Kuasa Hukum terdakwa Konsultan Pajak PT GMP Ryan Ahmad Ronas, Dr Wirawan B Ilyas SH MH (pertama dari kanan) foto bersama anggota tim Kuasa Hukumnya Daniel Minggu SH di ruang Prof Dr M Hatta Ali SH MH, PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Jum’at siang (05/08/2022). (Foto : Murgap Harahap)
Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menggelar acara sidang lanjutan untuk ke-10 (sepuluh) kalinya, Tipikor di tubuh institusi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dengan terdakwa 2 Konsultan Pajak PT Gunung Madu Plantations (GMP) Ryan Ahmad Ronas dan terdakwa 1 Konsultan Pajak PT GMP Aulia Imran Magribi, di ruang Prof Dr Kusuma Admadja 4, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Jum’at siang (05/08/2022).
Kedua terdakwa diduga menyuap mantan pejabat DJP Kementerian Keuangan Republik Indonesia (Kemenkeu RI) senilai Rp15 miliar. Keduanya didakwa oleh dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) memberikan suap bersama-sama dengan General Manager (GM) PT GMP Lim Poh Ching.
Sidang ini adalah sidang Tipikor lanjutan terdakwa Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Angin Prayitno Aji pada periode jabatan 2016 hingga 2018 yang sudah dijatuhi vonis hukuman penjara selama 9 (sembilan) tahun oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus dan Anggota Tim Pemeriksa Wajib Pajak (WP) DJP Alfred Simanjuntak yang sudah dijatuhi vonis hukuman penjara selama 9 tahun oleh majelis hakim serta eks Supervisor DJP Wawan Ridwan yang juga sudah divonis hukuman penjara selama 8 (delapan) tahun oleh majelis hakim. Pada sidang kali ini, dibacakan vonis putusan final majelis hakim terhadap kedua terdakwa yakni terdakwa 1 Konsultan Pajak PT GMP Aulia Imran Magribi dengan diputus hukuman penjara 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan penjara dan membayar uang ganti rugi kepada negara sebesar Rp200 juta. Sementara, tuntutan JPU untuk terdakwa 1 adalah dengan hukuman penjara selama 3 (tiga) tahun.
Selanjutnya, terdakwa 2 Konsultan Pajak PT GMP Ryan Ahmad Ronas, diputus dengan hukuman penjara selama 3 tahun 6 bulan penjara dan membayar uang ganti rugi kepada negara sebesar Rp750 juta. Sementara, tuntutan JPU untuk terdakwa 2 Konsultan Pajak PT GMP Ryan Ahmad Ronas adalah hukuman penjara selama 4 (empat) tahun.
Kuasa Hukum terdakwa Konsultan Pajak PT GMP Ryan Ahmad Ronas, Dr Wirawan B Ilyas SH MH mengatakan, putusan final majelis hakim hari ini atas versi keterangan saksi Anggota Tim Pemeriksa Wajib Pajak (WP) DJP Yulmanizar dan berdasarkan dakwaan JPU. “Sementara, isi dari Nota Pembelaan (Pledoi) kami adalah bukti-bukti saksi yang hadir di persidangan, dan bukti Ahli yang hadir di persidangan. Isi Nota Pledoi kami semuanya dikesampingkan oleh majelis hakim,” kata Dr Wirawan B Ilyas SH MH yang didampingi anggota tim Kuasa Hukumnya Daniel Minggu SH dari kantor Times Law Firm yang beralamat di daerah Kuningan, Jakarta Selatan (Jaksel) ketika ditemui wartawan Madina Line.Com usai acara sidang ini.
Ia menyesalkan majelis hakim dan JPU dalam persidangan ini tidak pernah menghadirkan GM PT GMP Lim Poh Ching, Tek Poh Chong, Lee Weng Tien dan Nouval Binur untuk didengarkan keterangannya dan penjelasannya di muka persidangan. “Kalau Lee Weng Tien dikatakan telah meninggal dunia, mana Surat Keterangan Meninggal Dunia (SKM)-nya?” tanyanya.
Dijelaskannya, kalau keempat orang tersebut dihadirkan di muka persidangan untuk memberikan keterangan dan penjelasan serta dibuka semuanya, maka akan lain ceritanya. “Tapi kalau hanya saksi Yulmanizar saja yang didengar keterangan dan penjelasannya di muka persidangan, dan keterangan saksi Yulmanizar sudah dibantah oleh saksi dari DJP, tidak ada satu pun saksi dari DJP yang mengiyakan keterangan dan penjelasan dari saksi Yulmanizar,” tegasnya.
“Memori banding akan kami konsep secara lengkap. Itu semuanya akan kita buat sebaik-baiknya. Mungkin malam ini kita akan bekerja untuk mengkonsep memori banding. Karena kita harus bicara sesuai fakta di persidangan,” terangnya.
Dikatakannya, dalam waktu dekat ini, pihaknya masih ambil sikap pikir-pikir. “Karena kalau mau ambil sikap memori banding itu harus kita bicarakan dulu dengan keluarga terdakwa 2 Konsultan Pajak PT GMP Ryan Ahmad Ronas,” katanya.
Ia melihat kliennya hanya tumbal dalam perkara ini. “Klien saya hanya korban dalam perkara ini,” ringkasnya.
Daniel Minggu SH menambahkan, saksi kunci seperti Direktur PT GMP Lim Poh Ching, Nouval Binur, Lee Weng Tien, dan Tek Poh Chong tidak pernah dihadirkan di dalam persidangan. “Padahal, keempat orang tersebut adalah saksi kunci. Kenal tidak keempat orang tersebut dengan terdakwa 2 Konsultan Pajak PT GMP Ryan Ahmad Ronas?” tanyanya.
Dijelaskannya, terkait pembacaan putusan final majelis hakim terkait adanya penukaran uang di money changer sebesar Rp13,5 miliar dari mata uang rupiah menjadi dollar Singapura, sebenarnya uang yang ditukar tersebut adalah Rp12,5 miliar. “Berarti ada kurangnya Rp2,5 miliar. Tapi angka yang dibacakan oleh majelis hakim juga sudah berbeda. Angka yang dibacakan oleh majelis hakim adalah Rp13,5 miliar,” tegas Daniel Minggu SH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
“Bicara masalah aliran uang, pemilik uang adalah PT GMP dan Lim Poh Ching sebagai Direktur dan Lim Poh Ching itu atas perintahnya memberikan uang kepada Dwi Ananto sebagai kasir PT GMP. Kemudian, Dwi Ananto memberikan uang tersebut kepada Iwan Kurniawan untuk dibawakan uang tersebut ke Jakarta menggunakan 3 mobil. Mobil yang dipakai oleh Iwan Kurniawan dan mobil tersebut di parkir di kantornya Forsite Consulting di Gedung Menara Prima, Jakarta,” urainya.
Kemudian, sambungnya, sesuai keterangan dari staf Forsite Consulting, mobilnya di parkir di slotnya kantor Forsite Consulting. “Padahal, masuk mobil ke sana kan tidak mudah. Kemudian, ketika mobil ditaruh di situ, kunci mobil itu diserahkan kepada Lee Weng Tien pada malam harinya. Jadi hanya sampai di situ saja ceritanya,” paparnya.
“Selanjutnya, Lee Weng Tien dikatakan meninggal dunia tapi tidak ada SKM-nya,” herannya.
Setelah itu, sambungnya, uang Rp15 miliar tersebut yang diduga dibawakan oleh Iwan Kurniawan, sudah berada di tangan saksi Yulmanizar. “Dari mana uang itu ada di tangan saksi Yulmanizar? Padahal, saksi Yulmanizar dengan terdakwa 2 Konsultan Pajak PT GMP Ryan Ahmad Ronas tidak saling kenal,” ungkapnya.
“Kalau dikatakan kenal mereka tidak saling kenal. Tapi kalau saksi Yulmanizar mengaku tahu dengan klien saya hanya sebatas tahu saja katanya pada tahun 2016. Tapi pada tahun 2016, mereka tidak saling berkomunikasi,” terangnya.
Dijelaskannya, terkait aliran pembicaraan, waktu diperiksa oleh Anggota Tim Pemeriksa WP DJP di PT GMP, Nouval Binur itu waktu terjadi clash (selisih pendapat), Nouval Binur menelpon kepada terdakwa 1 Konsultan Pajak PT GMP Aulia Imran Magribi. “Terdakwa 1 Konsultan Pajak PT GMP Aulia Imran Magribi serahkan telponnya kepada terdakwa 2 Konsultan Pajak PT GMP Ryan Ahmad Ronas. Kemudian, Nouval Binur serahkan telponnya kepada saksi Yulmanizar. Ini ada dua tempat yang berbeda,” katanya.
“Kemudoan, saksi Yulmanizar dan terdakwa 2 Konsultan Pajak PT GMP Ryan Ahmad Ronas melakukan pembicaraan. Katanya diminta untuk distop. Tadi saya tanya dengan klien saya, tidak ada komunikasi itu dan di persidangan juga sudah terungkap hal itu,” katanya.
Artinya, sambungnya, jangankan kenal, tahu saja tidak tahu kedua orang tersebut (saksi Yulmanizar dan terdakwa 2 Konsultan Pajak PT GMP Ryan Ahmad Ronas). “Jadi komunikasi antara kedua orang tersebut tidak pernah terjadi,” pungkasnya.
“Masalahnya hanya 2 saja, aliran uang dan komunikasi seperti di dakwaan JPU. Ketiga, terkait adanya dakwaan dari JPU, bahwa ada 2 (dua) kali pertemuan di lantai 15 Kantor DJP, Jalan Jenderal Gatot Subroto (Gatsu), Jakarta, antara saksi Yulmanizar dan kliennya,” terangnya.
Menurutnya, pertemuan tersebut sudah dibantah oleh kliennya, bahwa tidak ada pertemuan antara kliennya dan saksi Yulmanizar. “Ada dakwaan JPU yang menyebutkan, bahwa ada pertemuan antara kliennya dan saksi Yulmanizar di salah satu restoran di kawasan Sudirman Central Business District (SCBD), Jakarta,” urainya.
“Ketika saya tanyakan di dalam persidangan, saksi Yulmanizar tidak bisa menjawab di restoran apa mereka bertemu,” tuturnya.
Dijelaskannya, adanya pemberian uang dari PT GMP ke DJP sebesar Rp15 miliar itu sudah dibantah juga oleh saksi Iwan Kurniawan di muka persidangan. “Kalau yang didakwakan oleh JPU di dalam persidangan ada pemberian uang dari PT GMP ke DJP sebesar Rp15 miliar dengan cara atau pola pemberian uang sebanyak 3 (tiga) kali, yakni Rp5 miliar, Rp5 miliar dan Rp5 miliar. Jadi ada 2 cara pemberian uang sebesar Rp15 miliar menurut keterangan dan penjelasan versi Iwan Kurniawan di persidangan,” katanya.
“Tapi di dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Iwan Kurniawan disebutkan ada pemberian uang dari PT GMP ke DJP dengan pola pemberian uang Rp4 miliar, Rp3 miliar dan Rp8 miliar. Totalnya adalah Rp15 miliar. Jadi Iwan Kurniawan ini menduga memang sudah ada rekayasa dalam pemberian uang tersebut dari PT GMP ke DJP,” paparnya.
Dikatakannya, uang Rp4 miliar, Rp3 miliar dan Rp8 miliar, tidak ada yang tahu diserahkan ke mana uang tersebut. “Hanya yang diketahui dijadikan uang persogokan ke kantor DJP yakni dengan pola Rp5 miliar, Rp5 miliar dan Rp5 miliar,” katanya.
Ia mengimbau agar aliran dana dengan pola Rp4 miliar, Rp3 miliar dan Rp8 miliar ditelusuri lari ke mana uang tersebut. “Tapi Lim Poh Chingnya tidak ditemukan. Sudah dipanggil oleh pihak JPU tapi tidak ada Daftar Pencarian Orang (DPO)-nya,” ulasnya.
“Lee Weng Tien yang menerima kunci mobil dan di dalam mobilnya ada uang sebesar Rp15 miliar dikatakan meninggal dunia. Tapi tidak ada SKM-nya. Kita mau bilang apa? Semuanya jadi tidak jelas. Kedua orang (Lim Poh Ching dan Lee Weng Tien) berkewarganegaraan Malaysia,” ungkapnya.
Namun demikian, sambungnya, Pemerintah Republik Indonesia (RI) punya instrumen negara. “Pemerintah RI punya Internasional Polisi (Interpol) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga memiliki penyidik untuk mencari kedua orang tersebut,” terangnya.
“Nouval Binur sebagai Konsultan Pajak PT GMP dan terdakwa 1 Konsultan Pajak PT GMP Aulia Imran Magribi adalah pihak yang mendapatkan surat kuasa dari PT GMP. Sementara, terdakwa 2 Konsultan Pajak PT GMP Ryan Ahmad Ronas tidak mendapatkan surat kuasa dari PT GMP,” paparnya.
Dijelaskannya, kalau datang ke kantor DJP tanpa ada surat kuasa itu tidak akan dilayani oleh pihak DJP. “Itu sudah jelas diatur di dalam Undang-Undang (UU) Keuangan Negara Perpajakan. Jadi kalau tidak ada surat kuasa datang ke kantor DJP, bagi pihak yang melayaninya akan bertentangan dengan Pasal 43 UU Keuangan Negara Perpajakan,” urainya.
“Jadi bagaimana bisa terdakwa 2 Konsultan Pajak PT GMP Ryan Ahmad Ronas mau merancang pembayaran pajak PT GMP dengan pihak DJP tanpa adanya surat kuasa?” tanyanya lagi.
Di awal persidangan, sambungnya. di awal analisa resiko pajak, jelas saksi Yulmanizar menyebutkan, bahwa saksi Yulmanizar menilai potensi penerimaan negara plus untuk penerimaan pribadinya. “Jadi niatnya masuk ke PT GMP dan dia niat bertemu dengan pihak PT GMP yang harusnya dihadiri oleh direksinya yakni Lim Poh Ching,” katanya.
Setelah itu, imbuhnya, dalam Nota Pledoi yang dibacakan oleh Anggota Tim Kuasa Hukum Dr T Mangaranap Sirait SH MH dibilang bukti, bahwa mereka (Lim Poh Ching bersamaan dengan Nouval Binur). “Bersamaan itu apa artinya? Kalau bersamaan itu artinya tentu ada komunikasi antara kedua orang tersebut. Masa bisa diam-diam,” katanya.
“Lim Poh Ching dan Nouval Binur, namanya ada di BAP JPU. Namun, sungguh disayangkan, bahwa mereka berdua tidak pernah dihadirkan di muka persidangan,” sesalnya.
Padahal, sambungnya, JPU mengatakan, akan menghadirkan 20 (dua puluh) orang saksi. “Tapi buktinya, JPU menghadirkan saksi tidak sampai 20-an orang,” sesalnya.
Ia merasa miris dengan perkara ini jelas dan terang, bahwa Lim Poh Ching ini dasarnya adalah Direktur PT GMP dan ada surat kuasa antara Nouval Binur dan Lim Poh Ching. “Lim Poh Ching itu adalah Direktur PT GMP dan Nouval Binur adalah staf di Forsite Consulting dan ada surat kuasanya. Kemudian, di dalam dakwaan JPU, Lim Poh Ching itu dikatakan sebagai GM PT GMP. Itu konsisten kah? Direktur jadi GM PT GMP. Lalu jadi apa lagi?,” tanyanya.
Ia mempertanyakan kenapa Lim Poh Ching dalam surat kuasa itu jelas sebagai Direktur PT GMP kemudian di dakwaan JPU dikatakan GM PT GMP. “Kenapa? Tentunya ada sesuatu kan. Sesuatu itu adalah untuk menghindari Lim Poh Ching untuk dimintai pertanggung jawabannya sebagaimana UU Perseroan Terbatas (PT) Nomor 11,” paparnya.
Menurutnya, di UU PT di dalamnya disebutkan, bahwa Direktur itu bertanggung jawab di luar maupun di dalam persidangan. “Nah, kenapa Lim Poh Ching dalam dakwaan JPU dijadikan sebagai GM PT GMP? Jawabannya agar menghindari tanggung jawab,” tandasnya. (Murgap)