Kuasa Hukum Terdakwa Direktur Komersial PT PGN (Persero) Periode 2016-2019 Danny Praditya, FX L Michael Shah SH Nilai Tuntutan Jaksa Halusinasi, Ugal-ugalan dan Tidak Sesuai Fakta Persidangan

Kuasa Hukum terdakwa Direktur Komersial PT PGN (Persero) periode 2016-2019 Danny Praditya, FX L Michael Shah SH menunjukan laporan RKAP milik PT PGN (Persero) tahun 2019 lewat handphone (hp) di luar ruang Prof Dr HM Hatta Ali SH MH, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Senin (22/12/2025). (Foto : Murgap Harahap)

Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menggelar acara sidang lanjutan perkara dugaan Tipikor dengan terdakwa Direktur Komersial PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Persero periode 2016-2019, Danny Praditya dan terdakwa Komisaris PT Inti Alasindo Energy atau PT IAE periode 2006 hingga 2024 Iswan Ibrahim, yang didakwa menerima aliran uang kasus korupsi jual beli gas PT PGN (Persero) periode 2017 hingga 2021, di ruang Prof Dr HM Hatta Ali SH MH, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Senin (22/12/2025).

Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan, Iswan Ibrahim bersama dengan Danny Praditya, selaku Direktur Komersial PT PGN (Persero) periode 2016-2019, telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum (PMH). Keduanya melakukan kegiatan untuk memperoleh dana dari PT PGN (Persero) dalam rangka menyelesaikan utang PT Isargas Group.

“Dengan cara memberikan advance payment (pembayaran di muka adalah pembayaran yang dilakukan oleh pembeli kepada penjual sebelum barang atau jasa diterima). Metode ini bisa dilakukan untuk seluruh nilai transaksi (full payment) atau sebagian (partial payment) dalam kegiatan jual-beli gas,” kata jaksa saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Senin (01/09/2025).

Padahal, sambung jaksa, PT PGN (Persero) bukan perusahaan financing atau pembiayaan. Selain itu, terdapat larangan jual-beli gas secara berjenjang.

Keduanya juga dituding mendukung rencana akuisisi PT PGN (Persero) dengan PT Isargas Group. Jaksa menyebut, tidak ada due diligence (uji tuntas) atas rencana akuisisi tersebut.

Jaksa menilai, perbuatan tersebut telah memperkaya sejumlah pihak. “Memperkaya Iswan Ibrahim sebesar US$3.581.348,75,” ujarnya.

Selain itu, memperkaya Arso Sadewo selaku Komisaris Utama (Komut) PT IAE sebesar US$11.036.401,25, mantan Direktur Utama (Dirut) PT PGN (Persero) Hendi Prio Santoso (HPS) sejumlah US$500.000, dan Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Waketum Kadin) Yugi Prayanto sebanyak US$20.000. “Yang merugikan keuangan negara sebesar US$15 juta dolar Singapore atau dalam jumlah tersebut,” kata jaksa.

Ini sebagaimana laporan hasil pemeriksaan investigatif Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) Nomor 56/LHP/XXI/10/2024 berwarkat 15 Oktober 2024. Apabila dikonversi, US$15 juta dolar setara dengan Rp247.050.000.000 atau Rp247 miliar.

Ini berdasarkan asumsi Rp16.470 per dolar Amerika Serikat (AS). Atas perbuatannya, Iswan Ibrahim didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Juncto (Jo) Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Agenda sidang kali ini, jaksa KPK membacakan amar tuntutan kepada kedua terdakwa di hadapan majelis hakim, jaksa dan tim Kuasa Hukum terdakwa. Direktur Komersial PT PGN (Persero) Tbk atau PGN periode 2016–2019 Danny Praditya dituntut pidana selama 7 tahun dan 6 bulan penjara pada kasus dugaan korupsi jual beli gas antara PT PGN (Persero) dan PT IAE pada kurun waktu 2017–2021.

JPU dari KPK Ni Nengah Gina Saraswati meyakini terdakwa Danny Praditya bersalah melakukan Tipikor secara bersama-sama, sebagaimana diancam pidana dalam dakwaan kesatu. “Seperti dalam Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dan ditambah dalam UU Nomor 20 Tahun 2021 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” ujar JPU dalam sidang pembacaan surat tuntutan di Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Senin (22/12/2025).

Selain terdakwa Danny Praditya, terdapat pula terdakwa Komisaris PT IAE periode 2006–2024 Iswan Ibrahim yang dituntut pada sidang yang sama agar dinyatakan bersama-sama dengan terdakwa Danny Praditya melakukan korupsi, sehingga diminta agar dikenakan pidana penjara selama 7 tahun. Tak hanya pidana badan, terdakwa Danny Praditya dan terdakwa Iswan Ibrahim juga dituntut agar dijatuhi hukuman denda masing-masing senilai Rp250 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti (subsider) dengan pidana kurungan selama 6 (enam) bulan.

Khusus terdakwa Iswan Ibrahim, JPU juga menuntut agar dihukum pula dengan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti senilai 3,33 juta Dolar Amerika Serikat (AS) subsider pidana penjara selama 3 tahun. Adapun JPU menilai perbuatan kedua terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam upaya pemberantasan Tipikor.

Khusus terdakwa Danny Praditya, sambung JPU, dinilai tidak mengakui perbuatannya, sedangkan terdakwa Iswan Ibrahim telah menikmati hasil Tipikor. Namun, JPU menyatakan keduanya memiliki tanggungan keluarga.

Sementara, terdakwa Iswan Ibrahim dinilai telah mengakui perbuatannya, sehingga tuntutan hukuman pidana penjara yang dilayangkan lebih ringan dari terdakwa Danny Praditya. Kuasa Hukum terdakwa Direktur Komersial PT PGN (Persero) periode 2016-2019 Danny Praditya, FX L Michael Shah SH menilai tuntutan jaksa kepada kliennya halusinasi, tidak berdasar alias ugal-ugalan dan tidak sesuai fakta persidangan karena di dalam dakwaan dan tuntutan jaksa dikatakan pinjam meminjam uang antara PT PGN (Persero) dan PT Isargas, PT PGN (Persero) membayar dengan gas bukan dengan uang.

“Padahal tidak. PT PGN (Persero) membayar dengan advance payment,” ujar FX L Michael Shah SH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.

Tuntutan jaksa tersebut ia bantah karena laporan keuangan Rencana Kerja Angaran Perusahaan (RKAP) milik PT PGN (Persero) di tahun 2019 dan ditandatangani oleh Dirut PT PGN (Persero) DJ Prakoso pada 11 Desember 2019 buat 2018-2019, ada. “Kenapa di RKAP PT PGN (Persero) di tahun 2018 tidak ada. Ternyata penyusunan RKAP di PT PGN (Persero) untuk di tahun berikutnya, itu harus sudah selesai di semester pertama tahun sebelumnya. Jadi kalau untuk RKAP tahun 2018, tim harus sudah menyusun dan diberikan kepada direksi itu di Juni-Juli tahun 2017. Sementara, Perjanjian Jual Beli Gas (PJBG) di November tahun 2017. Kan belum ada di Juni-Juli 2017 transaksi PJBG ini. Maka, di tahun 2018 tidak masuk,” ungkap FX L Michael Shah SH dari kantor Abi Satya Law Firm yang beralamat di daerah Blok M, Jakarta Selatan (Jaksel) ini.

“Di tahun 2019 pertanyaannya, harusnya masuk gak? Jawabnya masuk. Kita ada buktinya. Ini adalah RKAP tahun 2019 punya PT PGN (Persero). Ini saya kutip di halaman 27 asli ditandatangani oleh Dirut PT PGN (Persero) DJ Prakoso waktu itu. Ditandatangani pada 11 Desember 2019. Buat 2018 hingga 2019. Di halaman 27 RKAP PT PGN (Persero) ditulis tentang sumber dan harga beli gas bumi. Jadi RKAP PT PGN (Persero) ini adalah PJBG. Ada nih,” terangnya.

Menurutnya, kalau laporan keuangan RKAP PT PGN (Persero) ditampilkan di muka persidangan, maka tuntutan jaksa kepada kliennya lemah. “Cuma saya mau bilang, kenapa jaksa itu kok sangat ngotot untuk tidak percaya adanya PJBG?” tanyanya heran.

“Perjanjiannya ada, gasnya mengalir, infrastrukturnya dibangun, di laporan keuangan ditulis, dan di RKAP juga ditulis. Jadi mau harus apalagi untuk bilang ini jual belinya real (nyata)?” tanyanya lagi.

Dijelaskannya, karena kalau ini jual belinya real, mereka tidak punya kasus sama sekali (they don’t have case). “Ini hanya jadi perkara perdata. Ada satu pihak yang belum melakukan prestasi ke pihak berikutnya,” paparnya.

“Dengan adanya kelemahan pada tuntutan jaksa kepada terdakwa Danny Praditya, kita akan siapkan Nota Pledoi (Pembelaan). Kita akan masukan dalam pledoi, kita akan bilang, bahwa seluruh dokumen yang sahih, seluruh dokumen yang ada dan merupakan dokumen publik, jadi ini bukan hanya milik internal PT PGN (Persero) saja. Laporan keuangan PT PGN (Persero) ini kan Tbk (Terbuka) milik publik,” tegasnya.

Ia mengatakan, berarti habis sidang ini misalnya hakim memutus perkara ini, berarti teman-teman wartawan bisa mempertanyakan laporan keuangan PT PGN (Persero). Agenda sidang selanjutnya akan digelar Senin (29/12/2025) dengan pembacaan Nota Pledoi dari tim Kuasa Hukum terdakwa.

“Kita punya waktu seminggu dari hari Senin ini untuk menyusun Pledoi. Kita akan bantah semua argumen-argumen yang ada di tuntutan jaksa. Kami akan menuntut kepada majelis hakim, klien kami (terdakwa Danny Praditya) seminimalnya lepas (onslag),” ucapnya.

Dikatakannya, karena jaksa tadi mengakui terdakwa Danny Praditya tidak dimintai uang pengganti dan hanya dimintai uang denda Rp250 juta dan subsidair enam bulan kurungan penjara. “Harapan kami, Pledoi kita bisa dilihat oleh majelis hakim dan dibaca oleh majelis hakim, dan majelis hakim bisa meyakini, majelis hakim mengikuti fakta persidangan, bahwa ini semua adalah tuntutan jaksa yang tidak berdasar alias ugal-ugalan dan kita harap terdakwa Danny Praditya bisa bebas ataupun lepas,” tandasnya. (Murgap)

Tags: