Ketum PB PTMSI yang sah Peter Layardi Lay (pertama dari kanan) foto bersama Kuasa Hukumnya Yulius Lende Umbumoto SH di luar ruang mediasi PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Rabu siang (26/01/2022). (Foto : Murgap Harahap)
Jakarta, Madina Line.Com – Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Tenis Meja Seluruh Indonesia (Ketum PB PTMSI) Peter Layardi Lay menempuh jalur hukum atas terjadinya dualime kepengurusan PB PTMSI. Langkah itu semata karena kecintaannya pada tenis meja nasional.
Bukan rahasia lagi, bahwa PB PTMSI saat ini terjadi dualisme kepengurusan. PB PTMSI yang dipimpin Peter Layardi Lay lah yang sah karena telah dilantik oleh KONI Pusat selaku induk organisasi olahraga nasional.
Sementara di satu sisi, Oegroseno juga mengklaim sebagai Ketum PB PTMSI yang sah. Kepengurusannya diakui oleh Komite Olimpiade Indonesia (KOI).
Peter tak ingin masalah ini terus berlarut. Ia didampingi Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) PB PTMSI Busman Zainuddin dan Kuasa Hukumnya Yulius Lende Umbumoto SH, Peter mengemukakan, PB PTMSI di bawah kepemimpinannya yang sah karena diakui dan dilantik oleh KONI Pusat.
“Bila semua menghormati dan taat kepada aturan hukum olahraga dan fakta yang ada di Indonesia, maka sebenarnya tidak ada lagi dualisme kepengurusan tenis meja nasional,” ujar Peter Layardi Lay kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
Termasuk, sambungnya, tentunya oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia (Kemenpora RI) dan KOI, siapa pun yang mengaku-ngaku Ketum PB PTMSI dan berhubungan dengan pihak yang mengaku-ngaku Ketum PB PTMSI selain yang diakui dan dilantik KONI Pusat akan ia gugat ke pengadilan dengan alasan perbuatan melawan hukum (PMH), Kini, pihaknya menggugat Oegroseno di PN Jakpus karena mengaku-ngaku Ketum PB PTMSI yang sah.
Oegroseno dinilai mengganggu dan membuat perbuatan tidak menyenangkan terhadap dirinya sebagai Ketum PB PTMSI yang sah maupun melakukan gangguan terhadap program pembinaan untuk mengangkat prestasi para atlet tenis meja Indonesia. Dalam proses hukum ini, pihaknya juga meminta waktu untuk melakukan mediasi dengan Oegroseno.
Namun, tidak mendapat respon dari Oegroseno, sehingga keputusan selanjutnya dikembalikan kepada hakim. “Saya berharap mediasi bisa mengingat kalau proses hukum dilanjutkan akan memakan waktu yang panjang hingga bertahun-tahun. Ini akan membuat pembinaan terhambat,” jelasnya.
Menurutnya, dampaknya juga akan merugikan para atlet tenis meja dan prestasinya. Ia mengakui sudah beberapa kali mengalah demi kejelasan pembinaan tenis meja nasional.
Sebenarnya, kata Peter, setelah dirinya terpilih sebagai Ketum PB PTMSI, ia sudah melaporkan ke Kemenpora RI dan KOI. Bahkan juga sudah melobi ITTF (Federasi Tenis Meja Internasional), namun diberikan jawaban agar menghubungi KOI.
Tapi KOI tidak pernah menanggapinya. “Padahal, kami sudah berkali-kali menulis surat untuk beraudiensi dan melapor. Namun, sampai kini tetap tidak ada jawaban,” tutur Peter.
Untuk mengatasi keruwetan dan demi kesadaran semua pihak tentang aturan hukum olahraga di Indonesia, maka Peter mengambil langkah tegas menempuh jalur hukum. “Pokoknya, siapa yang mengaku-ngaku sebagai Ketum PB PTMSI akan saya pidanakan. Tidak ada lagi kepengurusan lain yang sah dan diakui KONI Pusat selain PB PTMSI,” tegasnya.
“Secara de facto dan de jure,” ungkapnya.
Sementara itu, Kuasa Hukum Ketum PB PTMSI Peter Layardi Lay, Yulius Lende Umbumoto SH menjelaskan, saat ini Ketum PB PTMSI yang sah adalah Peter Layardi Lay berdasarkan Surat Keputusan (SK) KONI Pusat Nomor 53 Tahun 2019 dan SK Nomor 105 Tahun 2019 tentang Pergantian Antar Waktu (PAW) untuk masa bhakti 2018 sampai dengan 2022, dan KONI Pusat tidak ada mengeluarkan SK lain untuk Ketum PB PTMSI kecuali kepada Peter Layardi Lay yang sah sebagai Ketum PB PTMSI. Dengan demikian, kata Yulius, tidak boleh ada yang mengaku-ngaku sebagai Ketum PB PTMSI.
“Pasalnya, KONI Pusat merupakan penyambung Pemerintah RI di bidang olahraga. Apa yang dilakukan KONI Pusat itu merupakan pengakuan de facto dan de jure terhadap Peter Layardi Lay,” katanya.
Tidak ada alasan lagi bagi orang lain, sambungnya, mengaku-ngaku sebagai Ketum PB PTMSI dan tidak ada alasan juga bagi orang lain mengakui Ketum PB PTMSI selain Peter Layardi Lay. “Begitu pula dengan Oegroseno, dengan alasan mengaku sebagai Ketum PB PTMSI baik dari aspek olahraga maupun hukum,” kata Yulius.
Menyinggung tentang Putusan MA No 274K/TUN/2015, tanggal 10 Agustus 2015, yang selalu dipakai sebagai senjata oleh Oegroseno dalam memproklamirkan diri sebagai Ketum PB PTMSI, Yulius menyatakan, keputusan itu merupakan putusan condemnatoir. Putusan yang pelaksanaannya selalu berkaitan dengan keadaan lain atau tidak serta merta bisa dilaksanakan (atau bahasa gaulnya banci) tetapi ada keadaan lain penghambat, sehingga tidak bisa dilaksanakan.
“Contoh, obyek dan subyeknya telah berganti karena sistem (dalam kepengurusan PB PTMSI selalu berganti Ketua dengan SK yang baru) dan tidak mungkin ada pengurus seumur hidup,” tegasnya. (Murgap)