Kuasa Hukum terdakwa Kusnadi, Totok Prastowo SH (pertama dari kanan) foto bersama anggota tim Kuasa Hukumnya James Simanjuntak SH (pertama dari kiri) di luar ruang Wirjono Projodikoro 1, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Selasa siang (19/04/2022). (Foto : Murgap Harahap)
Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menggelar acara sidang lanjutan Tipikor terkait permohonan bank garansi dan melibatkan PT Duta Cipta Karya Perkasa terkait proyek yang dikerjakan oleh PT Waskita Karya dan Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur (BPD Jatim) serta PT Pan Pasifik yang diduga merugikan keuangan negara hingga miliaran rupiah dengan terdakwa Kusnadi sebagai orang yang menyampaikan berita dari pihak asuransi ke PT Pan Pasifik serta BPD Jatim di ruang Wirjono Projodikoro 1, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Selasa (19/04/2022).
Pada hari ini agenda sidangnya adalah pembacaan Nota Eksepsi (Keberatan) yang dibacakan oleh Kuasa Hukum terdakwa Kusnadi di hadapan majelis hakim dan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Kuasa Hukum terdakwa Kusnadi, Totok Prastowo SH mengatakan, perkara ini mulanya adanya permohonan bank garansi dari PT Duta Cipta Karya Perkasa terkait proyek yang dikerjakan oleh PT Waskita Karya.
“Proyek tersebut membutuhkan adanya bank garansi sebagai salah satu persyaratannya. Dalam hal ini, PT Duta Cipta Karya Perkasa memerintahkan dengan surat tugas kepada Kusnadi untuk mencari BPD,” ujar Totok Prastowo SH yang didampingi anggota tim Kuasa Hukumnya James Simanjuntak SH dari kantor law firm Totok Prastowo and Partner yang berlokasi di Jatim kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
“Atas dasar surat tugas itu, Kusnadi membuat kerjasama dengan PT Pan Pasifik karens PT Pan Pasifik ada hubungan kerjasama dengan BPD Jatim,” terangnya.
Dikatakannya, setelah itu, ada pertemuan antara PT Pan Pasifik beserta Duta Cipta Karya Perkasa dan perwakilan BPD Jatim serta beberapa perusahaan lainnya untuk pemeriksaan kelengkapan dokumen. “Pada pertemuan itu disampaikanlah oleh PT Pan Pasifik, bahwa rate (batas nilai rata-rata) premi asuransi 3,5%. Akhirnya, diproseslah rate premi tersebut oleh PT Pan Pasifik dan BPD Jatim menyepakati dan oleh PT Duta Cipta Karya Perkasa juga menyepakati rate premi asuransi tersebut 3,5%,” katanya.
“Lalu oleh BPD Jatim, dinaikan lagi rate premi asuransinya menjadi 3,8% dengan alasan masa tanggungan selama 13 (tiga belas) bulan,” urainya.
Rate premi asuransi 3,8% bagi PT Duta Cipta Karya Perkasa, sambungnya, dirasa masih masuk akal dibandingkan dengan bank garansi lainnya yang memberikan rate premi asuransi bisa sampai 4,5% hingga 5%. “Akhirnya, rate premi asuransi 3,8% itu diterima oleh PT Duta Cipta Karya Perkasa,” jelasnya.
Dikatakannya, mekanisme selanjutnya adalah upaya kesepakatan menerima rate premi asuransi 3,8% dengan nilai proyek sekitar Rp5 miliaran dan nilai penjaminannya Rp170 miliar, maka BPD Jatim mengeluarkan mekanisme, bahwa rate premi asuransi 3,8% dengan meminta cek kosong dan tertulis angka nominal dari BPD Jatim. “Itu semua atas permintaan dari Lazuardi kepada PT Duta Cipta Karya Perkasa melalui Kusnadi,” paparnya.
“Jadi di perkara ini, Kusnadi sebagai pihak penyampai berita dan tidak sebagai pengambil kebijakan,” paparnya.
Dijelaskannya, Kusnadi bukan karyawan BPD Jatim dan hanya dari pihak asuransi yang sudah lama berhadapan dengan BPD Jatim. “Perkara kliennya (terdakwa Kusnadi) adalah perkara keperdataan,” tegasnya.
“Khusus klien saya (terdakwa Kusnadi) peranannya tidak ada karena dia hanya menyampaikan berita bukan pihak yang memerintahkan,” tegasnya.
Ia menilai perkara ini adanya permainan PT Pan Pasifik. “Bahwa PT Pan Pasifik dan BPD Jatim sudah ada kesepakatan rate premi asuransi pada persentasenya,” tegasnya.
“Awalnya, PT Pan Pasifiklah yang menawarkan rate premi asuransi 3,5%. Jadi PT Pan Pasifik sudah ada permainan di awal,” ungkapnya.
Sementara, sambungnya, haknya BPD Jatim dan PT Pan Pasifik sudah disampaikan. James Simanjuntak SH menambahkan, perkara ini, bahwa sebelum disidangkan di Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus sudah ada perkara perdatanya dan sudah ada amar putusannya yakni turut bekerjasama.
“Pembayaran uang Rp170 miliar belum berkekuatan hukum tetap (inchrat) karena masih ada upaya hukum. Artinya apa? Artinya perkara Tipikor ini seharusnya perdata karena adanya perjanjian,” tandasnya. (Murgap)