Kuasa Hukum Terdakwa Pedagang Endang Winarti, Febrina Aulya Rabbani SH Mkn C.TL.,C.SH.,C.NSP Jelaskan Kliennya Hanya Sebagai Korban yang Dimanfaatkan untuk Mengumpulkan Data-data 100 KTP

Kuasa Hukum terdakwa pedagang Endang Winarti, Febrina Aulya Rabbani SH Mkn C.TL.,C.SH.,C.NSP (pertama dari kanan) foto bersama anggota tim Kuasa Hukumnya Zevi SH di luar ruang Prof Dr Kusumah Atmadja SH MH, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Kamis (13/11/2025). (Foto : Murgap Harahap)
Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menggelar acara sidang lanjutan perkara dugaan Tipikor penyalahgunaan Kredit Usaha Pedesaan Rakyat (KUPRA) pada Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Kebon Baru tahun 2022 hingga 2023 yang diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp19,38 miliar dengan 5 (lima) terdakwa yakni Kepala Unit (Ka Unit) BRI Unit Kebon Baru periode 2022 hingga 2023 Dede Kurniansyah, Marketing Mikro BRI Unit Kebon Baru periode 2022 hingga 2024 Baba Neru, Mantri BRI Unit Kebon Baru periode 2018 hingga 2024 Parlindungan Pasaribu, Junior Associate Mantri BRI Unit Kebon Baru periode 2021 hingga 2024 Nur Maidah Perunisyah, dan wiraswasta Endang Winarti di ruang Prof Dr Kusumah Atmadja SH MH, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Kamis (13/11/2025).
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) Arif Darmawan Wiratama dalam dakwaannya menyatakan, kerugian negara dilakukan dengan perbuatan melawan hukum (PMH) memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi secara bersama-sama. “Kelimanya telah menyalahgunakan penyaluran KUPRA BRI Unit Kebon Baru tahun 2022 sebanyak 436 debitur,” ujar JPU dalam sidang pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran’, Jum’at lalu.
JPU menjelaskan, sebanyak 436 debitur KUPRA itu tidak pernah menerima pencairan kredit sebesar plafon pinjaman yang dicairkan BRI Unit Kebon Baru dikarenakan para debitur tidak mengetahui, bahwa identitasnya dipergunakan sebagai pemohon kredit, melainkan sebagai penerima bantuan dana Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dari Pemerintah Republik Indonesia (RI). Selain itu, terdapat pula sebagian debitur yang data dirinya sengaja dipinjam Endang untuk keperluan usaha Endang yang menjanjikan akan dilunasi selama 1 (satu) tahun.
Adapun dana pencairan KUPRA dari para debitur digunakan untuk kepentingan pribadi Dede dan Endang yaitu pembayaran utang di BRI unit lain, keperluan modal usaha, pemberian kompensasi kepada debitur, serta digunakan untuk pembayaran angsuran kredit para debitur yang sebelumnya sudah dicairkan oleh Endang. Atas perbuatannya, kelima terdakwa disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Juncto (Jo) Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
JPU mengatakan, Dede memiliki kewenangan memberikan putusan dengan limit kredit sampai dengan Rp75 juta dengan jabatannya. Pada sekitar Oktober 2022 sampai Desember 2023, Dede meminta Endang untuk mengumpulkan berbagai data.
Data dimaksud meliputi Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga (KK), dan foto calon debitur di lokasi usaha milik orang-orang yang nantinya akan diajukan sebagai pihak yang mengajukan KUPRA, orang tersebut akan diberi uang kompensasi sebesar Rp2 juta dan dana KUPRA akan digunakan oleh Dede dan Endang. Kemudian, Endang meminta Retno alias Beno, Rojan alias Ojan, dan lainnya untuk mencari data-data tersebut, lalu dikumpulkan oleh Endang dan diserahkan kepada Dede.
Selanjutnya, Dede bersama-sama dengan Parlindungan, Nur Maidah, dan Baba, memproses permohonan kredit dari data-data berupa KTP, Kartu Keluarga (KK), dan foto calon debitur di lokasi usaha, yang diberikan oleh Endang sebelumnya dengan menyebutkan nominal pinjaman masing-masing calon debitur yang harus diajukan oleh para mantri tersebut. Dede juga diduga menyuruh para mantri untuk segera mengusahakan pada hari yang sama tanpa harus melakukan pemeriksaan langsung (on the spot) tempat tinggal dan tempat usaha para debitur.
JPU mengungkapkan, Parlindungan, Nur Maidah, dan Baba mengetahui dan menyadari proses penyaluran kredit tersebut melanggar aturan di BRI Unit Kebon Baru, akan tetapi ketiganya tetap melakukan proses prakarsa kredit yang tidak sesuai dengan aturan BRI. Setelah seluruh data dimasukkan para mantri, hasil prakarsa dikirim ke Dede selaku pemutus kredit BRI Unit Kebon Baru untuk diverifikasi.
Apabila telah diterima, akan muncul otomatis di sistem BRISpot terkait hasil penilaian BI Checking dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Formulir Permohonan Pinjaman, Formulir Analisis dan Evaluasi, Surat Dokumentasi Survei Nasabah, Formulir Rekomendasi Pinjaman, serta Formulir Putusan dan Pencairan Pinjaman. “Berkas tersebut selanjutnya diteruskan ke customer service untuk dilakukan akad kredit dengan debitur,” tutur JPU.
Menurut dakwaan jaksa, setelah cair, uang dari KUPRA ditarik oleh Endang dan diserahkan ke Dede untuk kepentingan pribadi meliputi 100 pencairan dana nasabah digunakan untuk membayar utang Endang kepada Dede, 20 (dua puluh) pencairan dana nasabah digunakan oleh Dede, serta 20 pencairan dana nasabah digunakan oleh Endang untuk modal dagang. Kemudian, sebanyak 4 (empat) pencairan dana nasabah lebih kurang Rp115 juta digunakan mantan Lurah Cisurupan Garut, Susi, 5 (lima) pencairan dana nasabah oleh Hendra Pratomo dari Pusat Pendidikan Pembekalan Angkutan (Pusdikbekang), 2 (dua) pencairan dana nasabah oleh lyut alias Yudi, 40 (empat puluh) pencairan dana nasabah pada Desember 2023 dikelola Dede, serta sisa pencairan dana nasabah digunakan Endang untuk membayar bunga dan angsuran pencairan-pencairan sebelumnya.
Agenda sidang kali ini, jaksa menghadirkan 3 saksi dari BRI Unit Kebon Baru yakni Evi sebagai Audit, Budi dan Tirta untuk memberikan keterangan di hadapan majelis hakim, jaksa dan tim Kuasa Hukum terdakwa. Kuasa Hukum terdakwa pedagang Endang Winarti, Febrina Aulya Rabbani SH Mkn C.TL.,C.SH.,C.NSP mengatakan, kliennya (terdakwa Endang Winarti) bukan pegawai di BRI Unit Kebon Baru tapi terdakwa Endang Winarti punya utang pribadi dengan Dede selaku Ka Unit BRI Kebon Baru.
“Nah, dia punya utang pribadi yang awalnya itu Rp400 juta terus naik beserta bunga-bunganya dan ditotal jumlahnya Rp2,5 miliar karena basic (dasarnya) terdakwa Endang Winarti ini cuma seorang pedagang dengan maaf ya, misal minim pengetahuan, dan dia diiming-iming untuk utangnya lunas. Kalau menurut keterangan terdakwa Endang Winarti, utang beserta bunga-bunganya kurang lebih Rp2 miliar,” ujar Febrina Aulya Rabbani SH Mkn C.TL.,C.SH.,C.NSP kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
Dikatakannya, kliennya diiming-iming utangnya akan lunas, makanya kliennya diperintahkan oleh Dede untuk mengumpulkan 100 KTP. “Sebanyak 100 KTP itu dikumpulkan untuk pengajuan kredit dengan limit (batasan)-nya itu satu orang dapat Rp50 juta. Pada faktanya, uang Rp50 juta itu tidak sampai kepada 100 KTP itu,” terang Febrina Aulya Rabbani SH Mkn C.TL.,C.SH.,C.NSP dari Putrasiliwangi Law Firm yang beralamat di Kelapa Gading, Jakarta Utara (Jakut) ini.
Ia menilai keterangan ketiga saksi sejauh ini belum terjerumus ke kliennya karena kliennya di luar dari struktural BRI. “Kita belum sampai sana untuk menghadirkan saksi ataupun Ahli meringankan (Ad Charge) ya karena masih saya godok dulu,” paparnya.
Ia mengharapkan untuk kliennya lebih diringankan lagi karena terdakwa Endang Winarti hanya sebagai korban yang dimanfaatkan untuk mengumpulkan data-data dengan dibaliknya itu, dicovernya itu dengan ketakutan yang dimiliki terdakwa Endang Winarti. “Dimanfaatkannya sebagai itu supaya terdakwa Endang Winarti mengumpulkan data-data 100 KTP itu untuk akad kredit KUPRA,” tandasnya. (Murgap)
