Didit Wijayanto Wijaya SH
Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menggelar kembali acara sidang dugaan kriminalisasi advokat dengan dugaan merintangi atau menghalangi tugas penyelidikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap kasus perkara dugaan Tipikor di tubuh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) dengan terdakwa Anggota Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN Peradi) kubu Ketua Umum (Ketum) DPN Peradi Otto Hasibuan, Didit Wijayanto Wijaya SH dan Direktur Utama (Dirut) LPEI Indra Wijaya Supriadi di ruang Wirjono Projodikoro 2, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Rabu siang (25/05/2022).
Agenda sidang hari ini adalah pembacaan Nota Pledoi (Nota Pembelaan) yang dibacakan oleh Kuasa Hukum terdakwa Didit Wijayanto Wijaya SH oleh Tim Kuasa Hukum DPN Peradi. Di sela-sela penantian sidang yang dijadwalkan mulai pada pukul 10.00 WIB, awak media menyempatkan waktu mewawancarai terdakwa Didit Wijayanto Wijaya SH.
Terdakwa Didit Wijayanto Wijaya SH menanggapi persidangan yang berlangsung menyayangkan pernyataan Frederick sebagai salah satu terlapor tidak dipanggil dalam persidangan dan seharusnya dipanggil sejak awal. Dalam kasus ini, ia mengungkapkan, tidak ditemukan kerugian uang negara, maka hal ini tidak menjadi masalah, justru yang merugi adalah LPEI itu sendiri.
Lebih lanjut, Didit mengatakan, sesuai pernyataan Ahli Hukum Edi Rudi Susanto SH, kerugian negara itu apa sih? “Harus jelas dengan teori-teorinya,” ujar Didit Wijayanto Wijaya SH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
Bahkan, Ahli Faisal Basri, Pakar Ekonomi Indonesia pun menyatakan, yang dituturkan kembali oleh terdakwa Didit, bahwa LPEI merupakan lembaga yang siap merugi, kalau ada kerugian di LPEI itu kerugian LPEI bukan kerugian negara. “Kalau ada hasil keputusan Mahkamah Konstitusi (MK), maka seyogyanya hal tersebut harus ditaati sebagai rujukan dalam proses persidangan di Indonesia. Kenyataan sering diabaikan,” tegasnya.
Didit mengutarakan, ia ada di perkara ini karena kemarahan penyidik JPU. Dalam fakta persidangan, terdakwa Didit dituduh mengarahkan kliennya dan menunda waktu pemeriksaan, padahal saat itu sedang gencarnya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) adanya Corona Virus Disease-19 atau Covid-19 pada tahun 2021.
“Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) pun mengeluarkan surat untuk WFH (Work From Home) atau Kerja dari Rumah,” tegasnya lagi.
Masalah mencabut Berita Acara Pemeriksaan (BAP) pun sempat dipertanyakan Didit karena tidak terjadi dalam kasusnya ini. Harapan Didit, dalam proses persidangan yang ia jalani, jangan terus menerus peradilan dijadikan panggung sandiwara dan ia memohon agar majelis hakim Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus membebaskannya dari segala macam dakwaan JPU.
“Barangkali saya harus melakukan koreksi-koreksi. Saya sering ribut dengan penyidik JPU tapi akhirnya jadi saudara saya,” harapnya.
Dalam hal ini, sambungnya, majelis hakim harus berani memutus perkara ini dengan benar dan seadil-adilnya. “Tuntutan JPU terhadap perkara dirinya yakni 5 (lima) tahun hukuman prnjara, bukanlah menjadi masalah untuk memberikan dan menyuarakan kebenaran,” katanya.
“Jika advokat tidak berani menyuarakan kebenaran, sudah lah letakan saja jabatan advokat. Terlebih lagi, fungsi Catur Wangsa, jika advokat suara kebenaran yang mereka utarakan diabaikan, bubarkan saja, biar lah tinggal Tri Wangsa,” paparnya.
Dijelaskannya, di dalam surat dakwaan JPU, tidak ada sama sekali tercantum imunited advokat (hak imunitas atau kekebalan bagi advokat) sangat disayangkan. Sidang ini ternyata baru dimulai pukul 14.30 WIB hingga pukul 20.00 WIB dan diskorsing setengah jam untuk ishoma (istirahat, sholat dan makan).
Dalam fakta persidangan yang begitu urgent (penting) dalam pembelaan pengacara diungkapkan kata bijak yang bermakna sangat dalam yakni “Lebih baik membebaskan seribu orang yang bersalah daripada menghukum satu orang yang benar”. Kata bijak itu dikatakan oleh Kuasa Hukum terdakwa Didit Wijayanto Wijaya SH, Antoni Silo SH yang mengisyaratkan kepada hakim agar berani mengambil keputusan untuk membebaskan Didit Wijayanto Wijaya SH dari segala tuntutan dan membersihkan nama baiknya.
Terdakwa Didit pun dalam Nota Pledoi pribadinya meminta kepada hakim yang mulia untuk bertindak dengan seadil-adilnya, mengedepankan obyektivitas bukan subyektivitas hakim, sehingga tidak ada sandiwara dalam dunia peradilan Indonesia. (Murgap)