Kuasa Hukum Terdakwa Direktur Komersial PT PGN (Persero) Periode 2016-2019 Danny Praditya, FX L Michael Shah SH Yakin Unsur Melawan Hukum Pada Tuntutan Jaksa kepada Kliennya Tidak Terpenuhi

FX L Michael Shah SH

Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menggelar acara sidang lanjutan perkara dugaan Tipikor dengan terdakwa Direktur Komersial PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Persero periode 2016-2019, Danny Praditya dan terdakwa Komisaris PT Inti Alasindo Energy atau PT IAE periode 2006 hingga 2024 Iswan Ibrahim, yang didakwa menerima aliran uang kasus korupsi jual beli gas PT PGN (Persero) periode 2017 hingga 2021, di ruang Wirjono Projodikoro 2, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Senin (29/12/2025).

Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan, Iswan Ibrahim bersama dengan Danny Praditya, selaku Direktur Komersial PT PGN (Persero) periode 2016-2019, telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum (PMH). Keduanya melakukan kegiatan untuk memperoleh dana dari PT PGN (Persero) dalam rangka menyelesaikan utang PT Isargas Group.

“Dengan cara memberikan advance payment (pembayaran di muka adalah pembayaran yang dilakukan oleh pembeli kepada penjual sebelum barang atau jasa diterima). Metode ini bisa dilakukan untuk seluruh nilai transaksi (full payment) atau sebagian (partial payment) dalam kegiatan jual-beli gas,” kata jaksa saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Senin (01/09/2025).

Padahal, sambung jaksa, PT PGN (Persero) bukan perusahaan financing atau pembiayaan. Selain itu, terdapat larangan jual-beli gas secara berjenjang.

Keduanya juga dituding mendukung rencana akuisisi PT PGN (Persero) dengan PT Isargas Group. Jaksa menyebut, tidak ada due diligence (uji tuntas) atas rencana akuisisi tersebut.

Jaksa menilai, perbuatan tersebut telah memperkaya sejumlah pihak. “Memperkaya Iswan Ibrahim sebesar US$3.581.348,75,” ujarnya.

Selain itu, memperkaya Arso Sadewo selaku Komisaris Utama (Komut) PT IAE sebesar US$11.036.401,25, mantan Direktur Utama (Dirut) PT PGN (Persero) Hendi Prio Santoso (HPS) sejumlah US$500.000, dan Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Waketum Kadin) Yugi Prayanto sebanyak US$20.000. “Yang merugikan keuangan negara sebesar US$15 juta dolar Singapore atau dalam jumlah tersebut,” kata jaksa.

Ini sebagaimana laporan hasil pemeriksaan investigatif Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) Nomor 56/LHP/XXI/10/2024 berwarkat 15 Oktober 2024. Apabila dikonversi, US$15 juta dolar setara dengan Rp247.050.000.000 atau Rp247 miliar.

Ini berdasarkan asumsi Rp16.470 per dolar Amerika Serikat (AS). Atas perbuatannya, Iswan Ibrahim didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Juncto (Jo) Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Agenda sidang kali ini, terdakwa Direktur Komersial PT PGN (Persero) Danny Praditya dan tim Kuasa Hukumnya membacakan Nota Pledoi (Pembelaan) di hadapan majelis hakim, jaksa dan tim Kuasa Hukum terdakwa. Kuasa Hukum terdakwa Direktur Komersial PT PGN (Persero) periode 2016-2019 Danny Praditya, FX L Michael Shah SH mengatakan, tadi barusan dari tim Kuasa Hukum terdakwa Danny Praditya sudah memyampaikan Nots Pledoi yang pada intinya, pihaknya menjawab tuntutan jaksa yang dilakukan oleh JPU.

“Dakwaan JPU yang disampaikan kepada terdakwa Danny Praditya itu adalah Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor yang berbunyi barangsiapa yang secara melawan hukum memperkaya orang lain, diri sendiri atau korporasi dan merugikan keuangan negara. Dalam Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor yang didakwakan oleh JPU itu adalah menurut kami itu unsur melawan hukumnya. Karena kalau untuk memperkaya orang lain, diri sendiri atau korporasi, setiap transaksi bisnis pasti kan yang dicari keuntungan,” ujar FX L Michael Shah SH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.

Dijelaskannya, yang dilarang dalam Tipikor ini adalah keuntungan yang diperoleh secara melawan hukum. “Dalam tuntutan jaksa, unsur melawan hukum yang disampaikan kepada terdakwa Danny Praditya itu adalah bahwa pertama, menurut jaksa, Perjanjian Jual Beli Gas (PJBG) ini adalah perjanjian bertingkat. Kedua, bahwa PJBG ini tidak masuk dalam Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP),” ungkap FX L Michael Shah SH dari kantor Abi Satya Law Firm yang beralamat di daerah Blok M, Jakarta Selatan (Jaksel) ini.

“Ketiga, bahwa dianggap PJBG ini adalah refined financing untuk pembayaran utang semata. Nah, jadi di Nota Pledoi kami ini fokus untuk membuktikan, bahwa unsur melawan hukum tidak terpenuni. Pertama, mengenai PJBG bertingkat itu sudah disampaikan, bahwa melalui surat dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia (KemenESDM RI) menyatakan, bahwa perjanjian PT PGN (Persero) dengan PT IAE ini adalah perjanjian gas bertingkat yang dikecualikan yang diperbolehkan oleh Pasal 12 ayat 4,” paparnya.

Dikatakannya, jadi dari PT IAE langsung ke PT PGN (Persero) dan dari PT PGN (Persero) langsung ke end usser atau pelanggan. “Jadi pertama, isu yang disampaikan dalam tuntutan jaksa, bahwa unsur melawan hukumnya karena dianggap ini perjanjian bertingkat yang dilarang oleh KemenESDM RI sudah terbantahkan,” tegasnya.

Menurutnya, dari KemenESDM RI sudah mengeluarkan surat pada 21 September 2021 yang memperbolehkan perjanjian ini dilangsungkan dan ditindaklanjuti. “Kedua, unsur melawan hukum apa yang dilekatkan kepada terdakwa Danny Praditya?” tanyanya.

“Terdakwa Danny Praditya dianggap ini perjanjian fiktif dan tidak tertera di RKAP. Ternyata itu juga sudah terbantahkan. Bahwa perjanjian ini sudah tercatat resmi di RKAP PT PGN (Persero) tahun 2019. Yang kami sayangkan di dalam Nota Pledoi juga sudah kami sampaikan sebenarnya bukti RKAP tahun 2019 itu, KPK sudah punya. Tapi kemarin ketika ditanya oleh majelis hakim, tidak ada. Yang ditunjukan oleh KPK hanya RKAP tahun 2017, 2018 yang memang belum masuk di RKAP itu karena gas belum mengalir dan pada waktu penyusunan RKAP tahun 2018 itu PJBG belum dilaksanakan,” ungkapnya.

Unsur yang ketiga, sambungnya, unsur melawan hukumnya yang dianggap oleh jaksa itu, bahwa ini sebenarnya perjanjian pinjam meminjam. “Tapi jaksa juga mengakui pengembaliannya dengan gas. Jadi saya bingung. Jujur pada saat menyusun Pledoi, saya agak bingung. Angle yang diambil oleh jaksa KPK ini dari mana? Memang ada orang jual beli gas bayarnya pakai daun?” tanyanya lagi.

“Kan tidak ada. Pasti bayarnya pakai uang. Jadi menurut saya, agak dipaksakan unsur ini. Bahwa ini adalah financing tapi pengembaliannya dalam bentuk gas. Loh kenapa tidak langsung mengakui saja bahwa ini jual beli gas. Dari penjual kasih gas dan pembeli kasih uang. Itu kan jual beli yang simpel,” urainya.

Dalam tuntutan jaksa, sambungnya, yang tadi juga disampaikan langsung dalam Pledoi pribadi terdakwa Danny Praditya disampaikan ketika argumentasi itu dilayangkan oleh jaksa, jaksa tidak bisa menunjukan bukti-bukti yang sahih. “Contoh yang tadi dia bilang ini tidak ada di dalam RKAP, ternyata ada di dalam RKAP. Terus perjanjian pembiayaan. Maka, di dalam Pledoi kami bilang adakah satu dokumen. Seperti pembiayaan pasti ada surat utang, ada fasilitas kreditnya, dan ada perjanjian utang piutang antara PT PGN (Persero) dan PT IAE dan itu semua tidak ada,” ucapnya.

“Jadi semua dokumen yang ditandatangani oleh para pihak dan mengikat para pihak itu adalah menyatakan, bahwa ini adalah PJBG dengan advance payment US$15 juta,” katanya.

Ia menjelaskan, Ahli yang kemarin ia hadirkan di muka persidangan, juga melarang, bahwa ketika para pihak sudah mendefinisikan dan mengatur perjanjian yang sedemikian jelas, tidak boleh diartikan lain. “Jadi berdasarkan itu, kami yakin, bahwa unsur melawan hukum pada tuntutan jaksa tidak terpenuhi. Kalau unsur melawan hukum tidak terpenuhi, maka unsur memperkaya diri sendiri atau orang lain itu gugur dengan sendirinya karena yang dilarang itu memperkaya diri sendiri, orang lain atau perusahaan secara melawan hukum. Seperti yang tadi saya sampaikan, suatu bisnis tidak ada yang tidak mencari untung. Keuntungan yang dilarang dalam UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor adalah keuntungan yang dilakukan secara melawan hukum,” paparnya.

Ia merasa agak bingung ketika pada sidang yang lalu, JPU memberi tuntutan 7 tahun 6 bulan kurungan penjara kepada terdakwa Danny Praditya, karena terdakwa Danny Praditya jelas-jelas tidak pernah mengambil uang, tuntutannya lebih tinggi daripada pihak yang katanya menerima keuntungan. “Jadi oleh karena itu, kami menuntut terdakwa Danny Praditya bebas atau lepas (onslag),” tuturnya.

Ia mengharapkan pihak majelis hakim dapat mengabulkan permohonan Pledoinya dan akhirnya bisa menuntut bebas atau lepas terdakwa Danny Praditya. Dalam tuntutan jaksa, terdakwa Direktur Komersial PT PGN (Persero) Tbk atau PGN periode 2016–2019 Danny Praditya dituntut pidana selama 7 tahun dan 6 bulan penjara pada kasus dugaan korupsi jual beli gas antara PT PGN (Persero) dan PT IAE pada kurun waktu 2017–2021.

JPU dari KPK Ni Nengah Gina Saraswati meyakini terdakwa Danny Praditya bersalah melakukan Tipikor secara bersama-sama, sebagaimana diancam pidana dalam dakwaan kesatu. “Seperti dalam Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dan ditambah dalam UU Nomor 20 Tahun 2021 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” ujar JPU dalam sidang pembacaan surat tuntutan di Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Senin (22/12/2025).

Selain terdakwa Danny Praditya, terdapat pula terdakwa Komisaris PT IAE periode 2006–2024 Iswan Ibrahim yang dituntut pada sidang yang sama agar dinyatakan bersama-sama dengan terdakwa Danny Praditya melakukan korupsi, sehingga diminta agar dikenakan pidana penjara selama 7 tahun. Tak hanya pidana badan, terdakwa Danny Praditya dan terdakwa Iswan Ibrahim juga dituntut agar dijatuhi hukuman denda masing-masing senilai Rp250 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti (subsider) dengan pidana kurungan selama 6 (enam) bulan.

Khusus terdakwa Iswan Ibrahim, JPU juga menuntut agar dihukum pula dengan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti senilai 3,33 juta Dolar Amerika Serikat (AS) subsider pidana penjara selama 3 tahun. Adapun JPU menilai perbuatan kedua terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam upaya pemberantasan Tipikor.

Khusus terdakwa Danny Praditya, sambung JPU, dinilai tidak mengakui perbuatannya, sedangkan terdakwa Iswan Ibrahim telah menikmati hasil Tipikor. Namun, JPU menyatakan keduanya memiliki tanggungan keluarga.

Sementara, terdakwa Iswan Ibrahim dinilai telah mengakui perbuatannya, sehingga tuntutan hukuman pidana penjara yang dilayangkan lebih ringan dari terdakwa Danny Praditya. (Murgap)

Tags: