Dr Houtlan Napitupulu SH MM MH
Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menggelar acara sidang Tipikor PT Jiwasraya (Persero) dengan agenda gugatan keberatan antara pihak Pemohon yakni perusahaan Manajemen Investasi (MI) yang dihadiri oleh pihak Kuasa Hukumnya dan pihak Termohon yakni Jaksa Penuntut Umum (JPU) terkait adanya dugaan jual beli saham antara pihak MI dan Direktur Utama (Dirut) PT SMRU Benny Tjokrosaputra (BenTjok) yang juga menjadi terdakwa dalam perkara ini, Dirut PT MIREX Joko Hartono Tirto (JHT) juga sebagai terdakwa dalam perkara ini dan Direksi PT Jiwasraya (Persero) Heru Hidayat selaku terdakwa dalam perkara ini, di ruang Wirjono Projodikoro 1, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Kamis siang (24/03/2022).
Pada sidang kali ini, JPU menghadirkan Ahli bidang Hukum Pidana dari Fakultas Hukum Universitas Bung Karno (FH UBK), Jakarta, Dr Houtlan Napitupulu SH MM MH. Ia mengatakan, pada sidang kali ini menjelaskan di hadapan majelis hakim dan JPU, perbedaan antara penyitaan dan perampasan aset terdakwa Tipikor pada perkara ini yang disita oleh JPU dengan melibatkan MI dan pihak ke-3 (tiga) beritikad baik yakni investor.
“Dalam perkara ini, saya tidak masuk ke dalam kasus PT Jiwasraya (Persero). Hanya memberikan penjelasan antara penyitaan dan perampasan itu di mana,” ujar Dr Houtlan Napitupulu SH MM MH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
Dijelaskannya, ada 2 (dua) hal penyitaan dan perampasan boleh dilakukan oleh JPU. “Kedua hal yang saya sampaikan di muka persidangan ini, penyitaan itu bisa bersumber dari penyidik untuk kepentingan penyidikan dan pembuktian di persidangan dan hal itu bisa dilakukan oleh JPU untuk kepentingan membayar kerugian keuangan negara dari hasil penyidikannya terhadap terdakwa Tipikor,” paparnya.
Dikatakannya, ada kewajiban dari terdakwa dalam perkara ini untuk mengembalikan kerugian keuangan negara, maka bila tidak bisa dibayar dalam jangka waktu 1 (satu) bulan, semua aset yang dimiliki oleh terdakwa dari hasil korupsi bisa disita oleh negara. “Namun, pihak ketiga yang terlibat dalam perkara ini, semisal investor, tidak merasa terafiliasi (terkait) dengan perkara Tipikor ini tapi hartanya tersita oleh JPU. Jadi majelis hakim meminta ke saya filosofis hukumnya apa? Saya jawab perkara ini sebagai extraordinary crime (kejahatan luar biasa),” terangnya.
“Pasal 9 ayat 2 Undang-Undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor berbunyi yang memungkinkan untuk pihak ketiga, digunakan untuk pembayaran kerugian keuangan negara,” paparnya.
Dijelaskannya, menurut Pasal 194 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor berbunyi biar majelis hakim yang memutuskan barang hasil korupsi dirampas dari barang yang disita dari terdakwa Tipikor. “Ada 3 (tiga) jenis barang yang dirampas yakni pertama, barang yang dirampas untuk dimusnahkan,” urainya.
Kedua, sambungnya, barang yang dirampas untuk dilelang. “Ketiga, barang yang dirampas untuk diberikan kepada pihak yang berhak,” tandasnya. (Murgap)