Kuasa Hukum Dr Ike Farida SH LLM (sedang melakukan zoom meeting di teve) selaku korban kenakalan pengembang property PT Elite Prima Hutama, anak perusahaan Pakuwon Jati Tbk Group, Putri SH (tengah) didampingi tim Kuasa Hukumnya, saat konferensi pers di Jakarta, baru-baru ini. (Foto : Murgap Harahap)
Jakarta, Madina Line.Com – Dr Ike Farida SH LLM selaku korban kenakalan pengembang property PT Elite Prima Hutama, anak perusahaan Pakuwon Jati Tbk Group sudah seharusnya dilindungi dan dibela sepenuhnya oleh para penegak hukum di Indonesia, terkhusus Kepolisian Republik Indonesia (Polri).
Sudah waktunya Kepala Polisi Daerah (Kapolda) Metro Jaya Fadil Imran membuktikan, bahwa Polda Metro Jaya (PMJ) bukanlah sarang mafia sebagaimana dugaan masyarakat akhir-akhir ini. Demikian hal itu diungkapkan oleh Kuasa Hukum Dr Ike Farida SH LLM, Putri SH saat konferensi pers di Jakarta, baru-baru ini.
Dikatakannya, bukan malah sebaliknya, kliennya diserang dari berbagai pihak dan bahkan dijadikan tersangka oleh Penyidik Unit 5 Kejahatan dan Kekerasan (Jatanras) Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) PMJ. Kasus ini berawal dari Ike Farida yang membeli apartemen dari PT Elite Prima Hutama (PT EPH) selaku pengembang dan sudah dibayar lunas pada 30 Mei 2012.
Saat itu, dirinya terbujuk oleh iming-iming, bahwa unit bisa langsung dihuni, Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dalam seminggu ditandatangani dan semua perizinan sudah lengkap. Bahkan, agar bujuk rayunya berhasil, Ike Farida diberikan harga diskon yang menggiurkan asalkan dalam 2 (dua) hari dibayar lunas.
Setelah dibayar, ternyata semua janji dan iming-imingnya Pakuwon tidak pernah ditepati. Unit apartemennya tak kunjung diberikan dan tidak dilaksanakannya PPJB.
Bukannya mendapatkan haknya, justru Ike Farida dilaporkan sebagai tersangka. Tidak hanya itu, hak-hak asasi Ike Farida selaku Warga Negara Indonesia (WNI) juga turut dilecehkan.
Di antaranya berupa Hak Azazi Manusia (HAM) untuk memiliki tempat tinggal, diperlakukan diskriminatif karena kawin dengan WN Jepang. Padahal, baik perempuan maupun laki-laki WNI setara di hadapan hukum.
Bahkan, Ike Farida disarankan oleh Pakuwon Jati Tbk untuk menceraikan suaminya dulu kalau mau dapat unitnya. Padahal, sudah menjadi hak asasi semua perempuan untuk mempertahankan perkawinannya.
Ike Farida melaporkan pihak PT EPH, Alexander Stefanus, Stefanus Ridwan, dan beberapa jajarannya atas dugaan tindak pidana penggelapan dan penipuan. Alexander Stefanus yang sudah jadi tersangka justru kasusnya dihentikan secara ajaib dan berakhir pada Surat Perintah Penghentian Penyidikan atau SP3.
Penghentian kasus LP No.LP/3621/X/2012/PMJ/Ditreskrimum yang dilaporkan Ike Farida terjadi dengan cepat dan janggal ini menegaskan, bahwa kuatnya dugaan ketidakberesan dalam penanganan perkara di Unit IV Harta Benda atau Harda Ditreskrimum PMJ. Ike Farida yang terus-terusan dinakali oleh pengembang dan para penegak hukum tak gentar melawan rentetan ketidakadilan yang dialaminya.
Ike Farida pun meminta perlindungan dari Komisi Polisi Nasional (Kompolnas), Ombudsman RI (ORI), Komisi Nasional (Komnas) HAM, Komnas Perempuan, Indonesian Police Watch (IPW), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, bahkan Presiden RI dan Kementerian Hukum dan HAM (KemenkumHAM) RI. Atas pengkriminalisasi korban mafia tanah ini, Direktur Jenderal (Dirjen) HAM KemenkumHAM RI Dr Mualimin Abdi, kemudian melayangkan surat kepada Polisi Fadil Imran selaku Kapolda Metro Jaya dan merekomendasikan agar menghentikan penyidikan laporan PT EPH yang menuduh Ike Farida telah melakukan pemalsuan novum (barang bukti atau bb).
Rekomendasi itu muncul karena telah ada Putusan PN Jaksel No.119/Pdt.Bth/2022/PN.Jkt.Sel tanggal 3 Agustus 2022 yang menyatakan, bahwa PT EPH adalah PELAWAN YANG TIDAK BENAR dan seluruh dalilnya ditolak oleh Majelis Hakim. Bisa disimpulkan, bahwa seluruh dalil dari Grup PT Pakuwon Jati atau PT EPH adalah tidak benar.
Dalil yang sama juga dijadikan PT EPH dalam mengkriminalkan Ike Farida di PMJ. Selain itu, Ike Farida melalui Kuasa Hukumnya juga telah mengirimkan surat kepada Kepala Polisi RI (Kapolri), Inspektorat Pengawasan Umum (Irwasum) Markas Besar (Mabes) Polri, Kompolnas RI, Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv) Propam, Kapolda Metro Jaya sejak Januari 2022 sampai dengan November 2022.
“Sudah banyak surat yang kami kirimkan, belasan mungkin puluhan surat meminta perlindungan dan penegakan hukum atas dugaan pelanggaran kode etik oknum kepolisian,” tegas Putri SH.
Dikatakannya, diduga adanya oknum yang bersindikasi dengan pengembang dalam mengkriminalisasikan Ike Farida selaku pembeli yang tidak bersalah. “Kita tidak boleh ragu untuk menyatakan sesuatu yang benar adalah benar dan yang salah adalah salah. Klien kami didiskriminasikan, alasannya berubah-ubah terus,” papar Putri SH.
“Karena Ike Farida adalah perempuan yang kawin dengan Warga Negara Asing (WNA) menurut Pakuwon tidak berhak beli apartemen, disuruh bercerai, atau pinjam nama salah satu perusahaan mereka sebagai pembeli, dan macam-macam alasannya. Setelah diberikan perjanjian kawin pun tetap tidak diserahkan,” ungkapnya.
Sekarang sudah ada 4 (empat) putusan final dari Mahkamah Agung (MA) pun tetap diabaikan. “Kepolisian juga punya semua bukti-bukti tersebut tapi tetap abaikan,” tegas tim kuasa hukum Ike Farida lainnya.
“Rakyat kecil dieksploitasi sebagai obyek pengkriminalisasian, diintimidasi dengan dalih, bahwa penyidik punya kewenangan untuk menyidik, menjadikan tersangka atau memasukan seseorang dalam Daftar Pencarian Orang (DPO), itu kan tidak benar,” ungkap Putri SH.
Ia berharap Presiden RI, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) RI dan Kapolri mengambil langkah tegas, dengan mengganti orang-orang yang tidak profesional, menyalahgunakan kewenangan dan melanggar hukum serta kode etik. “Mengkhianati dan mempermainkan hukum serta mengkriminalkan orang yang tidak bersalah harus segera dihentikan agar tidak ada lagi masyarakat yang dirugikan dan dijadikan korban seperti halnya yang dialami oleh Ike Farida,” tegasnya.
“Perlindungan hukum terhadap masyarakat yang dinakali oleh para penguasa harus segera dilakukan dalam waktu secepat-cepatnya dan tanpa pandang bulu karena keamanan, keadilan, dan kesejahteraan mutlak harus didapatkan setiap orang,” tandasnya. (Murgap)