Kuasa Hukum terdakwa mantan Lurah Kampung Bali, Tanah Abang, Jakpus, Hermansyah, Virza Roy Hizzal SH (kedua dari kanan) foto bersama anggota tim kuasa hukumnya Berman Sinurat SH (pertama dari kanan) serta anggota tim kuasa hukum lainnya) di luar ruangan Wirjono Projodikoro 1, PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Rabu siang (03/03/2021). (Foto : Murgap Harahap)
Jakarta, Media Nasional.Co – Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) kembali menggelar sidang kasus perkara Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pembangunan tower (menara) Based Transceiver Services (BTS) atau Pusat Layanan Penerima Sinyal Telpon PT Telekomunikasi Indonesia Seluler (Telkomsel) di depan Kantor Kelurahan Kampung Bali, Tanah Abang, Jakpus, dengan terdakwa mantan Lurah Kampung Bali, Tanah Abang, Jakpus, Hermansyah, di ruang sidang Wirjono Projodikoro 1, PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, pada Rabu siang (03/03/2021).
Pada persidangan kali ini, mantan Lurah Kampung Bali, Tanah Abang, Jakpus, Hermansyah, selaku terdakwa dihadapkan langsung dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan 2 (dua) saksi fakta atas permintaan JPU yakni Ibu Wahyu dan Saut untuk memberikan keterangan dan kesaksian di hadapan majelis hakim. Kuasa Hukum terdakwa mantan Lurah Kampung Bali, Tanah Abang, Jakpus, Virza Roy Hizzal SH mengatakan, dipersoalkan oleh JPU kepada terdakwa mantan Lurah Kampung Bali, Tanah Abang, Jakpus, Hermansyah, yakni selama tower atau menara BTS berdiri, tidak melakukan pembayaran uang sewa.
“Inti persoalannya seperti itu. Menurut pandangan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan JPU tidak melakukan pembayaran uang sewa adalah sebuah Tipikor. Dakwaannya pasal 2 dan pasal 3 Undang-Undang (UU) Tipikor. Itu pandangan dakwaannya,” ujar Virza Roy Hizzal SH didampingi anggota tim kuasa hukumnya Berman Sinurat SH kepada wartawan Media Nasuonal.Co ketika ditemui usai acara sidang ini.
Menurutnya, perkara ini tidak ada kasus Tipikor dan hanya administrasi negara saja. “Kalaupun terjadi pelanggaran-pelanggaran, ini sesuatu hal yang masih bisa diselesaikan dengan tata cara administrasi negara. Kalaupun ada pelanggaran secara keuangan atau terkait sewa menyewa, menurut pandangan kami, hanya masalah keperdataan,” tegasnya.
“Jadi tidak layak kalau kita langsung hadapkan kasus ini adalah Tipikor dan kita tahu klasifikasi dari unsur-unsur Tipikor dari UU Tipikor tidak seperti ini. Itu menurut pandangan kami,” ungkapnya.
Dijelaskannya, pihaknya tidak melihat kasus perkara ini sebuah Tipikor, karena posisi mantan Lurah Kampung Bali, Tanah Abang, Jakpus, secara kewenangannya adanya pembangunan tower atau menara dari pihak provider yakni PT Telekomunikasi Indonesia Seluler atau PT Telkomsel bukan menjadi tanggung jawab mutlak mantan Lurah Hermansyah. Lurah Hermansyah mengenai adanya sewa-menyewa, katakanlah ada keharusan melaporkan aset negara itu menjadi tanggung jawab Badan Aset Pemerintah Provinsi (Pemprov) Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta untuk mencari-cari kewajiban untuk uang masuk.
“Proyek pembangunan tower BTS ini dari Pemprov DKI Jakarta sejak tahun 2016 hingga 2017. Gubernur DKI Jakarta kala itu yakni Basuki Tjahaja Purnama atau akrab disapa Ahok. Proyek ini bekerjasama dengan PT Telkomsel yang memiliki dan memberikan pembangunan towernya ke Daya Mitra atau Mitra Seluler dan itu prinsip perjanjiannya langsung dengan Pemprov DKI Jakarta sebagai pembangun menaranya,” terangnya.
“Ussernya atau pihak yang memanfaatkannya terakhir adalah PT Telkomsel. Nanti untuk proyekmya langsung dari Pemprov DKI Jakarta ke Daya Mitra atau PT Mitra Seluler. Dalam hal ini, mantan Lurah Kampung Bali, Tanah Abang, Jakpus, Hermansyah, hanya memfasilitasi dan ditemukan ada masalah,” katanya.
Dari tata kelola negara, sambungnya, adanya pembangunan tower di dalam lingkungan kantor Kelurahan Kampung Bali, Tanah Abang, Jakpus, itu antara pembangun tower memiliki kewajiban-kewajiban kepada Pemprov DKI Jakarta sebagai pihak yang memunyai aset. Dalam hal ini mantan Lurah Hermansyah ini harusnya memediasikan saja dengan adanya permasalahan ini,” paparnya.
“Namun, bukan mantan Lurah Hermansyah yang bertanggung jawab kenapa tidak masuk uang sewanya? Itu urusan Badan Aset di bawah naungan Pemprov DKI Jakarta,” urainya.
Dikatakannya, peran mantan Lurah Kampung Bali, Tanah Abang, Jakpus, Hermansyah, ini jelas sudah ada good governance (tata kelola pemerintahan yang baik). Artinya, mantan Lurah Hermansyah lah yamg sudah meminta ke pihak yang membangun tower ini Daya Mitra atau Mitra Seluler untuk berkoordinasi dengan Badan Aset Pemprov DKI Jakarta dan ini sudah dilakukan dan mereka (pihak PT Telkomsel Indonesia) juga sudah mengajukan surat-surat dan telah mengadakan pertemuan di Badan Aset,” ujarnya.
Namun, sambungnya, belum sampai menemui ketetapan harga uang sewa yang pas dan sudah diperkarakan ke PN Jakpus. “Itu sih kronologis hukumnya,” katanya.
“Untuk mendirikan tower BTS itu sudah keluar izinnya di Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP). Izinnya dikeluarkan oleh Pemprov DKI Jakarta lewat PTSP. Jadi tidak ada masalah dengan pembangunan towernya,” ungkapnya.
Menurutnya, saksi fakta yang dihadirkan kali ini, masih dari JPU. “Langkah selanjutnya, Rabu depan (10/03/2021), masih mendengarkan keterangan dari saksi fakta JPU yang dihadirkan. Karena saksi fakta yang baru dihadirkan 4 (empat) orang. Namun, dalam berkas acara, ada 18 (delapan belas) orang saksi dari JPU. Ini sidang kedua,” tuturnya.
‘Kesaksian kedua saksi ini, Pak Saut dan Ibu Wahyu sesuai fakta di persidangan, kalau dibilang memberatkan bagi hukuman kliennya (mantan Lurah Hermansyah), tidak ada. Kalau dikatakan meringankan hukuman bagi kliennya (mantan Lurah Hermansyah), menurut saya, kasus ini terang benderang, provider mengurus izin berdirinya tower ini dikeluarkan oleh Pemprov DKI Jakarta,” ulasnya.
Hanya, sambungnya, uang sewanya saja, menurut mereka (PT Telkomsel) sudah berkoordinasi dengan Badan Aset Pemprov DKI Jakarta tapi belum menemukan angka yang pasti. “Belum ada tarif menyewa tanah untuk pendirian tower ini tapi kalau di provinsi lain sudah ada. Inilah bukti kebingungan dari Badan Aset, dan bukti penghitungan uang sewanya tidak ada untuk sewa tanah,” ungkapnya.
“Tanah kelurahan ini milik Pemprov DKI Jakarta lewat Badan Aset Pemprov DKI Jakarta.
PT Telkomsel tidak pernah berencana untuk membeli tanah di keluraham itu untuk pembangunan tower. Hanya sewa menyewa saja. Kalaupun belum ada aturannya,” terangnya.
Tower tersebut, sambungnya, sudah berfungsi dan dimanfaatkan oleh PT Telkomsel. “Dari tahun 2017 hingga hari ini masih berfungsi tower tersebut.
Badan Aset Pemprov DKI Jakarta, sudah pernah hadir menjadi saksi dalam persidangan kali ini dan Badan Aset Pemprov DKI Jakarta mengatakan, sudah masuk dalam proses perhitungan sewanya berapa dan kami sudah melakukan pertemuan tapi masih nanggung,” katanya.
“Masih belum selesai tapi sudah muncul masalah ini, sehingga baik Daya Mitra atau Mitra Seluler dan terdakwa mantan Lurah Hermansyah ini masih nanggung. Karena masih mengurus persoalan persidangan ini, bagaimana mau bisa ketemu dengan Badan Aset Pemprov DKI Jakarta lagi untuk membahas uang sewa menyewa tanah ini? Kenapa bisa terjadi ketidakpastian dalam sewa menyewa lahan di kantor lurah tersebut untuk pembangunan tower ini? Karena itikad baik dan tidak mau berpanjang-panjang dan soal sewa menyewa Daya Mitra atau Mitra Seluler sudah mengembalikan uang sebesar Rp308 juta,” katanya.
“Pasalnya, uang tersebut dikembalikan karena tidak mau ribut gitu loh soal uang sewa menyewa karena belum ada peraturannya,” ujarnya.
Ia mengimbau Badan Aset Pemprov DKI Jakarta, langsung saja hitung berapa besaran uang sewa pembangunan tower BTS tersebut. “Biar clear (jelas). Kalau hitung-hitungannya dihitung saja secara perdata, yakni Rp308 juta dihitung tinggal berapa lagi kekurangannya. Biar masyarakat tetap bisa memanfaatkan jaringan internet ini,” pesannya.
“Kalau sampai diputus jaringan BTS ini, warga di Kampung Bali, Tanah Abang, Jakpus, juga yang rugi. Ini kan terjadi sebelum adanya pandemi wabah Corona Virus Disease-19 atau Covid-19. Saat pandemi, kan bisa digunakan jaringan BTS tersebut untuk warga sekitar ketika anaknya sedang Pendidikan Jarak Jauh (PJJ),” katanya.
Sementara itu, Berman Sinurat SH menambahkan, saat pandemi Covid-19, tower BTS ini bisa membantu warga yang punya Handphone (HP) atau telpon genggam untuk memanfaatkannya. “Pengembalian itu dari pihak provider bukan dari terdakwa mantan Lurah Hermansyah, uang sebesar Rp308 juta,” katanya.
“Dari semua keterangan saksi dalam persifamgan ini, tidak ada yang memberatkan ataupun memyebutkan nama mantan Lurah Hermansyah terlibat dala perkara ini,” tandasnya. (Murgap)