu sudah selesai dan tidak masuk dalam residu Kemenhan RI. “Terkait jangan sampai negara mengeluarkan biaya lagi, itu proses yang akan dibuktikan di muka persidangan,” ungkapnya.
“Terpenting adalah yang diterangkan saksi itu, bahwa PT DNK dan terdakwa Arifin Wiguna punya hubungan secara formal antara PT DNK dan Kemenhan RI, justru sebagai swasta yang mengambil alih atau mendapatkan hak pengelolaan slot untuk menyelamatkan Kemenhan RI atas residu-residu Kemenhan RI menyangkut permasalahan dengan Airbus dan Avayo tapi bukan dengan perusahaan satelit Artemis Avanti,” tegasnya.
Dikatakannya, keterangan saksi terkait perusahaan satelit Artemis Avanti sudah selesai dengan dibayarkan oleh Kemenhan RI terkait biaya arbitrase dan sudah selesai urusannya. “Agenda sidang selanjutnya akan digelar mulai Senin depan dan Kamis depan,” katanya.
“Sidang selanjutnya akan menghadirkan 7 saksi dari JPU,” urainya.
Ia mengharapkan semua fakta dari perkara kliennya ini bisa terungkap saja. “Fakta terkait kebenaran-kebenaran menyangkut proses satelit Artemis Avanti pada saat 2015 bisa terungkap dan kebenaran fakta di PT DNK masuk secara formal di 2018 baru terungkap,” tandasnya. (Murgap)