Lukman Lubis
Jakarta, Madina Line.Com – PT Synerga Tata International menggelar Rapat Pembahasan Proposal Rencana Perdamaian ke-2 (dua) dalam sidang Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) di ruang Wirjono Projodikoro 2, Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Jalan Bungur, Kemayoran, Selasa siang (02/11/2021).
Pada sidang PKPU PT Synerga Tata International ini tampak hadir pihak kreditur. Kreditur PT Synerga Tata International Lukman Lubis mengaku merasa kecewa karena pihak debitur akan membayar hutang kreditur hingga 27 tahun mendatang.
“Sekarang hal yang saya protes kepada PT Synerga Tata International sebagai pihak debitur, ada hutang piutang yang bisa dibayarkan kepada pihak kreditur tapi debitur tidak mau disampaikan pada rapat hari ini,” ujar Lukman Lubis kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang PKPU ini.
Dikatakannya, pembayaran hutang selama 27 tahun mendatang suatu hal yang tidak mungkin terjadi dan tidak adil. “Jadi bagi kami, biar ada keadilan, kasih kuasa kepada pihak kreditur, biar kami tagih kepada piutang agar dibayarkan hutang kreditur,” ungkapnya.
“Karena hutang piutang kita jumlahnya tidak banyak. Misalnya, PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) jumlah hutangnya Rp1,6 miliar, PT Molar Rp4 miliar, PT Nurbaka dan PT Wika. Nah, Direktur PT Synerga Tata International yang sekarang ini agar kuasakan kepada pihak kreditur biar kita tagih kepada piutang agar hutang kami bisa dibayar,” jelasnya.
Disebutkannya, pada 2018 hingga 2019, pihaknya hanya menghabiskan biaya Letter of Content (L/C) sebesar Rp 4 miliar dan menghasilkan pendapatan Rp25 miliar. “Sementara, PT Synerga Tata International mendapat L/C dari pinjaman Rp11,5 miliar hanya mendapatkan pendapatan Rp300 juta. Itu pasti ada dugaan pencucian uang atau ada dugaan money laundry pada laporan keuangan PT Synerga Tata International. Itu semua harus diaudit,” ungkapnya.
Menurutnya, uang-uang yang ada di PT Synerga Tata International itu di mana digunakan dan di mana logika prinsipal preseden keuangannya. “PT Synerga Tata International mendapatkan pendapatan Rp300 juta dengan mengeluarkan uang Rp11,5 miliar. Itu sudah ada indikasi tindak pidana korupsi (Tipikor) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dininta agar segera memeriksa laporan keuangan perusahaan ini karena ada dugaan money laundry kepada anak perusahaannya, yakni Surveyor Indonesia,” serunya.
Perlu diketahui, PT Synerga Tata International memiliki anak perusahaan berjumlah 2 (dua) anak perusahaan. “PT Synerga Tata International sebagai pihak debitur dan induknya adalah Surveyor Indonesia sebagai pemegansg sahamnya,” urainya.
“Jangan malu-maluin kepada pihak kreditur kalau pihak debitur menzolimi pihak kreditur. Coba bayangkan, kreditur sudah bekerja, dan sudah dibayarkan oleh pihak pemberi kerja yakni PT Synerga Tata International dan Surveyor Indonesia, kenapa harus dibayarkan kepada rekanannya?” tanyanya heran.
Ia menilai sudah ada dugaaan Tipikor dan money laundry di pihak debitur. “Kenapa ada dugaan tipikor dan money laundry? Dengan modal Rp11,5 miliar tapi dapat untungnya hanya Rp300 juta,” terangnya.
Agenda sidang selanjutnya, sambungnya, Selasa depan. “Semua uang kreditur yang ada di PT Synerga Tata International adalah uang hasil kerja keras saya dan uang hasil keringat kerja keras istri saya yang bekerja tahunan yang saya tuntut untuk dibayarkan kepada pihak debitur,” tukasnya.
“Hutang debitur kepada saya sebagai kreditur adalah Rp2,4 miliar yang harus dibayarkan oleh debitur,” tandasnya. (Murgap)